Bullying bukan hal yang asing lagi untuk didengar. Bullying menurut Andrew Mellor (dalam Utami, 2016) adalah pengalaman yang terjadi ketika individu (korban) merasa teraniaya oleh perilaku individu (pelaku) lainnya dan individu (korban) yang menjadi korban tersebut tidak berdaya untuk mencegah perilaku buruk yang menimpa dirinya (korban). Menurut Centers for Disease Control and Prevention, bullying merupakan suatu bentuk kenakalan remaja yang disebab oleh keagresifitasan pelaku yang menimbulkan rasa tidak nyaman yang dirasakan oleh para korban karena kejadian tersebut dilakukan secara berulang. Menurut Prihma Sinta Utami pada tahun 2016 perilaku yang tergolong sebagai perilaku bullying antara lain:
- Bullying fisik
Perilaku bullying yang melibatkan kontak fisik antara pelaku dan korban. Misalnya menendang, memukul, mencekik dan dan lainnya yang berhubungan dengan tindakan fisik.
Baca juga: Stop Body Shaming!
- Bullying verbal
Perilaku bullying yang bertujuan untuk menyakiti hati korban. Misalnya mengejek, memberi nama julukan yang tidak pantas, memfitnah dan lain-lain.
- Bullying relasi sosial
Perilaku bullying yang bertujuan menolak dan memutus relasi sosial korban dengan orang lain. Misalnya pengabaian, pengucilan atau penghindaran, dan membuat rumor yang dapat menurunkan harga diri korban dan efeknya dijauhkan dari individu lainnya.
- Bullying elektronik
Perilaku bullying melalui media elektronik seperti komputer, handphone, internet (cyber bullying) dan sebagainya. Misalnya membuat tulisan, gambar maupun video yang bertujuan untuk mengintimidasi, menakuti, dan menyakiti korban.
Berdasarkan jenis-jenis bullying di atas, maka bullying dapat terjadi di sekolah sebagai bentuk penindasan. Fenomena bullying di Indonesia merupakan suatu hal yang umum terjadi di sekolah dasar maupun menengah. Di Jawa Tengah, misalnya, dari Januari hingga 15 Juli 2017, tercatat ada 976 pengaduan kasus bullying. Begitu juga pada survei yang dilakukan Kementerian Sosial, mengenai bully pada anak-anak usia 12-17 tahun, setidaknya 84% diantaranya telah atau mengalami kasus bullying.
Baca juga: Self-love dan Aspek-aspeknya
Kasus bullying terjadi bukan tanpa alasan, perilaku bullying dapat ditularkan dari lingkungan sekitar seperti keluarga, teman, dan juga lingkungan sekolah. Menurut Hopeman, Suarmi, dan Lesmawan terdapat alasan kenapa perilaku bullying terjadi :
- Berdasarkan apa yang mereka alami, rasakan dan lakukan
- Melihat tayangan dari televisi sehingga timbul dorongan untuk melakukan
- Melihat temannya melakukan tindakan bullying.
- Mengalami bullying di rumah dan di sekolah
Lingkungan sekitar merupakan salah satu hal yang penting bagi tumbuh kembang anak dalam membentuk perilakunya. Perilaku bullying dapat terjadi oleh siapa saja, anak non disabilitas kerap kali mendapatkan perilaku bullying apa lagi anak disabilitas. Anak disabilitas kerap kali mendapatkan perilaku bullying karena mereka tidak sama dengan anak yang lainnya yang bisa bermain dengan teman-temannya dan melihat lingkungan sekitar secara bebas.
Terdapat beberapa kasus anak disabilitas yang mengalami kasus bullying. Di Australia pada tahun 2020 terdapat video kasus bullying. B mengunggah video Q, anaknya yang berusia 9 tahun, penyandang disabilitas dengan diagnosa achondroplasia yang membuat tubuhnya kerdil, menjadi korban bullying di sekolah. Kondisi disabilitas yang dimiliki oleh Q menjadi objek bully teman-temannya di bangku sekolah. B mengunggah anaknya ketika menangis dan berulang kali mengatakan kepada ia ingin mati. Video tersebut dibagikan oleh B untuk memperlihatkan dampak yang timbul akibat bullying.
Baca juga: Kekerasan Seksual pada Anak
Tidak hanya di Australia, Indonesia juga merupakan salah satu negara yang tak lepas dari kasus bullying. Baru-baru ini terdapat video yang tersebar luas mengenai kasus perundungan yang dialami oleh R, anak berkebutuhan khusus yang berusia 12 tahun. R mengalami bullying ketika ia sedang berjualan jalangkote (makanan sejenis pastel) untuk membantu ibunya. Pelaku menganiaya hingga R terjatuh. Peristiwa bullying juga terjadi di SMP Purworejo. Bullying tersebut terungkap setelah video penganiayaan terhadap seorang siswi itu beredar di media sosial. Dalam video tersebut, tiga siswa laki-laki memukul dan menendang seorang siswi yang diduga terjadi di ruang kelas.
Disabilitas
Menurut Kementrian Kesehatan, disabilitas merupakan individu yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual, dan sensorik. Disabilitas merupakan hal yang menjadi hambatan untuk individu yang mengalaminya dalam menjalankan aktivitas mereka dalam masyarakat. Seringkali penyandang disabilitas dilabeli sebagai masyarakat yang bermasalah. Pelabelan tersebut dapat membuat penyandang disabilitas tidak memiliki hak yang sama dengan masyarakat pada umumnya dalam bidang pendidikan, pekerjaan, dan hal lainnya. Anak-anak penyandang disabilitas kerap kali merasakan ketidaknyamanan akibat perlakuan yang diberikan oleh anak non-disabilitas dalam bidang pendidikan. Menurut Prasetya (dalam Pratiwi dan Wahyudi, 2019) terdapat perlakuan yang sering dihadapi oleh anak disabilitas, antara lain:
- Diasingkan
Dominasi oleh kelompok non-disabilitas. Sebagaimana kasus bullying di atas, penyandang disabilitas menjadi kelompok minoritas yang sulit masuk ke dalam peer group anak-anak non disabilitas, dan justru sebaliknya penyandang disabilitas mendapatkan bully.
