Kita sering mendengar istilah manipulasi, tapi, familiar kah dengan istilah gaslighting? Gaslighting adalah istilah yang cukup populer untuk menggambarkan kondisi atau situasi yang dilakukan seseorang untuk memanipulasi kita secara rumit dan penuh taktik dengan cara membalikkan ucapan agar kita mempertanyakan kembali tindakan kita hingga terjerat dengan rasa bersalah seolah kita adalah pelaku dari kerunyaman argumen atau suatu permasalahan, meskipun realitanya jelas sebaliknya. Cukup rumit bukan? Oleh karenanya, pelaku gaslighting sangatlah berbahaya untuk kita dan jelas memiliki tujuan untuk menjebak kita dalam hubungan yang tidak sehat atau toxic relationship.
Gaslighting jelas merupakan bentuk strategi manipulasi yang memanfaatkan area psikologis seseorang yang menjadi korban dengan mengontrol cara korbannya berfikir dan bertindak agar pelaku mendapatkan apa yang ia inginkan tanpa harus meminta atau mengkomunikasikannya secara langsung. Pelaku gaslighting jelas memiliki permasalahan atau rasa enggan karena ego berlebih hingga ia memilih menggunakan strategi demikian ketimbang mengkomunikasikannya secara langsung dengan korbannya, oleh karena itu korban kerap tidak menyadari bahwa ia mendapat perlakuan demikian karena apa yang dilakukan pelaku adalah secara ‘tersirat’ dan mungkin dieksekusikan dengan perhitungan.
Komunikasi memang salah satu kunci utama kehangatan dan kedekatan atau kualitas sebuah hubungan baik persahabatan, pertemanan, atau romansa seperti ikatan pernikahan atau berpacaran. Namun bagi pelaku manipulatif yang menerapkan gaslighting, tujuan utamanya justru memang menghindarkan komunikasi untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan dengan cepat atau tepat sasaran. Hingga akhirnya strategi manipulasi ini mampu mengikat korbannya dalam sebuah toxic relationship sampai berhasil dan berpotensi besar mengakibatkan terjadinya bentuk kekerasan-kekerasan dalam hubungan seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kekerasan seksual (KS), kekerasan berbasis gender baik online maupun tidak (KGBO), kekerasan dalam hubungan berpacaran (KDP), dan lain sebagainya. Menanggapi hal tersebut, penting bagi kita untuk dapat mengenali indikasi-indikasi jika kita tengah mengalami gaslighting:
Muncul Penyesalan
Pelaku yang memanipulasi kamu dengan metode gaslighting memiliki caranya sendiri untuk membuatmu menyesal atas perbuatanmu, pelaku akan membuatmu merasa takut akan kondisi atau permasalahan yang tengah menjeratmu, kemudian membuatmu merasa kamu memiliki kewajiban untuk memperbaiki hubungan yang kamu miliki dengan pelaku. Padahal realitanya bukan kamu pelaku atau troublemaker dari situasi tersebut dan pelaku memiliki maksud tersendiri untuk merugikan kamu.
Pelaku mampu membuat kamu meminta maaf atau bahkan memohon hingga mungkin membuatmu sampai rela untuk melakukan apapun demi pelaku karena ia membuatmu merasa bahwa kamu adalah ‘dalang’ dari semua yang menimpa hubungan yang kalian miliki. Secara tidak sadar ia melakukan brainwashing dan mengontrol perasaan-perasaanmu melalui permainan psikologis nya agar ia bisa mendapatkan keuntungan dari kamu, apapun bentuknya. Mirisnya, isu seperti ini sering kali terjadi pada korban kekerasan seksual karena ia merasa menyesal dan merasa ia harus ‘membalas’ kesalahannya dengan memenuhi keinginan pelaku yang pada saat itu mungkin merupakan pasangan atau pacarnya
Sharie Stines yang merupakan seorang terapis yang memfokuskan karirnya pada kasus-kasus toxic relationship pada klien-kliennya di California yang dikutip dari laman TIME menjelaskan bahwa terdapat dua indikasi kuat bahwa seseorang tengah memanipulasi kamu, yaitu pelaku akan membuatmu takut dan sangat mungkin untuk menggunakan agresi untuk ‘memperkuat’ posisinya. Seperti mengancam, melakukan tindak kekerasan, dan mengintimidasi korban dan ‘play victim’ atau bertingkah seolah dirinya adalah korban walau jelas sebaliknya. Kepandaiannya membalikkan fakta itulah yang membuat adanya rasa menyesal atau rasa bersalah pada korban hingga korban mendapat perlakuan yang tidak semestinya oleh pelaku dalam relasi yang mereka miliki.
Hal tersebut sangat sesuai dengan data perolehan oleh KPPPA Republik Indonesia yang menyatakan bahwa tingkat kekerasan baik secara fisik dan seksual yang dialami perempuan belum menikah yaitu sebesar 42,7%. Ditambah dengan kekerasan seksual paling banyak dialami perempuan yang belum menikah yaitu 34.4%, lebih besar dibanding kekerasan fisik yang hanya 19.6%., ditambah realita di mana masih banyak perempuan dengan status belum menikah yang menjadi korban kekerasan, dimana pelaku bisa saja datang dari orang terdekat seperti pacar, teman, rekan kerja, atau bentuk relasi lainnya.
