Banyak yang mengatakan bahwa masa remaja merupakan masa pencarian identitas diri yang diisi dengan mencari pengalaman hidup dan proses mengejar cita-cita. Itulah mengapa banyak dari kelompok remaja yang mencari hal-hal baru, trial and error, out of the box, hingga tidak sedikit kita lihat ide-ide kreatif lahir dari kelompok remaja.
Walau ada banyak prestasi baik dari kalangan remaja, tetapi kita melihat remaja seolah erat dengan diksi “nakal” yang disematkan pada mereka, sehingga istilah kenakalan remaja kerap dijadikan isu utama oleh para senior saat membahas mengenai remaja.
Meskipun demikian, tidak dipungkiri ada sejumlah persoalan yang dihadapi oleh kelompok remaja. Berdasarkan survei Riskesdas tahun 2018, remaja dengan rentang usia 10-18 tahun dan mulai terpapar kebiasaan merokok, meningkat dari 7,2% menjadi 43,5%. Data Komnas Anak tahun 2017 kasus perundungan terhadap teman sebaya terjadi lebih dari 750.000 kasus (Argadita, 2019). Selain itu, pada tahun 2018 Komisioner Bidang Pendidikan KPAI Retno Listiyarti mengatakan, pada tahun lalu, angka kasus tawuran hanya 12,9 persen, tapi tahun ini menjadi 14 persen. Bahkan hingga melakukan kekerasan pada perempuan. Pada tahun 2018 Komisi Nasional (Komnas) Anti Kekerasan Terhadap Perempuan jumlah kekerasan dalam pacaran mencapai mencapai 1.873 kasus. Dari data di atas, terdapat beberapa persoalan mengenai kenakalan remaja dari perilaku yang ringan hingga yang sangat merugikan orang lain.
Menurut Santrock, masa remaja merupakan masa individu mencari identitas dirinya. Pada masa remaja, peran orang tua sangat penting dalam memenuhi tercapainya pembentukan identitas diri remaja yang baik. Oleh karena itu, peran orang tua sangat penting untuk meminimalisir perilaku anak remaja yang menjuru kepada kenakalan remaja.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Handayani, Sulastri, Mariha, dan Nurhaeni, pada 2017, salah satu penyebab timbulnya kenakalan remaja yaitu kurang relasi yang baik antara orang tua-anak. Relasi yang baik antara orang tua-anak membangun keakraban dalam keluarga, anak akan lebih terbuka, permasalahan dapat dipecahkan bersama, dan munculnya kepercayaan antara orang tua dan anak (Ariani, 2009). Kualitas hubungan orangtua-anak yang demikian akan dapat mempengaruhi kepribadian anak.
Menurut Agradita (2019), relasi relasi orangtua-anak adalah suatu hubungan timbal balik yang terjalin antara orangtua dengan anaknya, yang dapat dilihat dari beberapa aspek maupun karakteristik, yaitu:
- Kepercayaan orangtua terhadap anak
- Kepercayaan anak dengan orangtua
- Kesediaan anak untuk berkomunikasi dengan orangtua
- Kepuasan anak terhadap kontrol orangtua.
Namun, tidak semua orang tua dapat melakukan relasi yang baik dengan anak karena setiap keluarga memiliki perjalanan hidup yang diwarnai dengan faktor internal dan eksternal yang menyebabkan setiap keluarga mengalami perubahan yang beragam.
Lalu, apa dampaknya jika orangtua tidak melakukan relasi yang baik dengan anak? Menurut Lestari (2012), relasi yang buruk dapat menimbulkan dampak negatif pada masalah perilaku anak, seperti anak berperilaku impulsif (bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu), menarik diri dari lingkungan sosial, anak sulit terbuka dengan orang tua dan dapat menjadi pelaku kenakalan remaja.
Peran orang tua sangat penting dalam membangun relasi yang baik dengan anak, karena hal tersebut sangat mempengaruhi kepribadian anak kedepannya, terutama bagi orangtua yang memiliki anak usia remaja, perannya untuk membangun relasi hubungan yang baik sangat dibutuhkan. Peran orang tua dalam membangun relasi yang baik pada anak biasanya dilakukan oleh ibu, padahal ayah juga memiliki peran tanggung jawab dalam membangun relasi yang baik pada anak. Karena ayah juga merupakan sosok penting dalam kehidupan anak. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan dapat membentuk karakter baik bagi anak laki-laki dan dapat menjadi sosok laki-laki baik dan dapat dipercaya yang dikenal oleh anak perempuannya. Oleh karena itu, sangat baik apabila ayah dan ibu sama-sama membangun relasi yang baik terhadap anaknya. Bila telah terbangun rasa percaya, maka anak akan terbuka pada orangtua untuk menceritakan permasalahan yang dialaminya. Dengan begitu orang tua dapat memberikan saran yang tepat dan meminimalisir dampak buruk lainnya.
Oleh karena itu pentingnya orangtua mengetahui cara menjalin relasi yang baik dengan anak, yaitu :
- Memenuhi kebutuhan fisiologis anak
- Bersikap toleransi
- Relasi orang tua-anak yang permisif
- Sikap orang tua yang terlibat dan peduli terhadap anak
- Relasi orang tua-anak yang diwarnai kehangatan.[]
By: Erisca Melia Safitri
Ed: FN, WS, JLP
Daftar Referensi
Argadita, W. N. R. E. (2019). Relasi antara orangtua dan anak pada remaja pelaku delinkuensi. Publikasi ilmiah. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Diakses melalui : http://eprints.ums.ac.id/71641/11/naskah%20publikasi%20ok%20–%20WANDA.pdf
Ariani, T. A. (2009). Korelasi pola hubungan orangtua-anak dan keberfungsian keluarga dengan perkembangan anak usia prasekolah. Tesis. Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Diakses melalui : https://core.ac.uk/download/pdf/16507217.pdf
Handayani, D.S., Sulastri, A., Mariha, T., & Nurhaeni., N. (2017). Penyimpangan tumbuh kembang pada anak dari orangtua yang bekerja. Jurnal Keperawatan Indonesia 20(1), 48-55. doi:10.7454/jki.v20il.439.
https://tirto.id/waspadai-pelaku-kekerasan-dalam-pacaran-dg51
Lestari, S. (2012). Psikologi keluarga. Jakarta: Kencana.
Santrok, J.W. (2007). Psikologi pendidikan (ed.2). Jakarta: Kencana.
0 Comments
Leave A Comment