Masa remaja adalah masa yang penuh energi, rasa ingin tahu, pencarian identitas, dan ekspresif, menjadikan masa remaja kian menarik dibicarakan. Dari sekian dinamika yang dialami pada usia remaja, memperhatikan penampilan fisik dan mengekspresikannya menjadi salah satu hal yang tidak terlupakan. Ya, itu karena penampilan bagi remaja laki-laki ataupun perempuan merupakan salah satu hal yang seringkali mendapat perhatian khusus, terutama bagi remaja perempuan. Tapi, kenapa remaja perempuan mempersepsikan bahwa penampilan fisik sangat penting?
Apa yang menjadi persepsi ideal remaja perempuan tentang penampilan fisik tidak berbeda dengan perspektif masyarakat tentang perempuan, yakni dengan citra diri feminin. Sifat feminin diantaranya adalah lemah lembut, cantik, penyayang dan sabar. Sifat dan karakter ini selalu dikaitkan dengan perempuan dan bagaimana seharusnya perempuan berperilaku, berpikir, dan berperasaan. Konsekuensinya, peran gender yang mereka hayati (sebagaimana konstruksi sosial), yakni menjadi pribadi yang pendiam, penurut/taat, dan siap menjadi pendamping yang berbakti, menjaga rumah, dan merawat keluarganya. Berbeda dengan laki-laki, yang selalu dikaitkan dengan sifat maskulin, seperti kuat, pemberani, kasar, dan tanggung jawab. Sehingga untuk menyempurnakan citra diri maskulin, biasanya laki-laki mencoba dengan mengambil yang superior, menjadi pemimpin, pencari nafkah utama, dan lainnya.
Sebagaimana diketahui, persepsi masyarakat tentang perempuan cenderung melihat fisik dan penampilan terlebih dahulu dengan standar: memiliki paras cantik, tinggi semampai, langsing, berkulit putih, hingga berambut lurus dan panjang sebagai gambaran ideal. Persepsi tersebut merupakan perspektif gender tradisional yang androsentris (berpusat pada laki-laki), dan tentu saja persepsi demikian menguntungkan pelaku industri kosmetik, karena banyak perempuan yang kemudian mengejar untuk dapat berpenampilan sebagaimana gambaran “citra diri perempuan ideal”. Pada kenyataannya tidak semua perempuan memiliki citra diri sebagaimana gambaran ideal di atas. Menurut Hasmalawati, definisi sosok perempuan yang sempurna itu tergantung bagaimana seseorang memaknai dan mempersepsikan hal tersebut. Gambaran ideal tentang perempuan pada akhirnya menyebabkan banyak perempuan terdorong untuk memperhatikan penampilan agar terlihat baik atau agar tampil sempurna.
Pada dasarnya tidak menjadi masalah ketika seorang perempuan ingin tampil secara cantik dan sempurna. Namun, terkadang persepsi dan norma gender yang masih sangat kaku dapat memberikan dampak tersendiri pada keinginan perempuan untuk mencapai standar kesempurnaan dari kecantikan. Keinginan untuk tampil sempurna di depan publik justru dapat menjadi beban psikologis karena menimbulkan rasa khawatir jika tidak dapat memenuhi norma gender akan merasa terasing atau tidak menjadi bagian dari suatu kelompok. Kekhawatiran tersebut pada akhirnya membuat remaja perempuan melakukan segala cara untuk membuat penampilan fisiknya menarik.
Menurut Honigman dan Castle (dalam Muriyanto, 2016), citra tubuh adalah gambaran mental seseorang terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya, persepsi dan penilaian orang lain terhadap dirinya. Sedangkan menurut Cash & Deagle, citra tubuh merupakan derajat kepuasan seseorang terhadap dirinya secara fisik. Ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh mendorong remaja untuk terus berusaha memperbaiki penampilan fisiknya, bahkan melakukan hal-hal yang tidak baik bagi kesehatan.
Berdasarkan studi penelitian di Desa Mlirip dan Latsari, Kabupaten Mojokerto, pada 24 Februari 2017, dari 9 orang remaja putri, ada 6 remaja putri memiliki perilaku mengontrol berat badan yang tidak sehat, seperti sengaja tidak makan, menolak untuk makan beberapa jenis makanan yang akan mengganggu diet, menggunakan pil-pil diet, dan memuntahkan makanan dengan paksa (Rahmadani, 2017). Perilaku tersebut merupakan salah satu dampak dari citra tubuh yang negatif.
Menurut Nada (dalam Rahmadani, 2017) kriteria seseorang memiliki citra tubuh yang negatif yaitu memiliki persepsi yang menyimpang dari bentuk tubuh, merasa tidak puas terhadap bentuk tubuh, merasa diri orang lain lebih menarik dibandingkan dirinya, merasa malu, cemas, tidak nyaman dan canggung terhadap bentuk tubuhnya. Senada dengan pandangan Muriyanto, remaja perempuan yang memiliki citra tubuh yang negatif maka akan berdampak negatif terhadap dirinya, seperti memiliki kepercayaan diri dan harga diri yang rendah, menghambat kemampuan interpersonal, rendahnya kemampuan untuk membangun hubungan yang positif dengan remaja lainnya, dan masalah kesehatan fisik maupun mental.
Lalu, bagaimana cara kita agar memiliki citra tubuh yang positif ?
- Menghargai bentuk tubuh yang dimiliki
Menghargai bentuk tubuh merupakan salah satu langkah agar memiliki body image yang positif. Jika kita menghargai maka tidak akan ada perasaan cemas akan penilaian orang lain.
- Memahami bahwa penampilan fisik setiap individu memiliki karakteristik masing-masing
Setiap individu memiliki ciri khas penampilan fisik yang berbeda. Kita hanya perlu memahami cantik dari perspektif kita bukan dari perspektif orang lain.
- Bangga dan menerima kondisi bentuk tubuh
Bangga terhadap bentuk tubuh yang dimiliki akan membangun rasa percaya diri dalam berpenampilan.
- Merasa nyaman terhadap bentuk tubuh
Jika kita merasa nyaman dengan bentuk tubuh yang dimiliki maka kita tidak akan melakukan hal-hal yang akan merugikan diri sendiri. Seperti, merubah bentuk tubuh agar cantik seperti orang lain.[]
By: Erisca Melia Safitri
Referensi
Haswalawati, N. (2017). Pengaruh citra tubuh dan perilaku makan terhadap penerimaan diri pada wanita. Jurnal Psikoislamedia Vol 2 (2), 107 – 115
Muriyanto, H. S. P. (2016). Hubungan body image dan kecenderungan pembelian impulsif pada remaja. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Rahmadani, P. A. A. (2017). Hubungan citra tubuh terhadap perilaku diet pada remaja putri (Studi Di Desa Mlirip Dsn Latsari Mojokerto). Skripsi. Program Studi S1 Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Insan Cendekia Medika Jombang
0 Comments
Leave A Comment