Merasa Sulit Untuk Melepaskan
Di sisi lain, gaslighting yang dieksekusikan dengan baik tidak akan kamu sadari sampai kamu merasa ada kejanggalan dalam relasi yang kamu jalin. Setelah kamu menyadarinya pun kamu akan merasa berat atau bahkan merasa tidak mungkin untuk memutuskan hubungan begitu saja karena alasan-alasan pribadi. Walau jelas pelaku sangatlah merugikan psikologis mu dan menjauhkan kamu dari kebahagiaan yang seharusnya juga muncul dari sebuah relasi. Membahas seputar strategi manipulasi, tentu saja pelaku dengan sedemikian rupa membuat plot guna menjebak korbannya dalam siklus berfikir dan siklus psikologis yang buruk karena terjerat toxic relationship yang bahkan mungkin tidak disadari.
Maka tentu saja pula pelaku akan membuat korban seolah ‘terus tunduk’ akan perkataan atau arahannya dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahanmu. Karena pemanipulasian atau gaslighting tidak mungkin dilakukan secara instan, pelaku mempelajari sikap, sifat, pola pikir, atau pola emosionalmu seiring berjalannya waktu dan seiring interaksi yang dilakukan hingga ia mendapat celah-celah untuk nantinya dimanfaatkan guna menjebakmu. Termasuk salah satunya menjebakmu dalam membuat asumsi bahwa permasalahan yang ada dalam relasi yang kamu miliki dengan pelaku adalah atas dasar kesalahan mu dan kamu harus mempertahankan relasi tersebut.
Menjadikan Apa yang Kamu Hargai Sebagai Senjata
Seperti yang dijelaskan di poin sebelumnya, mempelajari kelemahan-kelemahanmu adalah salah satu komponen yang membantu pelaku melanggengkan taktik gaslighting-nya. Maka dari itu, termasuk menjadikan hal-hal yang sangat kamu hargai atau value keberadaannya sebagai bentuk ancaman atau ‘senjata’. Tidak ada batasan dalam hal ini, bisa saja mengancam privacy mu dengan mengancam menyebarkan konten seksual atau video dan foto atas dirimu seperti yang dilakukan oleh pelaku kekerasan gender berbasis online (KGBO) kepada korban-korbannya.
Atau mungkin mengancam hubungan atau relasi itu sendiri seperti mengancam putus hubungan berpacaran atau cerai kepada korban jika pelaku tidak mendapatkan apa yang ia inginkan, atau mungkin pelaku akan menyerang dirimu dan atau nilai-nilai maupun harga dirimu secara utuh seperti menyalahkan “Kalau kamu tidak bersifat seperti ini, ini semua tidak akan terjadi”, “Kamu terlalu sensitif! coba kurangi itu lalu lihat perbedaannya”, atau sejenisnya dengan tujuan membuatmu berpikir ulang atau merefleksikan kembali kepada dirimu sendiri. Dan masih banyak contoh lainnya yang kemudian berujung pada bentuk-bentuk kekerasan lainnya.
Membuatmu Mempertanyakan Diri Sendiri
Karena gaslighting mengakibatkan toxic relationship yang kemudian mengakibatkan tindak kekerasan yang seakan tidaklah bisa dihindari, korbannya akan terjerat dalam siklus yang sama berulang kali dan terus menerus jika tidak segera memutuskan rantainya. Oleh karena itu, jelas bahwa pelaku yang memiliki kecenderungan untuk melakukan proyeksi dan membalikkan fakta memang membuat jebakan mental tersebut untuk membuat korbannya terus mempertanyakan dirinya sendiri seperti “Apakah ini semua terjadi karena sifatku yang…?”, “Apakah yang tadi aku ucapkan menyakiti hatinya?”, “Apakah aku harus berhenti meragukannya?”, “Apakah benar ini semua salahku?”, “Apakah aku kurang baik?” dan sejenisnya.
Semua itu semata untuk kemudian membuatmu terus menyesal atas perbuatanmu seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dan siap memberikan atau melakukan apapun untuk pelaku atau hubungan yang dimiliki. Dengan terus terjebak dalam siklus ini, kamu bahkan tidak akan menyadari bahwa kamu akan terus merasa gelisah, khawatir, atau tidak bahagia selama relasi ini berlangsung.
Perlu diketahui bahwa gaslighting adalah salah satu taktik yang dilakukan pelaku dan merupakan taktik yang menjadi bibit dari tindak-tindak kekerasan. Maka jika kamu atau kamu mengetahui orang-orang terdekatmu merasakan indikasi-indikasi ini, ketahuilah bahwa kamu tidaklah perlu takut untuk melakukan apa yang terbaik untuk kebahagiaan dan kesehatan psikologismu. Jangan biarkan pelaku menjeratmu dalam rasa sesal dan membuatmu terperangkap dalam siklus yang sama dan memperlakukanmu secara tidak baik karena relasi yang baik seharusnya membuahkan positivitas bagi pihak-pihak yang terlibat, bukan sebaliknya.[]
By: Zevica Rafisna
Ed: WS, JLP
Referensi
https://time.com/5411624/how-to-tell-if-being-manipulated/
https://www.kemenpppa.go.id/index.php/page/read/31/1669/waspada-bahaya-kekerasan-dalam-pacaran
https://www.vox.com/first-person/2018/12/19/18140830/gaslighting-relationships-politics-explained
0 Comments
Leave A Comment