5 Nov 2020 | Disclaimer: Tulisan ini dibuat dengan dukungan dari UNFPA & Australian Aid. Pandangan yang diungkapkan di sini sama sekali tidak dapat dianggap mencerminkan pendapat resmi dari UNFPA dan Australian Aid.
Di masa pandemi COVID-19 ini, banyak orang yang mengalami kesedihan. Mungkin, kita juga salah satu di antara mereka yang bersedih akibat pandemi ini. Kita merasa sedih karena kehilangan orang yang kita kasihi, atau bisa juga karena adanya perubahan drastis dalam kehidupan, seperti kehilangan pekerjaan, stabilitas keuangan, hubungan, komunitas, ataupun kesehatan. Proses mengalami kesedihan ini berbeda-beda pada setiap orang.
Tidak ada aturan dalam bersedih
Ketika kita kehilangan seseorang atau sesuatu yang penting untuk kita, bersedih adalah reaksi natural dan wajar. Mungkin saja, kesedihan yang kita rasakan di tengah pandemi ini sebenarnya adalah kedukaan—reaksi dari kehilangan yang kita alami akhir-akhir ini. Saat kita berduka, kita merasakan rasa sakit yang luar biasa. Penting bagi kita untuk mengakui adanya kehilangan dan rasa sakit yang menyertai duka. Tidak perlu menekan rasa tersebut atau menghindarinya. Kita bisa merasa sedih, kaget, marah, bersalah, pahit, putus asa, atau perasaan apapun. Tidak ada yang salah dengan itu.
Di saat seperti ini, penting sekali untuk belajar mengendalikan emosi dengan cara yang sehat–seperti dengan menangis, menulis, berdoa, dan bercerita. Berusaha menyibukkan diri atau tidak mengingat-ingat demi menekan perasaan-perasaanmu mungkin sering menjadi pilihan yang mudah. Sayangnya, cara ini tidak terlalu membantu. Hidup kita telah berubah ketika kita kehilangan, dan kita akan selalu dihadapkan pada realita ini. Jika kita menekan dan menghindari setiap kita merasa sakit atau sedih, kita akan lelah karena harus terus berusaha keras untuk menekan perasaan-perasaan yang memang berat dan tidak nyaman ini.
Saat kita bersedih, kita masih terus menjalankan rutinitas—bekerja, berbincang-bincang dengan teman dan keluarga, atau membaca buku. Terkadang, kita merasakan keputusasaan dan pikiran-pikiran seperti, “Harusnya aku sudah berhenti merasa sedih” atau “Ini semua salahku” dapat muncul. Penting bagi kita untuk mengingat bahwa pikiran-pikiran ini adalah reaksi dari kesedihan kita bukan kebenaran mutlak. Terkadang, kita bisa kewalahan dengan semuanya. Bisa jadi ada hari-hari yang terasa sangat berat. Di waktu yang lain, kita mungkin merasakan sesuatu yang positif atau menyenangkan, yang kita anggap “tidak pantas”. Misalnya, saat kita bisa tertawa atau merasa lega. Selalu ingat bahwa semua ini adalah hal yang wajar dalam proses bersedih kita.
Merawat diri dan menjaga kesehatan juga penting sekali. Makan yang sehat, tidur yang cukup, dan olahraga dengan teratur. Selain itu, komunikasi dengan orang lain juga sangat penting dalam pemulihan. Kesedihan dan rasa sakit yang kita alami kadang membuat kita ingin menarik diri. Akan tetapi, jangan takut untuk menghubungi orang lain ketika kita butuh teman atau bantuan. Meskipun kita bukan orang yang biasa membuka diri dan membicarakan perasaan dengan orang lain, penting bagi kita untuk belajar mengekspresikannya atau bercerita pada orang lain ketika kita bersedih.
Pada intinya, tidak ada aturan dalam bersedih. Kita boleh mengambil waktu selama mungkin yang kita perlu untuk pemulihan. Tidak apa-apa jika kita masih merasa sedih ketika menjalankan rutinitas, atau sedang menghabiskan waktu bersama teman. Take your time.
Bersedih semasa pandemi
Pandemi bisa membatalkan rencana-rencana kita, tapi tidak kesedihan kita. Yang terasa berbeda di masa pandemi ini adalah kita harus mengurangi kontak (fisik) dalam proses mengalami kesedihan, misalnya tidak ke rumah duka, atau mendapatkan dukungan dan penghiburan secara “langsung” dari orang-orang terdekat. Di situasi berat seperti kehilangan dan kedukaan, kita memerlukan dukungan dari orang-orang sekitar, dan hal ini semakin dipersulit dalam kondisi pandemik saat ini.
