Baru-baru ini viral kisah anak perempuan 14 tahun berinisial F diduga dicabuli oleh laki-laki berusia 41 tahun berinisial W, hingga hamil. W, sebagai pelaku adalah tetangga dan teman dekat ayah korban. Pada 29 Juni 2020, korban melahirkan, dan sebulan kemudian (29/7/20) korban meninggalkan rumah, dan hingga kini belum kembali. Ibu kandung korban menduga bahwa anaknya dibawa lari oleh pelaku yang diduga menghamili korban. Dari keterangan sejumlah saksi korban sempat bercerita kepada rekannya bahwa dirinya ingin bersama W. Walau disinyalir korban pergi atas kemauannya sendiri, namun karena korban masih dibawah umur maka kasus ini dianggap kasus penculikan.
Peristiwa di atas merupakan satu dari sekian banyaknya kasus kekerasan seksual yang menimpa anak-anak. Kekerasan seksual pada anak terjadi karena anak adalah pihak yang tidak berdaya, rentan menjadi korban manipulasi oleh iming-iming pelaku, dan masih membutuhkan orang dewasa untuk mengarahkan dan mengambil keputusan. Yang pasti, dalam konteks kekerasan seksual, siapa saja bisa jadi korban, baik perempuan maupun laki laki, dari orang dewasa hingga anak-anak, dapat menjadi korban kekerasan seksual.
Sebagaimana data yang dirilis oleh Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPI) dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), kasus kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia terus meningkat setiap tahunnya. Jasra Putra, selaku Komisioner KPAI, mengungkapkan bahwa terdapat 218 kasus kekerasan seksual anak pada tahun 2015, 120 kasus kekerasan seksual pada anak di tahun 2016, dan pada tahun 2017 terdapat 116 kasus. Sementara itu LPSK mencatat kasus kekerasan seksual terhadap anak pada tahun 2019 mencapai 206 kasus, dan pada tahun 2020 sebanyak 350 kasus. Jumlah ini meningkat 70 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Dari banyaknya kasus kekerasan seksual pada anak tragisnya pelaku merupakan kebanyakan dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada, seperti di dalam rumahnya sendiri, lingkungan sosial dan juga sekolah.
Selain itu, juga ada beberapa faktor yang membuat terus terjadinya kasus kekerasan seksual pada perempuan dan anak, antara lain adalah: 1) Faktor budaya yang masih menganggap perempuan sebagai manusia nomor dua setelah laki-laki, dan imbasnya perempuan dan anak-anak menjadi pihak yang didominasi, sehingga kurang dihormati, bahkan dilecehkan. 2) Belum adanya perlindungan hukum yang mengatur secara khusus tentang kekerasan seksual, dan 3) pada beberapa kasus kekerasan seksual penanganannya terkesan lamban dengan alasan kurang bukti sebagaimana penanganan kasus perkosaan yang terjadi setahun lalu di Bintaro, Tangerang Selatan, dimana pelaku baru ditangkap setelah korban speak up di media sosial pribadinya.
Lalu, apa sebenarnya kekerasan seksual terhadap anak? Menurut ECPAT (End Child Prostitution In Asia Tourism) Internasional, kekerasan seksual terhadap anak merupakan suatu hubungan atau interaksi antar seorang anak dan seorang yang lebih dewasa, seperti orang asing, saudara sekandung, orangtua, dimana anak tersebut dipergunakan sebagai objek pemuas untuk kebutuhan seksual si pelaku.
Dampak Kekerasan Seksual Pada Anak
Kekerasan seksual terhadap anak sudah tidak bisa dianggap remeh karena memberikan dampak buruk pada kondisi fisik dan psikologis anak. Menurut Finkelhor dan Browne, mereka mengkategorikan 4 jenis dampak trauma akibat kekerasan seksual yang dialami oleh anak-anak, yaitu:
- Hilangnya kepercayaan
Kepercayaan merupakan hal yang sangat besar bagi korban kekerasan seksual. Jika anak mengalami kekerasan seksual dimana pelakunya adalah orang terdekat bahkan keluarga sendiri, akan membuat seorang anak merasa dikhianati dan sulit percaya terhadap orang lain.
- Trauma secara seksual (Traumatic sexualization)
Perempuan atau laki-laki yang menjadi korban kekerasan seksual lebih memiliki pasangan sesama jenis karena menganggap lawan jenis tidak dapat dipercaya.
- Merasa tidak berdaya (Powerlessness)
Rasa tidak berdaya muncul dikarenakan adanya rasa takut di kehidupan korban. Korban dapat mengalami mimpi buruk, fobia, stres, dan kecemasan dialami oleh korban disertai dengan rasa sakit.
