Disclaimer: Tulisan ini dibuat dengan dukungan dari UNFPA & DFAT. Pandangan yang diungkapkan di sini sama sekali tidak dapat dianggap mencerminkan pendapat resmi dari UNFPA dan DFAT.
Fenomena kekerasan berbasis gender (KBG) dialami oleh 35% perempuan di seluruh dunia dan pada umumnya tidak semua korban KBG melaporkan kekerasan yang mereka alami. Sehingga, seringkali fenomena KBG disebut dengan fenomena gunung es, karena laporan resmi jumlah kasus tidak mencerminkan masalah yang sebenarnya jauh lebih banyak. Menurut UNICEF, 15 juta perempuan usia 15-19 tahun di seluruh dunia, telah mengalami kekerasan seksual. Namun, hanya sekitar satu persen dari remaja perempuan tersebut mencari bantuan profesional (secara medis, psikologis, hukum, ataupun lewat lembaga sosial). Hal ini juga terjadi di Indonesia. Berdasarkan Catatan Tahunan 2020 (CATAHU 2020) Komnas Perempuan, dalam 12 tahun, kekerasan terhadap perempuan meningkat hampir 8 kali lipat. CATAHU 2020 mencatat adanya kenaikan 6% kasus KBG terhadap perempuan dari tahun 2018 ke 2019. Pada tahun 2019, sekitar 75% kasus kekerasan yang dilaporkan pada Komnas Perempuan dan lembaga mitra penyedia layanan, terjadi dalam ranah privat/personal.
Dengan adanya pandemi COVID-19 yang mengakibatkan pembatasan pergerakan dan akses terhadap layanan, maupun munculnya tekanan-tekanan sosioekonomi baru seperti, banyak yang kehilangan sumber finansial, maka risiko munculnya kekerasan di ranah privat dapat meningkat.
Meskipun laki-laki kerap kali dikonotasikan menjadi pelaku kekerasan, namun pada dasarnya tidak semua laki-laki merupakan pelaku kekerasan. Bahkan laki-laki dapat mengambil bagian, bersama-sama dengan perempuan dalam mencegah KBG, dan mendukung perempuan untuk hidup bebas dari kekerasan. Sebagai bagian masyarakat, laki-laki dapat berkontribusi di berbagai level dalam masyarakat: individu, sebagai pasangan, keluarga, komunitas, sampai tingkat institusi dan kebijakan.
Mengapa laki-laki perlu mengambil bagian dalam pencegahan KBG?
- Keterlibatan laki-laki penting dan efektif dalam mengubah norma gender berbahaya yang mendasari KBG
Ada norma-norma gender berbahaya yang melatarbelakangi ketidakadilan gender serta relasi kuasa yang tidak seimbang. Contoh norma gender berbahaya adalah ketika masyarakat menuntut laki-laki harus “kuat” dengan melanggengkan perilaku kekerasan, tidak boleh menangis, serta merasa memiliki keistimewaan sebagai laki-laki, sehingga memandang perempuan sebagai sub-ordinat. Padahal, “kekuatan” dapat diekspresikan dengan cara lain—yang mungkin beberapa di antaranya telah kita praktikkan. Misalnya, dapat melakukan tanggung jawab dengan baik, membantu orang lain, berempati dan mempunyai resiliensi ketika menghadapi tantangan hidup. Seringkali kita mempraktikkan nilai-nilai yang berbahaya karena tidak mengetahui adanya alternatif positif. Contohnya, sebagai alternatif dari toxic masculinity, ada maskulinitas yang positif.
Baca juga: Toxic Masculinity dan Maskulinitas Positif
Norma-norma seperti ini tentunya berdampak bagi kehidupan kita, termasuk juga laki-laki. Misalnya, laki-laki menjadi sulit untuk mengekspresikan emosi, merasa rentan dan mencari bantuan profesional baik secara medis maupun psikologis. Norma sosial berbahaya juga dapat menyebabkan terjadinya KBG. Laki-laki dapat menjadi korban dari nilai gender yang berbahaya, sehingga mereka pun rentan menjadi korban KBG ataupun menjadi pelaku KBG. Dengan demikian, mengubah norma gender berbahaya menjadi salah satu cara untuk mencegah KBG.