- Dibedakan
Selain diasingkan, anak penyandang disabilitas kerap mendapatkan perlakuan yang berbeda dari anak-anak non-disabilitas.
Kondisi penyandang disabilitas memerlukan dukungan dan bantuan dari masyarakat demi terwujudnya keberdayaan dan keberfungsian sosial. Permasalahan yang dialami penyandang disabilitas pada umumnya infrastruktur yang masih belum berperspektif penyandang disabilitas, cara pandang masyarakat yang masih bias, dan masih minimnya kesempatan penyandang disabilitas mendapatkan kesempatan bekerja, semakin memperluas akses penyandang disabilitas untuk berdaya.
Dampak Psikologi dari Bullying
Lalu, apa dampak psikologis dari bullying terhadap anak disabilitas ? Menurut Wiyani juga mengemukakan bahwa dampak yaitu mengalami berbagai macam gangguan seperti :
- Kesejahteraan psikologis yang rendah (low psychological well-being)
- Merasa tidak nyaman, takut, rendah diri, serta tidak berharga
- Mengalami trauma, stress, dan depresi
- Korban takut untuk pergi ke sekolah bahkan tidak mau kesekolah
- Menarik diri dari pergaulan
- Prestasi akademik yang menurun karena mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi dalam belajar
Anak disabilitas lebih rentan terkena dampak dari kasus bullying bahkan berkeinginan untuk bunuh diri daripada harus menghadapi tekanan-tekanan berupa hinaan dan hukuman hingga kematian.
Bagaimana Agar Anak Tidak Menjadi Pelaku Bullying
Menurut Hanifatur Rizqi terdapat beberapa cara untuk menghindari kasus bullying yang terjadi kepada anak-anak :
- Anak harus membaur dengan teman-teman saat di sekolah
- Anak-anak harus bersikap lebih aktif di sekolah seperti mengikuti ekstrakulikuler sehingga tidak dianggap remeh oleh teman yang lain.
- Orang tua lebih aktif mengikuti perkembangan perilaku anak di lingkungan sekolah.
- Komunikasi yang baik antara orang tua dan anak.
- Tenaga pendidik (guru atau pihak sekolah) mengawasi kegiatan yang dilakukan murid muridnya
- Pihak sekolah dapat menindak lanjuti perilaku bullying yang terjadi di sekolah dan berusaha mencari penyelesaian agar tidak ada lagi murid yang menjadi korban.
- Peran guru disekolah sangat penting dalam menanamkan konsep diri positif pada semua siswa.
Baca juga: Humor Seksis: Please, Jangan Lakuin!
By: Erisca Melia Safitri
Referensi:
Hopeman, T.A., Suarni, K., Lasmawan, W. (2020). Dampak Bullying Terhadap Sikap Sosial Anak Sekolah Dasar (Studi Kasus Di Sekolah Tunas Bangsa Kodya Denpasar). PENDASI: Jurnal Pendidikan Dasar Indonesia Vol. 4 No 1 52 – 63
Kinanti, A. (2020). Ganjar Pranowo Bertindak, 3 Pelaku Bully Siswi SMP Dijadikan Tersangka. https://www.popmama.com/big-kid/10-12-years-old/adeline-kinanti/siswi-smp-di-purworejo-di-bully-gubernur-jateng-turun-tangan/3
KumparanSAINS. (2020). Efek Berbahaya Bully: Anak 9 Tahun Curhat Ingin Mati ke Ibunya. Diakses melalui : https://kumparan.com/kumparansains/efek-berbahaya-bully-anak-9-tahun-curhat-ingin-mati-ke-ibunya-1ssotsHH22n/full
Prasetya, D. (2016). Pemanfaat modal sosial dalam pemberdayaan dan pengorganisasian kelompok disabilitas (Studi deskriptif pada komunitas Tari Janger Kolok di desa Bengkala kecamatan Kubutambahan kabupaten Buleleng provinsi Bali). Skripsi. Jurusan Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Jember.
Pratiwi, C. N. & Wahyudi, S. (2019). Diskriminasi siswa disabilitas di sekolah inklusi Sidoserma. Jurnal pradigma vol 7 (2) 1-4. Diakses melalui : https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/paradigma/article/view/28491
Rizqi, H. (2019). Dampak psikologi bullying pada remaja. Jurnal Kesehatan “Wiraraja Medika” vol 9 (1) 31 – 34. Diakses melalui : https://www.ejournalwiraraja.com/index.php/FIK/article/view/694
Rosyida, N. Z. (2020). Bersimpati Aksi Perundungan Anak Berkebutuhan Khusus, Dedi Mulyadi: Saya Pernah Jualan Es Waktu SD https://portaljember.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-16384804/bersimpati-aksi-perundungan-anak-berkebutuhan-khusus-dedi-mulyadi-saya-pernah-jualan-es-waktu-sd
Utami, P. S. (2016). Integrasi pendidikan multikultural dan penguatan nilai karakter siswa sebagai upaya penanganan kasus bullying pada anak difabel. Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Wiyani, N. A. (2012). Save our Children From School Bullying. jogjakarta: Ar Ruzz Media.
0 Comments
Leave A Comment