Sejauh ini telah banyak korban kekerasan seksual yang berani untuk buka suara tentang apa yang mereka alami. Namun sayangnya pilihan korban untuk bercerita mengenai pengalaman mereka, malah mendapat porsi pertanyaan dan perhatian berlebih oleh khalayak dibandingkan porsi pertanyaan dan perhatian pada apa yang diperbuat oleh pelaku. Bayangkan, betapa ironisnya, dimana korban justru sering mendapatkan pertanyaan “Pakaian seperti apa yang kamu kenakan?”, “Apakah celananya terlalu ketat?”, “Apakah pakaiannya terlalu pendek?”, “Apakah belahan dadanya terlihat?” atau “Apakah jenis pakaiannya yang dapat memprovokasi orang melakukan kekerasan seksual?”

Apakah pertanyaan di atas penting? Tidak. Sangat tidak penting!

Sikap yang mempertanyakan pakaian seperti apa yang dikenakan korban, adalah sikap yang menunjukkan bahwa korban memprovokasi kekerasan seksual yang terjadi padanya. Dengan demikian, hal tersebut justru lebih melindungi pelaku dibandingkan korban, dan pelaku berpotensi lepas dari sanksi ketika ia menggunakan alasan yang senada, yakni menggunakan alasan pakaian yang dikenakan korban “mengundang” pelaku untuk melakukan kekerasan seksual.

Asumsi bahwa pakaian adalah pemicu utama seseorang mengalami kekerasan seksual, terbantahkan oleh temuan survei tentang pelecehan seksual di ruang publik yang dilakukan oleh Koalisi Ruang Publik Aman pada tahun 2019, yang dilakukan  di 34 Provinsi di Indonesia. Survei tersebut menemukan fakta bahwa saat peristiwa pelecehan seksual terjadi korban mengenakan rok/celana panjang 18%, baju lengan panjang 16%, seragam sekolah 14%, hijab 17%, dan baju longgar 14%. Begitu juga dengan larangan perempuan keluar malam agar terhindar dari kekerasan seksual, menurut survei tersebut waktu kejadian pelecehan seksual justru terbanyak pada siang hari, yakni 35%, lalu kejadian di sore hari 25%, malam hari 21%, dan pagi hari 17%.

Dengan demikian asumsi dan pernyataan-pernyataan yang mengatakan bahwa pakaian yang tertutup rapat akan menghindari pelaku melakukan kekerasan seksual tidaklah tepat. Bahkan, pernyataan tersebut semakin menambah trauma emosional para korban karena merasa disalahkan, dan memberikan pembenaran atas apa yang dilalukan pelaku kekerasan seksual.

Jessica Eaton, seorang campaigner korban kekerasan di Inggris, menyatakan bahwa, “Perempuan yang mengenakan rok, atau jalanan yang gelap, klub, alkohol, pesta, atau seragam sekolah, tidak menyebabkan kekerasan atau pelecehan seksual. Sebaliknkya bila ada perempuan menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual, orang justru membangun asumsi negatif terhadap korban dan menyatakan agar korban mengubah perilakunya. Tapi kenapa korban yang dituntut mengubah hidup dan perilaku mereka untuk pelaku kekerasan seksual?”.

Jadi, dengan segala fakta yang ada, pakaian apapun yang dikenakan, bila pelaku menjadikan tubuh perempuan sebagai objek seksual maka kekerasan seksual tetap terjadi. Itu karena cara pandang pelaku yang demikian menghilangkan rasa hormat pelaku pada perempuan, dan saat melakukan perbuatannya pelaku tidak lagi peduli pakaian seperti apa yang digunakan korban.

Pameran pakaian yang dikenakan korban saat kekerasan seksual terjadi pernah digelar di beberapa negara, termasuk di Indonesia. Dari pameran tersebut memberikan bukti nyata yang menghilangkan mitos “pakaian dapat menyebabkan kekerasan seksual”. Pameran tersebut merupakan kesaksian yang kuat kalau buktinya pakaian yang digunakan oleh korban kekerasan seksual sangat tidak relevan dengan kenapa mereka diserang.

Dengan demikian, daripada membangun asumsi negatif terhadap korban dan membuat korban semakin terpuruk, serta tanpa sadar seperti mendukung perbuatan pelaku, maka sudah saatnya masyarakat mengambil sikap memilih berdiri bersama para korban, dan pertanyaan yang ajukan kepada korban kekerasan seksual adalah “Apa yang bisa saya bantu?”. []

 

by: Fairuz Nadia & Wawan Suwandi

 

Sumber:

  • https://thedailyaztec.com/97368/opinion/clothes-are-not-a-statement-of-consent/
  • https://www.bbc.com/news/uk-england-45809169
  • https://www.scarymommy.com/victim-blaming-what-were-you-wearing-exhibit/
  • https://www.voaindonesia.com/a/pameran-baju-penyintas-kekerasan-seksual-berupaya-hapus-stigma/4848296.html
  • https://tirto.id/pelecehan-bukan-akibat-pakaian-berbaju-longgar-berhijab-pun-kena-eeFQ