Baca juga: Memahami Kekerasan Berbasis Gender
Maka itu, sebagai bagian dari masyarakat, serta penggerak yang dapat mempengaruhi laki-laki lain, kita perlu memastikan laki-laki terlibat dalam upaya pencegahan KBG dan dalam mengubah norma sosial yang berbahaya.
- Keterlibatan laki-laki dapat berdampak positif bagi kehidupan perempuan dan laki-laki.
Mayoritas korban KBG adalah perempuan dan tentunya mereka akan mendapat manfaat ketika laki-laki dalam komunitas ikut mencegah dan mengurangi KBG. Hal yang paling utama, perempuan bisa mendapat hak mereka untuk hidup aman tanpa kekerasan. Kekerasan mempengaruhi kondisi psikososial korbannya – dari kesehatan fisik, mental, sampai keadaan sosioekonomi. Sehingga, dengan berkurangnya kekerasan, kesehatan perempuan dan kesejahteraan mereka dapat meningkat.
Selain itu, laki-laki dapat lebih leluasa untuk mengekspresikan perasaannya secara positif dan mencari berbagai alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif. Dengan mempraktikkan nilai maskulinitas positif, laki-laki bisa dibebaskan dari norma gender yang membatasi. Salah satunya adalah kebebasan untuk bisa mengenali apa yang dirasakan dan diinginkan, serta memegang nilai-nilai positif dalam hidup, tanpa takut dianggap “kurang laki-laki”. Misalnya, kita bisa lebih bebas dalam mengekspresikan kasih sayang lewat terlibat dalam pengasuhan anak dan terlibat dalam pekerjaan domestik bersama ibu atau saudara perempuan. Sehingga, relasi kita dengan pasangan dan anak menjadi lebih erat.
Dalam pencegahan KBG, terlihat bahwa keadilan gender bukan berarti laki-laki kehilangan “kekuatan” atau “kehormatannya”. Sebab, memilih tidak melakukan kekerasan bukan berarti “kelemahan”. Sebaliknya, kita menunjukkan kekuatan dan kehormatan ketika kita melakukan peran positif dalam masyarakat.
Bagaimana caranya mulai terlibat dalam pencegahan KBG?
Hal pertama yang bisa kita lakukan adalah berefleksi: memahami pola asuh yang diberikan pada laki-laki. Maskulinitas macam apa yang diajarkan dan kita praktikkan? Bagaimana dampaknya pada hidup kita dan orang lain?
Contohnya, kebiasaan menyangkal rasa frustrasi dan kesedihan yang kita alami, membuat kita tidak mengenal emosi kita, sehingga tidak dapat meregulasinya dengan baik. Ketidakmampuan untuk mengakui kerentanan kita atau adanya masalah, juga membuat kita menunda mencari bantuan medis atau psikologis. Atau, kita pernah ikut tawuran supaya tidak dibilang laki-laki pengecut, supaya maskulinitas kita tidak runtuh di depan teman-teman. Dampaknya, kita terluka dan menyebabkan luka fisik pada orang lain. Mungkin juga, untuk menunjukkan sisi maskulinitas, kita pernah melecehkan perempuan ataupun orang lain yang kita anggap lebih lemah dan tidak berdaya.
Di sisi lain, kita mungkin pernah melakukan peran positif—seperti menjadi support system yang baik untuk orang terdekat kita, atau terlibat dalam tugas domestik dan pengasuhan anak. Namun selama ini, kita mendapat respons negatif dari komunitas kita. Dengan pemahaman yang benar, kita mengerti bahwa hal-hal positif ini adalah tindakan yang baik yang perlu kita teruskan.
Selanjutnya, baru kita bisa memikirkan apa yang ingin kita ubah dari pola pikir dan tindakan kita. Misalnya, bagaimana kita mengekspresikan maskulinitas positif dalam hubungan keluarga, pertemanan, dan di pekerjaan? Sebab setiap orang hidup dalam konteks yang berbeda, maka apa yang dapat kita lakukan pun berbeda.
