Self-love, sebagaimana yang kita ketahui, ialah bentuk apresiasi dan kepuasan atau rasa sayang kita terhadap diri sendiri yang sudah seharusnya dilakukan secara utuh dan tulus meliputi kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan yang kita miliki. Itu semua sudah kami ulas dalam artikel sebelumnya. Nah, bagi yang belum membaca artikel terdahulu kami tentang self-love, bisa melihat artikel Mengapa Penting Mencintai Diri sendiri, dan Self-love dan Aspek-aspeknya.
Dalam penerapan dan proses atau perjalanan untuk dapat memenuhi semua aspek dalam self-love, ada sejumlah kendala yang menghambat kita dalam peraihan rasa cinta yang utuh akan diri sendiri. Disadari atau tidak, sebetulnya hambatan-hambatan tersebut pun muncul dari dalam diri kita sendiri. Untuk itu penting bagi kita melakukan identifikasi apa saja faktor penghambat tersebut, dan bagaimana hal tersebut dapat mempengaruhi kita dan mempersulit penerapan self-love.
Berikut faktor penghambat self-love:
Selalu Melakukan Social Comparison
Jika belum familiar dengan apa yang dinamakan dengan social comparison, silahkan simak artikel kami tentang Mengenal Social Comparison, dan Bebaskan Diri Dari Social Comparison, artikel yang membahas tentang kecenderungan untuk mengevaluasi diri dengan cara membandingkan diri dengan orang lain. Social comparison tidak bisa dihindari mengingat interaksi sosial yang terus kita lakukan dengan orang lain, namun terlalu fokus untuk ingin terus menjadi ‘lebih baik’ dari orang lain bukanlah pola pikir yang sehat karena menganggap hampir semua aspek dalam kehidupan adalah persaingan.
Saat membandingkan diri dengan orang lain, seharusnya keunggulan yang dimiliki atau dialami orang lain menjadi memberikan bara api dalam semangat kita untuk senantiasa mengembangkan potensi, maju melampaui kemampuan dan atau berani keluar dari zona nyaman, dan lain sebagainya. Dan seharusnya kesuksesan atau keunggulan dari orang lain membuat kita senang dan senantiasa ingin merasakan kebahagiaan yang sama dengan cara kita sendiri, sesuai dengan bidang keahlian atau minat. Ya, bisa dikatakan ‘bersinar’ dengan ‘sinar’ kita sendiri, karena setiap individu adalah unik, dan semua individu dibekali dengan kelebihan, kekurangan serta kesulitannya masing-masing.
Bagaimana caranya keluar dari jebakan mental yang ada karena terus membandingkan diri dengan orang lain, hal tersebut dapat dilakukan sebagaimana artikel yang pernah kami muat dengan tema Bebaskan Dirimu Dari Social Comparison.
Terlalu Fokus pada Kekurangan Ketimbang Kelebihan
Perlu diketahui berdasarkan penelitian, manusia memang pada dasarnya memiliki keterkaitan kuat akan segala hal yang bersifat negatif ketimbang positif, baik dalam bentuk kekurangan, kehilangan, ketidakpandaian, dan lain sebagainya. Dinamika tersebut yang disebut dalam istilah psikologi sebagai negativity bias. Maka tentunya lebih terfokus pada kekurangan diri kita ketimbang aware atau mengetahui atau mengapresiasi ada banyaknya kelebihan-kelebihan dalam diri kita adalah hal yang manusiawi dan wara, namun perlu dipahami bahwa harus bijaksana dalam menanggapinya.
Karena terlalu fokus pada kekurangan-kekurangan dalam diri justru membuat kita semakin merasa tidak mampu, merasa kurang baik atau tidak layak, dan lain sebagainya yang mengarah pada semakin jauh dan sulitnya kita untuk menggapai rasa cinta dan apresiasi utuh terhadap diri sendiri. Jadikanlah kekurangan sebagai penyemangat untuk terus mengembangkan diri dan atau menjadikan pembuka mata kita bahwa memang tidak ada individu yang terlahir sempurna, begitu pula dengan kita dan orang lain, maka akan membuat kita sangat menghargai adanya kemampuan, kepandaian, atau kelebihan dalam diri kita yang jarang atau bahkan terkadang lupa kita sadari dan apresiasi keberadaannya. Sebab kelebihan-kelebihan tersebutlah yang mungkin merupakan keunggulan atau mutu dalam diri kita yang dapat membantu kita meraih apa yang kita inginkan.
