
Image: istockphoto.com
Ketika melakukan konseling, tidak jarang kita merasa cemas karena memang belum pernah melakukan konseling sebelumnya Hal ini tentunya sangat wajar, terutama bila memang belum pernah melakukan konseling sebelumnya karena kita tidak memiliki gambaran mengenai proses yang akan dilakukan. Namun, bagi yang sudah pernah melakukan konseling, proses konseling juga bisa membuat cemas karena apa yang dibicarakan selama proses konseling bisa membuka luka lama yang ingin disembuhkan. Sehingga menjadi penting terjalin sebuah relasi profesional yang bersifat terapeutik antara konselor/psikolog dan dengan klien. Untuk melihat dan memberikan gambaran mengenai proses konseling, terutama bagi kamu yang baru akan melakukan konseling, kuy kita simak beberapa poin penting yang perlu menjadi perhatian.
Pentingnya Informed Consent dalam konseling ataupun psikoterapi
Inform consent atau surat persetujuan adalah pernyataan persetujuan dari klien yang akan menjalani proses konseling maupun terapi. Sehingga hal ini perlu menjadi dasar hubungan profesional antara konselor dengan konseli, serta perlu dibicarakan sebelum dimulainya sesi. Hal ini bertujuan untuk tetap menjunjung tinggi kode etik profesi mengenai batasan-batasan yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama sesi berlangsung. Selain itu informed consent juga harus disepakati tanpa adanya paksaan ataupun manipulasi salah satu pihak. Konselor akan memberikan pemahaman mengenai proses yang akan dilakukan serta memberitahu bahwa konseli bisa menghentikan proses sewaktu-waktu jika memang merasa tidak nyaman. Pada dasarnya ini adalah kesepakatan awal yang dibentuk dan dibangun antara konselor – konseli.
Baca juga: Ghosting dan Cara Menyikapinya
Apa saja batasannya dalam konseling dan psikoterapi?
Dalam proses konseling dan psikoterapi, terdapat beberapa batasan, diantaranya adalah:
- Ruang: dilakukan di ruang resmi dan profesional, seperti misalnya ruang klinik ataupun ruang konseling. Jika berpraktik di rumah, biasanya akan ada ruangan khusus yang terpisah dari tempat privat konselor. Konseling ataupun terapi tidak dilakukan di caffe, mall (pusat perbelanjaan), ataupun kamar hotel. Jika konseling dilakukan di area publik seperti misalnya dalam event tertentu, maka biasanya bersifat asesmen awal atau pertolongan pertama psikologis (Psychological First Aid) yang biasanya diarahkan untuk dilanjutkan pada sesi konseling pada ruang konseling yang resmi.
- Sentuhan: konselor atau terapis tidak menyentuh tanpa ijin konseli, terutama jika konselor dan konseli berbeda jenis kelamin. Konselor harus meminta ijin terlebih dahulu jika ingin menyentuh bagian tubuh dari konseli, meskipun dengan maksud untuk menenangkan konseli.
- Waktu: Masing-masing layanan psikologi memiliki batasan waktu tersendiri. Pada umumnya, layanan tatap muka psikologi (konseling) akan berlangsung selama 1,5 – 2 jam, dan dilakukan di waktu kerja. Sementara layanan hotline memiliki waktu yang lebih fleksibel sesuai dengan permasalahan yang diusung, sehingga perlu di cek ketentuan waktu serta layanan yang diberikan.
- Memberikan rasa aman dan nyaman: Tujuan konseling ditentukan bersama antara konselor dan konseli. Bisa saja dalam konseling akan membahas hal-hal yg membuat konseli tidak nyaman, seperti membuka luka lama, namun pembicaraan itu harus didasari oleh tujuan utama konseling yang sudah disepakati bersama (dalam inform consent). Konseling juga dilakukan dalam situasi yang aman dan nyaman tanpa tekanan. Konselor tidak diperkenankan menggunakan metode terapi tanpa meminta persetujuan dan memperhatikan kesejahteraan klien. Klien berhak mengutarakan keberatan bila ada perasaan tidak nyaman serta berhak menghentikan proses sewaktu waktu.
Baca juga: Kekerasan Emosional
Apakah bisa terjadi Kekerasan Seksual pada saat Konseling?
Bisa saja terjadi karena konselor telah menyalahgunakan relasi yang terbentuk antara konselor – konseli. Therapeutic Relationship adalah relasi yang penting untuk mendukung proses pemulihan. Relasi ini bersifat kolaboratif berdasarkan empati dan genuiness (ketulusan) antara konselor – konseli. Dalam kode etik dan sumpah profesi, konselor dilarang mengeksploitasi relasi ini utk kebutuhan pribadi. Jika konselor mengeksploitasi relasi ini, maka ia dapat dikenakan sanksi etik.
Apa dampaknya bagi korban?
Tentu saja akan sama seperti dampak kekerasan seksual pada umumnya. Korban akan mengalami trauma, bahkan menimbulkan trauma baru, mempertanyakan diri sendiri, menyalahkan diri sendiri, sampai kehilangan rasa percaya pada sosok profesional kesehatan mental.
Apa yang bisa dilakukan jika kita adalah korban?
- Kumpulkan bukti yang kuat jika ingin membuat pelaporan secara resmi.
- Biarkan dirimu tenang terlebih dahulu sebelum bereaksi.
- Ceritakan hal ini kepada orang yang sangat kamu percaya untuk mendapatkan dukungan.
- Carilah bantuan untuk menyelesaikan permasalahan ini (komnas perempuan, kepolisian, atau lembaga psikologi yang bisa membantu mengatasi permasalahan trauma yang dihadapi)
- Ingatlah bahwa kejadian ini bukan kesalahanmu.
Lalu apa yang bisa dilakukan jika kita memiliki teman yang menjadi korban?
- Tidak menghakimi dan menyalahkan
- Menjadi teman pendengar yang baik dan tetap menjadi pendukung.
- Bantu menenangkan, jika ada luapan emosi yang sangat besar.
- Rujuk ke lembaga profesional untuk penanganan lebih lanjut
by: Jane L. Pietra, M.Psi. Psikolog
0 Comments
Leave A Comment