Sejak kemunculan internet di tahun 2000, banyak kemudahan yang bisa didapatkan oleh manusia, salah satunya adalah berhubungan kembali dengan kawan lama secara daring. Cepatnya perkembangan teknologi juga membuat penggunaan internet semakin banyak memunculkan sisi negatif dari penggunaan internet, salah satunya adalah dengan munculnya kekerasan siber atau cyber harassment.  Cyber Harassment dan cyberbullying sudah menjadi isu sejak semakin pesatnya penggunaan internet, terutama di awal tahun 2000-an dan mayoritas dari korbannya adalah perempuan.

Fakta tersebut dibuktikan oleh banyaknya kasus yang telah memakan korban, salah satunya pada 2007, sebagaimana dikutip The New York Times News, seorang anak perempuan, Megan Meier (13), melakukan bunuh diri, setelah mendapatkan cyber harassment. Ia melakukan tindakan bunuh diri setelah bertemu dengan seorang laki-laki bernama Josh Evans, melalui jejaring sosial MySpace. Megan mendapatkan harassment berupa ucapan-ucapan negatif dan kejam yang terjadi terus menerus, hingga akhirnya didapati pesan terakhir dari Josh untuk Megan : “The world would be a better place without you”. Akun Josh Evans, merupakan akun palsu, karena identitas pelaku sebenarnya adalah Lory Drew. Megan Meier, bukanlah satu-satunya korban kejahatan melalui dunia maya yang terjadi pada tahun 2000-an hingga sekarang ini sebagaimana dicatat pada  laman VICE ada banyak korban dari perempuan melalui internet dan memberikan dampak psikis maupun sosial yang permanen.

Baca juga: Mengenal Kekerasan Cyber Pada Perempuan

Data lainnya diperoleh dari penelitian yang dilakukan oleh Cyberbullying Research Center yang dikutip dari Britannica Encyclopedia, tercatat bahwa kalangan remaja perempuan atau dewasa muda di Amerika Serikat, dari rentang usia 12 hingga 17 tahun, dan perempuan di pertengahan usia 20 tahun-an setidaknya pernah mengalami cyberbullying atau cyber harassment, serta 20% dari angka kematian yang disebabkan oleh bunuh diri atau suicide memiliki keterkaitan dengan isu-isu yang erat dengan harassment atau bullying. Sedangkan di tanah air tercatat berjumlah 49% orang dari keseluruhan partisipan survei yang dilakukan oleh Polling Indonesia dan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pernah mengalami cyber harassment atau cyberbullying. Data lainnya juga diperoleh dari hasil riset yang dilakukan oleh kelompok bernama ReportLinker yang melakukan studi tentang cyber bullying atau penindasan di dunia maya menemukan 45% perempuan muda sangat khawatir akan mendapatkan cyber harassment atau cyberbullying melalui jejaring sosial online.

Menanggapi hal serius yang telah merenggut banyak nyawa dan menuai kekhawatiran yang nampaknya hanya akan terus meningkat seiring semakin majunya zaman dan teknologi, maka melakukan penanganan yang dimulai dari diri sendiri atau memasang tameng demi kebaikan diri sendiri terlebih dahulu dan membudayakan hal tersebut adalah hal yang dirasa paling bijaksana. Maka seorang psikolog klinis yang bekerja di Sanatorium Dharmawangsa, Liza Marielly Djaprie, turut memberikan masukan akan apa yang seharusnya dilakukan menanggapi hal tersebut. Beliau mengatakan bahwa jejaring sosial yang kita miliki adalah 100% hak kita untuk dikendalikan pula, maka janganlah pernah takut atau ragu untuk memblokir maupun memutus pertemanan/hubungan jejaring sosial dengan pelaku cyber harassment atau cyberbullying itu sendiri. Sebab bagi beliau, seorang pelaku cyber harassment akan senang atau puas jika mendapatkan respon yang ia inginkan seperti menunjukkan kemarahan atau kekecewaan, maka alangkah baiknya untuk tidak memberikan apa yang mereka ‘inginkan’ dan langsung bertindak tegas untuk mengakhiri dan memutus komunikasi atau akses antara diri kita dengan orang atau kelompok tersebut.

Baca juga: Fighting Shadow Pandemic: Stop Gender Based Violence

Selain cara yang sudah disebutkan di atas ada cara lain untuk menghadapi cyber harassment yang bisa dilakukan menurut Patchin & Hinduja (dalam Hermawati & Syah, 2018) yaitu;

  • Jangan terlalu banyak dan sering memposting, karena jika terlalu banyak dan sering bisa saja mengganggu orang lain.
  • Hindari konten yang aneh karena setiap postingan bisa menimbulkan pro dan kontra.
  • Bijak memilih teman di media sosial.
  • Akun media sosial tidak harus selalu terbuka untuk semua orang, maka settinglah akun kita dengan mode terbatas.
  • Konsekuensi mempunyai banyak pertemanan di media sosial akan banyak komentar yang datang dari postingan kamu, maka perlu memikirkan postingan apa yang tepat.
  • Jangan sembarangan bercerita di media sosial. Kita harus bisa membedakan mana yang lebih baik diceritakan secara terbatas, dan mana yang layak di media sosial. Itu karena di media sosial akan selalu ada perbedaan persepsi sehingga berpotensi membangun pro kontra.

Baca juga: Pembuatan Video Porno Anak

by: Zevica Rafisna & Nanda Novira