Karenanya, coba lakukan beberapa hal berikut agar kita tetap bisa mendapatkan dukungan:
- Tetap berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman terdekat.
Bercerita atau menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekat—walaupun mungkin lebih banyak lewat pesan dan telepon— bisa memberikan dukungan di masa sulit ini. Kita juga bisa mengatur pertemuan-pertemuan virtual agar bisa merasa lebih dekat.
- Membuat kenangan melalui aktivitas bersama.
Membuat buku kenangan bersama melalui blog atau Facebook page—sehingga orang lain bisa mengontribusikan berbagai cerita dan foto—bisa memberikan perasaan kebersamaan. Kita juga bisa melakukan aktivitas bermakna (yang memerhatikan protokol kesehatan) seperti menanam pohon, atau menyiapkan makanan dalam rangka mengenang almarhum/almarhumah.
- Meminta bantuan dari orang lain.
Tidak perlu ragu untuk bertanya pada orang-orang terdekat jika kita memang membutuhkan dukungan atau bantuan lain. Juga, jika kita membutuhkan dukungan untuk kesehatan mental di saat yang sulit ini, tidak perlu ragu untuk mengontak komunitas agama, konseling untuk kedukaan atau kesehatan mental lewat telepon atau secara online.
- Menyalurkan hobi dan kreativitas lain yang belum sempat dilakukan di rumah.
Melakukan aktivitas yang disenangi adalah salah satu bentuk self-care yang bisa dilakukan di rumah. Akhir-akhir ini, ada banyak sumber dan kegiatan online yang mudah diakses supaya kamu dapat menikmati atau memperdalam hobimu. Terlebih lagi, banyak di antaranya yang tersedia gratis, seperti seminar atau sesi melukis bersama.
Memberikan dukungan untuk orang lain yang sedang bersedih
Hal terbaik yang bisa kita lakukan untuk teman atau keluarga yang sedang bersedih dalam situasi pandemi ini adalah mendengarkan. Penting juga untuk memperhatikan apa yang kita ucapkan. Misalnya, saat mereka sedang berduka, hindari bertanya apakah almarhum/almarhumah terjangkit COVID-19. Terlepas dari topik COVID-19 yang sedang hangat, meninggalnya almarhum/almarhumah merupakan sesuatu yang berat bagi mereka yang berduka. Sebaliknya, yang bisa kita lakukan adalah menanyakan pertanyaan tentang keadaan mereka dan berbagi kenangan agar mereka memiliki ruang untuk bercerita dalam kesedihan mereka.
Jika memungkinkan, tanyakan kabar mereka dengan rutin dan tawarkan bantuan kita. Contohnya, kita bisa bertanya apakah mereka butuh dikirimkan makanan—beberapa orang tidak terpikir untuk memasak saat sedang bersedih. Ada juga yang mungkin butuh ditemani. Tanyakan apa yang mereka butuhkan dan apa yang bisa kita bantu.
Dalam proses pemulihan dari berduka karena kehilangan, mereka mungkin memerlukan banyak dukungan dan waktu yang lama. Yang terpenting dalam memberikan dukungan adalah: tidak memberikan batas waktu untuk mereka berduka. Berilah ruang untuk mereka berduka. Kita cukup memberitahunya bahwa kita ada untuknya, dan mereka boleh mengambil waktu selama apapun untuk berduka.
Mengalami kesedihan dan duka adalah sebuah proses panjang yang berat dan berbeda-beda untuk setiap orang. Pandemi COVID-19 bisa membuat proses ini menjadi lebih menantang. Selain itu, dalam masa pandemi ini, duka bisa jadi bukan hanya soal kehilangan orang terdekat, tetapi juga perubahan-perubahan drastis dalam hidup. Jadi, tidak perlu sungkan untuk mencari bantuan jika kita memang mengalami perasaan atau perubahan emosi di saat sulit seperti ini. Saling memahami emosi serta memberikan ruang pemulihan juga menjadi salah satu hal penting yang perlu kita perhatikan. Yang terpenting, selalu ingat bahwa kamu tidak sendiri.
Jika membutuhkan dukungan profesional dalam mengatasi kesedihan dan kedukaan, bisa menghubungi Yayasan Pulih pada jam kerja dan hari kerja di 021-78842580 atau via Whatsapp 08118436633.
Sumber
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/stress-coping/grief-loss.html
https://www.psychologytoday.com/us/basics/grief
https://www.psychologytoday.com/us/articles/201806/loss-love
https://kawalcovid19.id/content/1211/menyikapi-kedukaan-dan-kehilangan-saat-pandemi
0 Comments
Leave A Comment