Saat kita mendengar ada orang terdekat kita mengalami kekerasan, pastinya kita sangat ingin membantu. Namun, terkadang kabar yang mengejutkan seperti itu, dapat membuat kita menjadi kebingungan dalam menentukan tindakan apa yang dapat membantu untuk mendorong proses pemulihan. Jadi, apa yang sebaiknya kita lakukan untuk menolong serta mendukung proses pemulihan orang terdekat yang mengalami kekerasan berbasis gender (KBG)?
Salah satu hal yang kita bisa lakukan untuk membantu orang yang mengalami peristiwa traumatis, adalah dengan memberikan Psychological First Aid (PFA, atau Dukungan Psikologis Awal). Sama seperti pertolongan pertama untuk luka fisik, kita sebagai orang awam boleh memberikan PFA dengan bertanggung jawab—setelah mempelajarinya dan melatihnya—pada orang yang memerlukannya.
PFA adalah tindakan suportif dan empatis, berupa dukungan sosial, emosional, atau praktis yang diberikan terhadap seseorang yang mengalami peristiwa krisis. Dalam menyediakan PFA, kita harus selalu menghormati keamanan, harga diri, dan hak-hak mereka. Kunci utama dalam pemberian PFA adalah kenali dan penuhi kebutuhan mereka. Sehingga, kita tidak memaksakan bantuan atau proses pendampingan terhadap mereka. Mereka tetap berhak untuk membuat pilihan mereka sendiri. Dalam mendukung pemulihan, mereka juga berhak atas kerahasiaan (confidentiality), informasi, serta bantuan tanpa diskriminasi.
Empat langkah dalam PFA adalah: Prepare (Persiapan), Look (Lihat), Listen (Dengar), dan Link (Hubungkan).
Prepare: pelajari situasinya dan layanan lokal yang tersedia
Memahami kekerasan dan kesehatan mental bisa dimulai dari berbagai buku dan sumber online yang terpercaya. Kita juga dapat mendengarkan atau membaca tentang pengalaman orang lain. Secara spesifik, pelajarilah lebih dalam mengenai apa yang dihadapi oleh orang terdekatmu—baik itu mengenai menghadapi trauma, masalah mental ataupun KBG.
Edukasi diri itu penting sebab ada banyak mitos keliru serta stigma yang bisa menghambat proses pemulihan. Ditambah lagi, ada kalanya kita harus bisa menyediakan informasi tentang organisasi dan tenaga kesehatan profesional yang dapat mereka hubungi. Untuk daftar organisasi yang menyediakan berbagai macam bantuan, silakan melihat bagian akhir dari artikel ini.
Selain itu, kita juga perlu mengenali orang-orang yang memerlukan pertolongan yang mendesak, misalnya: orang-orang dengan luka fisik yang serius, orang-orang yang sangat terpukul sehingga mereka tidak dapat mengurus dirinya sendiri atau anak-anaknya, orang-orang yang memiliki potensi menyakiti diri sendiri atau orang lain.
Baca juga: Memahami Kekerasan Berbasis Gender
Look: melihat kebutuhan mereka
Apakah mereka butuh bantuan praktis, seperti air, tisu, atau tempat yang privat untuk bercerita? Atau ada keperluan yang lebih mendesak seperti bantuan medis, selimut, pakaian ganti? Di dalam konteks pandemi ini, banyak hal yang berubah dengan adanya pembatasan sosial. Maka, penting juga untuk mempertimbangkan, bagaimana caranya untuk membantu dan menunjukkan kepedulian pada mereka di tengah pandemi?
Tanyakan apa yang mereka butuhkan, atau apa yang kita bisa lakukan untuk mereka. Ingat untuk tidak memaksakan bantuan kita. Sebab, kita perlu menghargai hak mereka untuk mengambil keputusan sendiri.
Listen: mendengarkan dengan empati
Mungkin ini adalah salah satu hal terpenting yang bisa kita lakukan, ketika ada yang mengatakan bahwa mereka baru mengalami sesuatu yang buruk. Berempati berarti kita perlu mendengarkan tanpa penghakiman dan memberikan mereka ruang untuk bercerita. Biarkan mereka mengekspresikan emosi mereka dengan cara mereka sendiri—baik itu dengan menangis, berteriak, marah, atau dalam diam. Hindari mempertanyakan cerita mereka atau mendesak informasi lebih. Jangan lupa bahwa prioritas kita bukan terletak pada detil cerita mereka ataupun memuaskan rasa penasaran kita, namun pada bagaimana mendengarkan mereka.
Selama mendengarkan, kita dapat menenangkan serta memberikan rasa nyaman (comfort) pada mereka. Cara-cara praktis contohnya, mengapresiasi keberanian mereka untuk bercerita, dan menekankan bahwa yang terjadi bukanlah salah mereka. Sebagai orang terdekat mereka, kita juga dapat mengingatkan mereka bahwa mereka tetap merupakan individu yang layak dan berharga dan kita siap mendukung proses pemulihannya. Memeluk mereka juga mungkin membantu. Namun pahami bahwa kontak fisik, untuk beberapa orang yang baru mengalami kekerasan bisa jadi menimbulkan rasa tidak nyaman.
