Sebagai pengasuh utama orang tua memegang kendali penting untuk pertumbuhan anaknya, salah asuhan bisa mengarah ke kekerasan emosional anak. Untuk memahami lebih dalam mengenai hal tersebut, mari simak artikel kami mengenai kekerasan emosional pada anak (link artikel “kekerasan emosional anak”). Bukanlah solusi dan cara yang tepat dalam mengasuh anak jika menggunakan kekerasan emosional terhadap anak dengan melabeli anaknya sebagai julukan-julukan yang tidak pantas seperti bandel, nakal, dan lainnya oleh pengasuh atau bahkan orang tuanya sendiri. Namun, sebagai orang tua perlu diketahui dengan seksama bahwa dalam memperhatikan dinamika anak adalah hal yang penting untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan guna meminimalisir keterlambatan penanganan.

Apakah kamu pernah melihat anak di sebuah mall yang tidak bisa diam, atau suka tiba-tiba tantrum? Bisa saja dia memiliki Attention-deficit / hyperactive disorder (ADHD). ADHD dulunya dikenal dengan nama attention deficit disorder (ADD), atau gangguan neurobehavioral yang ditandai dengan kurangnya perhatian, mudah terdistraksi, hiperaktif, dan impulsif. ADHD dianggap sebagai gangguan kesehatan mental anak yang paling umum, dengan prevalensi mulai dari 5% sampai 11%. Pada orang dewasa ADHD bukan suatu gangguan yang umum dengan sekitar 2% sampai 5% orang dewasa yang memilikinya. Bentuk ADHD pada anak adalah merasa sulit untuk berkonsentrasi pada tugas-tugas sekolah, dan dapat mengganggu, menantang, atau mengalami kesulitan untuk berbaur dengan orang tua, teman sebaya, dan juga guru. Anak-anak yang berjuang dengan hiperaktif dan impulsif sering memiliki tantangan perilaku yang sulit untuk diatur oleh orang dewasa.

Penyebab ADHD belum diketahui sampai sekarang, seperti gangguan kesehatan mental dan perilaku lainnya. Kemungkinan gen berperan sebagai penyebabnya, tetapi penelitian terbaru juga melihat paparan racun di lingkungan seperti pestisida, serta merokok saat hamil atau mengonsumsi alkohol. Pola asuh yang buruk bukan juga penyebab ADHD, tetapi gaya dan strategi pengasuhan dapat memiliki efek pada kemampuan untuk anak mengatur diri. Anak-anak yang jarang diajarkan secara disiplin, atau yang lalai, mungkin merasa lebih sulit untuk mengendalikan impuls mereka atau mengarahkan perhatian mereka nantinya.

Tetapi apakah ADHD itu bawaan genetik? Bukti signifikan menunjukkan bahwa ADHD kemungkinan bawaan genetik dan juga pengaruh lingkungan. Penelitian yang menggunakan subjek anak kembar menemukan bahwa kembar identik secara signifikan lebih mungkin daripada kembar fraternal untuk didiagnosis dengan ADHD atau menunjukkan perilaku seperti ADHD. Tidak ada gen spesifik yang dianggap bertanggung jawab untuk ADHD. Namun, seperti banyak kondisi kejiwaan itu dianggap terkait dengan banyak gen, tetapi hanya beberapa yang baru terungkap.

Ada beberapa pengobatan ADHD yang bisa dilakukan yaitu:

  • Obat
  • Terapi Perilaku seperti Cognitive Behavior Therapy (CBT): Membantu penderita ADHD untuk mencoba mengubah pola pikir dan perilaku saat dihadapkan pada situasi dan masalah tertentu.
  • Pelatihan Interaksi Sosial: Membantu penderita untuk memahami perilaku yang layak dalam situasi tertentu

Pengobatan untuk ADHD yang terbaik untuk setiap anak berbeda-beda, dan biasanya menggabungkan obat dan terapi. Pengobatan yang efektif harus mengatasi kedua gejala yang mendasari ADHD seperti impulsif atau distraksi, serta tantangan perilaku dan sosial yang dihasilkan seperti sulit berteman.

Banyak anak pengidap ADHD dikucilkan oleh teman sebaya dan orang dewasa, sebenarnya bukan berarti anak yang memiliki ADHD harus diisolasi justru mereka harus dibimbing dengan baik agar mereka tidak menjadi lebih parah nantinya, karena ADHD sebenarnya tidak bisa sembuh secara total. Sebagai orang tua yang memiliki anak dengan ADHD kalian harus memberitahu kepada anak kalian bahwa dia mengidap ADHD, jangan menuntut anak menjadi “lebih baik”. Ajarkan anak untuk tetap bertanggung jawab, menerapkan aturan dan batasan untuk anak tersebut, bantu mereka untuk menemukan kelebihannya, dan jangan berlaku overprotective agar anak tidak merasa dikucilkan karena mereka mengidap ADHD. []

By: Nanda Novira

 

Ed: FN, WS, JLP

Referensi:

https://www.psychologytoday.com/us/basics/adhd/causes-adhd

https://www.psychologytoday.com/intl/basics/adhd

https://www.alodokter.com/adhd/penanganan

https://hellosehat.com/parenting/tips-parenting/cara-mendidik-anak-adhd/