Jika sebelumnya kita pernah melakukan catcalling, atau bentuk-bentuk KBG lainnya tanpa kita sadari, kita dapat mulai mengedukasi diri dan berhenti menjadi pelaku KBG. Dalam keluarga, kita bisa mulai terlibat dalam pekerjaan domestik, karena pekerjaan domestik dan publik sama pentingnya. Dalam pekerjaan di ranah publik, kita mendorong partisipasi bermakna perempuan dalam diskusi dan pengambilan keputusan kebijakan penting. Ada banyak hal yang dapat kita lakukan dalam konteks kita masing-masing agar dapat lebih adil gender dalam perilaku kita.
Baca juga: Pelibatan Laki-Laki dan Edukasi Sejak Dini Sebagai Pencegahan KBG
Perubahan selalu dimulai dari diri sendiri. Ketika baru memulai, ada banyak hal yang masih kita tidak mengerti, sehingga penting untuk terus belajar dan mendengarkan. Pemahaman yang benar itu penting. Misalnya, beberapa pelaku KDRT sekarang mengkampanyekan penghentian KBG setelah mengikuti rangkaian kelas mengenai isu gender. Mungkin pembelajaran kita dapat diteruskan dengan melihat bagaimana laki-laki lain mendukung hak perempuan dan terlibat dalam pencegahan KBG. Sistem dukungan sosial yang kuat, dimana kita dapat saling belajar dan mendukung laki-laki lain dalam keadilan gender juga penting. Perlu diingat dalam proses ini, bahwa kita harus mendengarkan perempuan dan tidak mengasumsikan apa yang terbaik untuk mereka.
Seringkali, kita tidak langsung bisa menjadi orang yang vokal di publik soal pencegahan KBG dan isu gender. Mungkin ini karena kebingungan cara penyampaian, atau ada ketakutan akan penilaian orang lain. Setelah belajar dan melihat contoh-contoh positif yang telah dilakukan, kita dapat memiliki argumen dan mental yang cukup untuk memulai dialog dalam pekerjaan kita, dan dalam pembicaraan dengan teman laki-laki lain. Kita juga dapat menunjukkan dengan perilaku menjadi contoh positif dalam lingkungan kita, dan mempengaruhi orang lain untuk mengubah pemahaman dan perilakunya agar lebih adil gender. Beberapa di antara kita mungkin memiliki kewenangan untuk mengurangi KBG dalam institusi atau lewat kebijakan publik.
Baca juga: Tahukah Kamu Seberapa Penting RUU PKS Untuk Disahkan?
Laki-laki memiliki peran krusial dalam setiap level masyarakat – sebagai anggota keluarga, pasangan, teman, kolega, pembuat kebijakan dan sebagainya – untuk bersama dengan perempuan mengurangi KBG. Untuk mencegah KBG, kita harus mengubah norma-norma gender berbahaya dan berbagai bentuk diskriminasi gender yang mendasari KBG dan ketidakadilan gender. Pada akhirnya, laki-laki yang “kuat” bukanlah laki-laki yang melakukan KBG, melainkan laki-laki yang dapat mendukung hak perempuan atas kesehatan yang lebih baik, dan kehidupan yang bebas dari kekerasan.
Semoga kita semua dapat mulai berempati dan terlibat dalam mengatasi masalah kekerasan.[]
By: Natasha Santoso
Sumber:
http://yayasanpulih.org/2020/06/tahukah-kamu-seberapa-penting-ruu-pks-untuk-disahkan/
http://menengage.org/wp-content/uploads/2014/04/WRC-statement-on-men-and-GBV.pdf
https://www.who.int/violence_injury_prevention/violence/gender.pdf
https://www.unwomen.org/en/what-we-do/ending-violence-against-women/facts-and-figures
https://www.catalyst.org/wp-content/uploads/2019/01/Engaging_Men_In_Gender_Initiatives_What_Change_Agents_Need_To_Know.pdf
https://komnasperempuan.go.id/pengumuman-detail/siaran-pers-dan-lembar-fakta-komnas-perempuan-cata
Lembar Fakta dan Temuan Kunci Catatan Tahunan (CATAHU) 2020, https://drive.google.com/file/d/1cXQ77iUD5fPk3_HJ-s6X01pfY91MnOGh/view?usp=sharing
0 Comments
Leave A Comment