Baca juga: Mitos-mitos tentang Pelecehan dan Kekerasan Seksual
Link: hubungkan mereka dengan bantuan dan informasi lainnya
Dalam proses pemulihan, kita berfokus pada kebutuhan mereka. Ini juga berarti kita mengenali batas bantuan kita, terutama karena kita bukan tenaga profesional. Misalnya, kita tidak memberikan opini ataupun nasihat, atau mengasumsikan apa yang terbaik bagi mereka.
Maka itu, mungkin kita perlu menghubungkan mereka dengan bantuan profesional. Kita juga boleh menanyakan apakah ada orang lain yang mereka percaya untuk memberikan dukungan. Yang terpenting, ingat untuk tidak mengasumsikan apa yang mereka butuhkan atau inginkan. Katakan pula bahwa mereka tidak harus mengambil keputusan sekarang, dan mereka bisa mengakses bantuan tersebut kapan saja ketika mereka siap.
Terus mendukung mereka selama proses pemulihan
Dukungan sosial dari orang terdekat itu penting bagi proses pemulihan penyintas KBG, sebab seringkali penyintas KBG menginternalisasi respons orang-orang sekitar terhadap KBG. Jika kita memberikan respons positif seperti mendengarkan mereka dengan empati, dan mendukung mereka dalam mencari bantuan profesional, hal-hal seperti ini dapat membantu proses pemulihan mereka.
Baca juga: Mencari Bantuan Kesehatan Mental
Proses pemulihan tidaklah lepas dari konteks keseharian kita. Respons masyarakat terhadap peristiwa KBG biasanya dipengaruhi oleh norma-norma sosial yang ada, yang terkadang dapat membahayakan. Sayangnya, masih banyak di antara kita yang memberikan respons negatif dalam kasus KBG. Contoh-contoh respons sosial yang negatif adalah tidak mempercayai penyintas KBG, menyalahkan mereka, membandingkan/mengecilkan pengalaman mereka, atau menghakimi mereka karena kesedihan serta ketakutan yang masih dirasakan lama setelah pengalaman kekerasannya. Ditambah lagi, terkadang ada normalisasi kekerasan terhadap perempuan. Ini seringkali berdampak sehingga penyintas merasa malu, menyalahkan diri sendiri, dan ketakutan atas penghakiman.
Maka, penting bagi kita—sebagai bagian dari sistem dukungan sosial (support system) mereka dan bagian dari masyarakat— untuk memperhatikan bahwa kita tidak ikut memperkukuh stigma blaming the victim dan norma gender berbahaya yang ada di sekitar kita. Sebaliknya, kita berusaha mendampingi orang terdekat kita mencari bantuan, dan mendampingi selama waktu yang mereka butuhkan untuk pulih.
Proses pemulihan dari trauma seringkali membutuhkan waktu yang lama. Maka, ketika kita mendampingi orang terdekat kita, berikanlah mereka ruang untuk mereka bersedih, bercerita, dan mengambil keputusan sendiri. Dukunglah mereka sesuai apa yang mereka butuhkan. Yang terpenting, ingatkan bahwa mereka tidak sendiri, dan bahwa kita ada untuk mereka.
Daftar layanan untuk penyintas KBG
Perlindungan Hukum:
- Polres dengan unit PPA
- LBH APik
- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban
- Lembaga Bantuan Hukum/LBH
Layanan Psikologis:
- Yayasan Pulih
- Bantuan profesional untuk kejiwaan terdekat bisa dilihat di:
http://sehat-jiwa.kemkes.go.id/info_pelayanan/fasilitas atau
Layanan Terpadu (Rumah aman, Psikologis, Medis, Hukum):
- Pusat Layanan Terpadu bagi Perempuan dan Anak (P2TP2A)
Layanan Pengaduan:
- Komnas Perempuan
Layanan Medis:
- Puskesmas/Rumah Sakit terdekat
Tambahan Layanan Medis untuk daerah Jakarta:
- Klinik Angsamerah (Jakarta Selatan)
- Klinik PKBI (Jakarta Timur)
- Klinik PKBI (Jakarta Pusat)
- Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (Jakarta Pusat)
- Rumah Sakit Kepolisian Pusat Raden Said Sukanto (Jakarta Timur)
By: Natasha Santoso
Sumber:
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/44615/9789241548205-ind.pdf
http://yayasanpulih.org/2020/08/kenapa-anak-rentan-menjadi-korban-kekerasan-seksual/
Sinko, Laura, & Saint Arnault, Denise. (2019). Finding the Strength to Heal: Understanding Recovery After Gender-Based Violence. Violence against Women, 26(12-13), 1616-1635. DOI: 10.1177/1077801219885185
ini maksudnya gimana? mungkin bisa dielaborasi
0 Comments
Leave A Comment