Virus Covid-19 yang saat ini sedang mewabah dapat menyerang siapapun tanpa pengecualian. Dampak yang dihasilnya juga masif. Mulai dari perekonomian yang runtuh hingga meningkatnya kecemasan. Isu ini biasanya diikuti oleh masalah pengangguran, kemiskinan, kelaparan, kematian, dan isu-isu terkait ketidakadilan gender. Salah satu permasalahan yang paling mendominasi adalah meningkatnya kekerasan berbasis gender.
Realita yang cukup menganggu adalah meningkatnya pemerkosaan dalam pernikahan yang terjadi selama pembatasan sosial berlangsung dan meningkatnya kehamilan yang tidak diinginkan. Berdasarkan data dari UN Population Fund (UNFPA), pembatasan sosial dan lockdown yang terus berlanjut, serta berkurangnya akses untuk pendapatkan pelayanan kesehatan dapat menyebabkan 47 juta perempuan kehilangan akses untuk mendapatkan alat kontrasepsi dan dapat menghasilkan 7 juta kehamilan yang tidak diinginkan. Hal serupa juga diungkapkan oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), ketua dewan Hasto Wardoyo memaparkan bahwa penurunan penggunaan alat kontasepsi dalam satu bulan saja dapat meningkatkan angka kehamilan sebesar 15% atau sekitar 420.000 kehamilan. Hal ini menyebabkan konsekuensi jangka panjang yang merugikan untuk perempuan dalam hal ketidakpastian keuangan, ditambah lagi banyak perempuan yang juga kehilangan pekerjaan.
Baca juga: Shadow Pandemic
KDRT menjadi salah satu alat kekerasan yang digunakan dan telah mengakibatkan konsekuensi yang ekstrem pada kesehatan mental dan fisik perempuan. Tidak hanya KDRT, banyak perempuan yang juga menjadi target pelecehan dan kekerasan di tempat kerja, tapi pembatasan sosial yang saat ini sedang diterapkan membuat perempuan mengalami bentuk-bentuk kekerasan baru di platform digital. Aktifitas criminal cyber seperti sextortion (salah satu bentuk revenge porn), di media sosial terus meningkat. Salah satu kasus yang terjadi adalah seorang remaja berusia 15 tahun di Jawa Barat menjadi korban sextortion setelah beberapa bulan memiliki hubungan romantis secara online dengan seorang laki-laki yang belum pernah ditemui di dunia nyata. Laki-laki berusia 23 tahun itu mengancam korban akan menyebarkan video yang ia rekam saat mereka melakukan phone sex tanpa sepengetahuan korban jika korban tidak memberikan uang. Korban sudah memberikan uang kepada pelaku tetapi pelaku tetap menyebarkan video korban ke teman-teman korban. Tidak hanya itu, layanan pelaporan penipuan cybercrime di Inggris melaporkan telah menerima 9.473 laporan terkait penipuan sextortion.
Pembatasan sosial dan lockdown mengungkapkan sesuatu yang sudah kita ketahui, bahwa ruang pribadi kita, rumah kita, tidak selalu menjadi tempat yang aman. Penelitian yang dilakukan oleh UNFPA memperkirakan paling tidak akan ada 15 juta lebih kasus kekerasan dalam rumah tangga di seluruh dunia pada tahun 2020 untuk setiap 3 bulan pembatasan sosial dan lockdown diperpanjang. “Pandemi di dalam pandemi” menghadapkan kita pada realita yang menakutkan, jutaan perempuan dan anak-anak di setiap negara berjuang untuk kelangsungan hidup mereka, bukan hanya dari Covid-19 tapi juga dari kekejaman pelaku kekerasan di dalam rumah mereka.
Tetapi bukan berarti kita tidak bisa melakukan sesuatu untuk menolong korban kekerasan berbasis gender. Pendekatan yang inovatif perlu diadaptasi, contohnya negara bisa mendanai inovasi yang mempromosikan layanan peradilan jarak jauh, berinvestasi dalam pelayanan khusus untuk perlindungan, bekerja sama dengan sektor pribadi dan membuat lebih banyak sumber untuk mengakses keadilan.
Baca juga: Perubahan Peran Gender Selama Pandemi
Ada banyak langkah-langkah inisiatif yang sudah diambil untuk mengurangi bahaya yang dihadapi oleh perempuan yang terkena kekerasan berbasis gender. Negara-negara seperti Spanyol dan Perancis telah membuat sistem peringatan keadaan darurat di supermarket dan farmasi untuk memberikan konseling dan membantu melaporkan tindak kekerasan yang dialami. Selain itu, sebagai tambahan tempat perlindungan, Perancis juga menyediakan 20.000 kamar hotel untuk penyintas kekerasan. Di Canada, mereka tetap membuka tempat perlindungan (shelter) bagi korban kekerasan, mengalokasikan sumber daya, dan mengelompokkannya sebagai pelayanan mendasar. Polisi di Odisha, India, telah menjalankan program telepon, di mana polisi pergi untuk mengecek perempuan-perempuan yang melaporkan adanya tindak kekerasan yang terjadi sebelum lockdown.
Tidak hanya itu, kita sebagai masyarakat umum memiliki media sosial sebagai senjata yang kuat. Advokasi yang berani dan kampanye kesadaran harus menjadi fitur umum yang ada televisi dan di layar ponsel. Kita telah diberikan kesempatan untuk mendesain ulang dan menata kembali masyarakat untuk lebih aman dan adil. Kita telah membuktikan kalau kita bisa bersatu sebagai manusia dan keluarga untuk menangani Covid-19, mari kita terapkan juga fokus yang komprehensif, kuat, dan tidak ada henti-hentinya unutk memberantas kekerasan berbasis gender.
Baca Juga: Tips Mencegah KDRT di Masa Pandemi
by: Fairuz Nadia
Referensi:
https://thekashmirimages.com/2020/05/31/how-are-women-fighting-the-shadow-pandemic/
0 Comments
Leave A Comment