- Stigmatization
Kekerasan seksual dapat membuat korban merasa bersalah, malu, memiliki gambaran diri yang buruk, merasa dirinya berbeda dari orang lain, hingga marah terhadap tubuhnya sendiri. Rasa bersalah dan malu terbentuk akibat ketidakberdayaan dan merasa bahwa mereka tidak memiliki kekuatan untuk mengontrol dirinya.
Lalu, apa yang dapat dilakukan untuk meminimalisir kasus kekerasan seksual pada anak? Memberikan sex education sejak anak usia dini di dalam keluarga yang tentu saja disesuaikan dengan usia. Yang harus diingat, pendidikan seks dalam keluarga jangan diartikan sebagai hubungan intim, tetapi sebaliknya memperkenalkan organ tubuh dan fungsinya, bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh dipegang oleh orang lain. Adapun peran masyarakat atau lingkungan, tidak mentolerir perilaku yang merendahkan, seperti catcalling, mengganggu orang yang lewat, proaktif untuk memastikan tidak ada kekerasan ketika ada keributan di dalam rumah tangga, dan mendampingi serta memberikan dukungan pada korban kekerasan seksual. Sementara itu peran pemerintah proaktif membuat dan mendorong legislatif menciptakan regulasi yang berpihak pada korban kekerasan seksual. Lalu melalui perangkat hukumnya menegakkan hukum dengan menindak pelaku walau ia dari kalangan tertentu, dan mengasistensi terwujudnya keadilan bagi korban. Selain itu menciptakan mekanisme pencegahan kekerasan, terutama kekerasan seksual di lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta.
Apa yang dapat dilakukan untuk penanganan pemulihan anak korban kekerasan seksual? Pemulihan secara psikologis menjadi salah satu langkah yang perlu diambil dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Menurut Basic Principles and Guidelines on the Right to a Remedy and Reparation for Victims of Gross Violations of International Human Rights Law and Serious Violations of International Humanitarian Law, yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB, menyebutkan bahwa bentuk penanganan pemulihan dan penanganan kekerasan seksual meliputi sejumlah hak:
- Restitusi
menegakkan kembali sejauh mungkin situasi yang ada bagi korban sebelum terjadi pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan mengharuskan pemulihan.
- Kompensasi
Korban kekerasan seksual seharusnya diberikan kompensasi untuk setiap kerusakan yang secara ekonomis dapat diperkirakan nilainya yang timbul dari pelanggaran hak asasi manusia, seperti kerusakan fisik dan mental, kesakitan, penderitaan dan tekanan batin, biaya medis dan biaya rehabilitasi, dan lainnya.
- Rehabilitasi
Rehabilitas untuk anak korban kekerasan seksual disediakan pelayanan hukum, psikologi, perawatan medis, pelayanan atau perawatan, dan layanan profesional lainnya.
- Jaminan kepuasan dan ketidak berulangan
Anak korban kekerasan seksual mendapatkan jaminan atas pelanggaran yang menimpanya tidak terulang lagi. Sensitivitas penanganan pada anak korban juga harus sangat diperhatikan, agar tidak membuat anak menjadi korban untuk kedua kalinya (re-viktimisasi).
Dalam konteks penanganan anak korban kekerasan seksual, peran keluarga sangatlah penting dalam pemulihan. Pihak keluarga dapat menumbuhkan rasa aman kepada anak dengan cara melindunginya agar anak yang menjadi korban merasa nyaman untuk membantunya pulih dan dapat memberikan dukungan dengan menemani dan selalu mensupport anak.[]
—
Jika membutuhkan bantuan untuk menangani korban kekerasan seksual di wilayah Jakarta dapat menghubungi:
Layanan Medis:
- Klinik Angsamerah (Jakarta Selatan)
- Klinik PKBI (Jakarta Timur)
- Klinik PKBI (Jakarta Pusat)
- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (Jakarta Pusat)
- Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto (Jakarta Timur)
Perlindungan Hukum:
- Polres: Jakarta Barat, Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Jakarta Utara.
- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (Jakarta Timur)
- Lembaga Bantuan Hukum: LBH APIK Jakarta-Jakarta Timur, LBH Jakarta-Jakarta Pusat, LBH Mawar Saron-Jakarta Utara.
Layanan Psikologis:
Yayasan Pulih (Jakarta Selatan)
Layanan Terpadu (Rumah aman, Psikologis, Medis, Hukum):
Pusat Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak (P2TP2A) (Jakarta Timur).
Layanan Pengaduan:
Komnas Perempuan (Jakarta Pusat)[]
By: Erisca Melia Safitri
Ed: WS, JLP
Referensi
https://lokadata.id/data/kasus-kekerasan-seksual-terhadap-anak-2016-2019-1578639190
http://yayasanpulih.org/2020/06/kekerasan-seksual-pada-anak/
0 Comments
Leave A Comment