Takut Dipandang Egois
Hidup dalam lingkup sosial dengan menyandarkan diri pada ekspektasi-ekspektasi yang dipatok oleh society seolah tidak bisa dihindari, terutama mengingat kita yang hidup di era ini. Namun perlu diketahui bahwa rasa takut atau khawatir dalam diri kita akan pandangan atau pendapat orang lain terhadap diri kita yang mungkin memiliki anggapan bahwa kita egois atau self-centered dengan melakukan penerapan self-love sudah seharusnya dibuang jauh-jauh. Karena kita adalah pengendali hidup kita dan kita memiliki semua hak untuk melakukan hal apapun yang baik untuk diri kita dan menjaga kesehatan psikologis kita dengan mengapresiasi dan mencintai diri sendiri dengan apapun bentuk perwujudannya.
Memprioritaskan diri demi kebaikan dan kesehatan psikologis diri tentu sangat berbeda dengan bersikap egois karena kita tidak merugikan pihak manapun, yang kita lakukan semata dengan satu tujuan yaitu memiliki rasa syukur dan bahagia atau penerimaan secara utuh akan diri sendiri, atau memperlakukan diri sendiri sesuai bagaimana seharusnya. Bukanlah hak orang lain untuk melabeli kita atau menentukan seharusnya kita menjadi siapa atau apa atau juga dengan cara apa.
Gagal ‘Move On’ dari Pengalaman
Kerap terlupakan dan tidak disadari bahwa aspek yang terakhir ini sebetulnya merupakan salah satu penghambat kita menuju self-love yang utuh yang paling kuat impact nya bagi diri kita. Karena tidak smeua orang dibekali dengan sikap pemaaf dan atau tidak semua orang dapat belajar dari pengalaman dengan mudah dan cepat. Betul realita bahwa apa yang kita alami di masa lalu dapat mempengaruhi diri kita dan cara kita mengambil keputusan di kemudian hari, namun tidak sepantasnya pengalaman negatif di masa lalu jutsru membuat lebih banyak lagi beban dan negativitas menimpa diri kita, hingga semakin jauhlah kita dari peraihan dan penerapan self-love yang baik dan efektif.
Memaafkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi atau mungkin kesalahan kita akan pengambilan keputusan yang pernah kita lakukan sangatlah penting untuk dapat bisa move on dari apa yang telah menimpa kita. Berhenti menutup diri dari hal-hal baru yang di luar zona nyaman kita hanya karena kita masih terperangkap dalam jerat masa lalu yang tidak bisa kita ubah atau jangan mengisolasi diri kita dari orang-orang baru. Sudah seharusnya kita belajar dari pengalaman dan bangkit dari ‘keterpurukan’ yang kita rasakan karenanya, dan apresiasi diri kita jika kita mampu melawannya dan bangkit untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik lagi sehingga tidak akan mengulangi kesalahan yang sama.
Baca juga: Move On
Sudah pahamkah ternyata penghalang-penghalang atau penghambat-penghambat tersebut berasal dari pola pikir diri sendiri? Yuk, mari dukung diri untuk lebih mengapresiasi diri kita secara utuh dengan membuang atau meminimalisir secara bertahap penghambat-penghambat tersebut agar lebih cepat bagi kita untuk meraih rasa cinta yang utuh akan diri sendiri yang sudah selayaknya kita lakukan demi kesehatan psikologis dam kepuasan dan kebahagiaan kita yang sebenarnya akan hidup yang kita jalani.
By: Zevica Rafisna
Ed: FN, WS, JLP
Referensi
https://www.inibaru.id/hits/5-alasan-kamu-nggak-bisa-mencintai-diri-sendiri
0 Comments
Leave A Comment