Postpartum depression (PPD) adalah bentuk depresi pasca persalinan yang dimulai segera setelah sampai 2 tahun setelah proses persalinan. Postpartum depression atau depresi pasca persalinan paling sering didiagnosis pada perempuan atau ibu baru. PPD dikategorikan sebagai gangguan depresi mayor yang terjadi pada saat kehamilan atau setelah kelahiran. Pada Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders V (DSM-V), PPD disebut sebagai Peripartum Depression. Perempuan di Indonesia, mengalami depresi pasca persalinan sebanyak 11-30% dibandingkan dengan perempuan dari negara lain di Asia.
Tapi tahukah, tidak hanya perempuan yang mengalami depresi pasca persalinan, ternyata ada 2-25% laki-laki atau seorang ayah juga mengalaminya. Ayah yang menderita depresi pasca persalinan lebih kecil kemungkinannya untuk meminta bantuan. Hal tersebut karena masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai PPD dan hanya dianggap menimpa perempuan, serta anggapan bahwa laki-laki tidak melahirkan sehingga tidak mungkin mengalami PPD, atau juga karena laki-laki dianggap sebagai sosok yang tangguh.
Pada ayah, PPD dapat dipicu oleh beberapa faktor, seperti faktor hormonal seperti menurunnya kadar kortisol dan testosteron serta meningkatnya kadar estrogen dan prolaktin dan faktor non hormonal seperti khawatir akan finansial serta kemampuan untuk menjadi ayah yang baik. Gejala-gejalanya termasuk suasana hati yang tertekan, sedikit minat dalam kegiatan rutin, perasaan tidak berharga, dan kehilangan energi. Sayangnya, banyak laki-laki yang melampiaskan hal tersebut dengan cara yang salah, misalnya dengan melampiaskan kekesalan pada orang lain, menggunakan zat-zat tertentu, misalnya menggunakan narkoba, dan lainnya, atau bahkan menarik diri dari lingkungan. Namun banyak juga laki-laki yang mengalihkan perhatiannya dengan melakukan pekerjaan, bermain game dan lainnya.
Suami yang benar-benar terlibat pada urusan keluarga, pada saat kehamilan, peran suami atau yang akan menjadi seorang ayah baru pun ternyata tidak mudah. Selain ia harus melakukan pekerjaannya, ditambah dengan memberikan dukungan secara psikologis pada istri, berbagi tugas dalam mengurus rumah tangga, serta ia juga diwajibkan untuk selalu siaga. Lalu pada saat persalinan, ia juga dituntut untuk siaga dan mendampingi istri pada saat melahirkan. Setelah sang anak lahir, ia pun masih harus melakukan tugas seperti yang disebutkan di atas, ditambah juga harus mengetahui apa saja kebutuhan istri, serta turut merawat bayinya yang baru lahir.
Lalu, bagaimana seorang Ayah yang ingin mengatasi postpartum depression? Berikut hal yang dapat dilakukan:
- Berusaha untuk berbagi perasaan kepada pasangan atau menceritakan tentang apa yang dirasakan kepada orang terdekat yang dipercaya.
- Selain itu juga bisa melakukan psikoterapi (CBT atau IPT) dengan tenaga ahli.
- Intervensi atau pendekatan lain telah diusulkan untuk mencegah terjadinya atau memperbaiki gejala PPD pada laki-laki, seperti program pendidikan yang menggabungkan kedua orang tua, baik dengan atau tanpa PPD.
- Selain itu dukungan dari atasan di pekerjaan, seperti cuti ayah yang dibayar mungkin juga membantu ayah baru untuk beradaptasi dengan perubahan dan pemicu stres selama periode postpartum.[]
By: Safira Prabandani
Referensi
https://www.researchgate.net/publication/279527526_POSTPARTUM_DEPRESSION
https://id.theasianparent.com/ayah-juga-bisa-alami-depresi-postpartum
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6659987/
https://parenting.orami.co.id/magazine/sebenarnya-apa-saja-peran-suami-dalam-kehamilan/
0 Comments
Leave A Comment