Artikel ini dapat memunculkan perasaan tidak nyaman terkait pembahasan bunuh diri. Pembaca diharapkan bijak dan menghubungi lembaga rujukan yang disediakan di akhir artikel jika membutuhkan pertolongan profesional.
Sering kali, ketika melihat media sosial pesohor dan teman-teman kita, unggahan yang ditampilkan biasanya menunjukkan mereka dalam kondisi yang bahagia. Namun ternyata ada pesohor, atau bahkan orang yang kita ketahui bahagia di media sosialnya, tahu-tahu memutuskan untuk bunuh diri. Hal ini tentunya memunculkan pertanyaan di diri kita mengenai alasan seseorang dapat melakukan bunuh diri, padahal selama ini ia terlihat bahagia.
Bunuh diri bukan merupakan hal yang mudah untuk dibahas. Selain karena akan memicu luapan-luapan emosi yang tidak menyenangkan, penyebab terjadinya bunuh diri juga merupakan sesuatu yang sangat kompleks. Kita bisa saja membahasnya dari aspek psikososial. Pembahasan tersebut akan mengakat bahwa ada interaksi dan keterkaitan dari faktor-faktor psikologis individu dengan faktor-faktor yang ada di lingkungannya. Dengan menggunakan kerangka psikososial, maka permasalahan bunuh diri perlu diurai sampai ke bagaimana budaya dan norma yang selama ini ada di masyarakat dapat berpengaruh terhadap kondisi masyarakat dan munculnya peraturan di lingkungan, sehingga berdampak pada kondisi psikologis individu. Lebih lanjut kondisi psikologis individu sendiri tidak bisa hanya kita lihat sebagai hasil interaksi dari kondisi di luar dirinya, karena individu juga memiliki faktor-faktor yang dibawanya. Baik kondisi individu maupun kondisi lingkungan sama-sama saling mempengaruhi sehingga terciptanya kerentanan individu untuk menghayati perasaan negatif lebih besar jika dibanding dengan orang lain. Jika tidak ada dukungan sosial yang dapat ia akses, maka potensi atau probabilitas ia mengambil tindakan bunuh diri juga dapat lebih besar.
Baca juga: Bunuh Diri Bukan Solusi
Dari pemaparan di atas, dapat di katakan bahwa bunuh diri merupakan sesuatu yang kompleks serta perlu di lihat dari berbagai sisi dan tidak bisa di pandang dari satu sisi saja. Dalam kasus bunuh diri biasanya juga tidak ada penyebab atau alasan tunggal seseorang memutuskan untuk bunuh diri. Kita perlu kembali menelusuri berbagai faktor risiko serta sumber dukungan yang dimilikinya, agar dapat menjelaskan mengenai penyebab beberapa orang memutuskan untuk melakukan bunuh diri, sedangkan yang beberapa orang lain dalam kondisi yang sama tidak melakukannya.
Apa yang menjadi “penyebab” bunuh diri, biasa disebut sebagai faktor pencetus dan tidak bisa dikatakan sebagai alasan tunggal alasan memutuskan untuk bunuh diri. Misalnya saja, dalam kasus Haruma Miura, aktor Jepang yang dikabarkan meninggal karena bunuh diri. Penyebab bunuh dirinya juga masih belum berhasil diidentifikasi, karena selama ini ia terlihat “baik-baik saja” melalui postingannya di media sosial. Ada beberapa sumber yang kemudian berspekulasi mengenai alasannya bunuh diri, yaitu karena ada tekanan dari pekerjaannya. Tekanan pekerjaan dalam konteks Ini dapat dikatakan sebagai pencetus alasannya melakukan tindakan bunuh diri, sementara ada faktor lain misalnya mungkin saja ada rasa kesepian yang dirasakan, pertolongan-pertolongan yang belum tepat sasaran, maupun beragam faktor lain yang lebih kompleks.
Kasus bunuh diri paling banyak terjadi karena individu telah mengalami tekanan dalam waktu yang cukup lama, tidak memiliki dukungan sosial, serta tidak berhasil mendapatkan pertolongan. Individu sering kali merasakan kesendirian dan kehampaan, tidak berharga, tidak mendapatkan makna dalam hidupnya, serta tidak memiliki dukungan secara sosial dari keluarga maupun teman dekat. Hal ini yang kemudian menjadi risiko seseorang lebih mudah memiliki keinginan untuk bunuh diri.
Baca juga: Move On
Dalam kasus-kasus bunuh diri, biasanya lebih sering di sebut sebagai kasus percobaan bunuh diri. Mengapa demikian? Karena biasanya, individu yang mencoba untuk melakukan bunuh diri pada dasarnya sedang memberikan sinyal untuk meminta pertolongan dari orang lain. Oleh sebab itu, kita juga perlu lebih peka terhadap teman-teman kita yang mungkin sedang membutuhkan pertolongan secara emosional, psikologis, atau bahkan ketika kita melihat mereka membutuhkan pertolongan secara medis. Bantuan dari orang-orang terdekat bisa menjadi pertolongan awal bagi mereka yang ingin bunuh diri, karena sekecil apa pun yang kita lakukan, apabila hal itu bisa menyelamatkan sebuah nyawa maka hal itu adalah sesuatu yang sangat besar.
Bunuh diri sering di anggap sebagai jalan terakhir yang dapat menyelesaikan masalah. Namun sebenarnya masalah tidak benar-benar berakhir karena pasti akan meninggalkan luka kepada semua orang yang menyayangi individu tersebut dalam bentuk trauma maupun pikiran-pikiran negatif dari orang lain yang kurang mengenal secara mendalam individu tersebut. Stigma terhadap keluarga juga dapat muncul akibat terjadinya bunuh diri sehingga kasus bunuh diri sering kali di anggap sebagai sesuatu yang perlu untuk di rahasiakan dan tidak perlu di bahas. Padahal, bunuh diri sama pentingnya seperti ketika kita membahas permasalahan-permasalahan lainnya yang berhubungan dengan kesehatan mental.
Jika Anda memiliki pemikiran untuk melakukan bunuh diri, jangan ragu untuk menghubungi orang terdekat maupun menghubungi lembaga-lembaga yang menyediakan pertolongan profesional. Bagi Anda yang merasa bahwa teman-teman Anda membutuhkan pertolongan profesional, jangan ragu untuk merujuk mereka dan hadir untuk mereka. Kita tidak sedang hanya membicarakan tentang mereka yang berisiko bunuh diri tetapi kita juga sedang membicarakan masa depan anak bangsa.
Baca juga: Mengapa Penting Mencintai Diri Sendiri?
Daftar Lembaga Rujukan:
Yayasan Pulih | Jl. Teluk Peleng No. 63A Ps. Minggu, Jakarta Selatan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 12520. Pendaftaran konsultasi via Telp. (021) 78842580 atau pendaftaran via chat WA di 0811-8436-633. E-mail: pulihfoundation@gmail.com.
LSM IMAJI (Inti Mata Jiwa)
(0274) 2840227
LSM Jangan Bunuh Diri
(021) 96969293
Informasi terkait bunuh diri dapat menghubungi: Into the Light, di intothelight@gmail.com, atau pendampingan.itl@gmail.com
By: Jane L. Pietra, Psikolog Yayasan Pulih
0 Comments
Leave A Comment