Tradisi yang paling khas dari hari raya Idul Fitri di Indonesia, atau yang biasa disebut lebaran, ialah bersilaturahmi dan saling meminta maaf satu sama lain. Prosesi meminta maaf selain menjadi tradisi, juga memiliki arti penting dalam konteks kehidupan sosial sehari-hari, dan memiliki dampak positif secara pribadi. 

Tapi, bila kita adalah pihak yang dirugikan, apa manfaatnya buat kita secara individu dengan memaafkan orang yang pernah melukai batin kita? 

Luka batin dapat dialami oleh setiap orang akibat suatu peristiwa baik yang disengaja atau tidak. Selain itu, kadang ada orang yang tidak yang menyadari mengenai luka batin, yang ia alami ada perasaan jengkel, sedih, marah, dan lain sebagainya. Jadi, apa itu sebenarnya luka batin? Yang jelas luka batin tidak terlihat secara fisik, karena luka batin berada di dalam diri manusia, dan terjadi akibat suatu tekanan berat dan terjadi secara terus menerus (Pambayun, 2019). Batin yang terluka dapat menyebabkan banyak dampak pada perasaan individu, seperti rasa sedih yang tidak menentu, kemarahan, emosi yang tidak bisa dikendalikan, rasa jengkel, hidup tanpa arah, bahkan sampai pada tahap keinginan untuk mengakhiri hidup (Pambayun, 2019). Menurut Kristi Poerwandari, luka batin mencerabut jangkar psikologis atau akar terdalam dari rasa aman manusia (yayasanpulih.org 2018). 

Baca juga: Luka Batin

Sebagaimana dikatakan oleh Felicia (2010) dalam Siregar (2012), luka batin dapat terjadi dalam setiap tahap kehidupan, bahkan pemicu luka batin dapat muncul sejak seseorang masih dalam masa kandungan hingga memasuki masa remaja dan dewasa. Hal ini dapat diartikan tidak ada orang yang sepenuhnya aman dari tekanan atau peristiwa yang dapat menyebabkan luka batin.

Memaafkan untuk Menyembuhkan

Seseorang yang terluka batinnya, akan sulit memaafkan pihak yang menyebabkan luka tersebut terjadi. Namun, menurut McCullough et. al. (2000; dalam McCullough & Witvliet, 2002) memaafkan justru dapat menjadi penyembuh luka batin yang dirasakan. Itu karena sikap memaafkan yang tulus akan merespon penyebab luka batin yang dimiliki menjadi lebih positif. Sementara itu, menurut Wardhati & Faturochman (2006), memaafkan merupakan usaha membuang keinginan membalas dendam dan sakit hati yang bersifat pribadi terhadap pihak yang bersalah, dan mempunyai keinginan untuk membangun hubungan kembali.

Baca juga: Mengenal Rumination: Terjebak dalam Pikiran Negatif dan Berulang

Siregar (2012), menyatakan seseorang dengan luka batin memiliki pilihan untuk memaafkan penyebab luka batin yang dimiliki, atau ia bertahan dengan pilihan tidak memaafkan. Namun, ketika ia memilih untuk memaafkan, maka ia akan bisa merasakan kedamaian di dalam hatinya. 

Enright & Coyle (dalam Worthington, 1998), menemukan, mereka yang mempertahankan kemarahan atas luka batinnya, telah membuat dirinya menderita sendiri. Dengan memaafkan merupakan sikap yang tepat untuk bisa berdamai dengan diri sendiri.

Ketika seseorang memilih untuk memaafkan, hal itu bukan berarti ia mengalah dan menyerah pada keadaan, sebaliknya, memaafkan merupakan mekanisme pelepasan rasa bersalah, rasa tidak nyaman, rasa benci atau rasa marah baik pada diri sendiri ataupun pada orang lain. Itu karena ketika seseorang memaafkan ia juga bukan menghindari atau menyangkal fakta kalau suatu peristiwa tidak menyenangkan pernah terjadi pada dirinya, namun, memaafkan justru membantu dia untuk menerima dan berpikir lebih baik untuk bisa terus menjalankan hidup dengan perasaan yang lebih positif. 

Baca juga: Bicara Pada Diri Sendiri

Memaafkan buat sebagian orang adalah hal yang sulit bisa dilakukan, itu karena memaafkan merupakan proses yang memerlukan waktu dan dapat dilakukan secara perlahan (Smedes, 1984; dalam Wardhati & Faturochman, 2006). Jika luka batin dan sakit hati yang dirasakan semakin parah, maka semakin lama pula waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk bisa memaafkan orang lain. Namun, hal terpenting yang perlu diingat adalah bagaimana hasil akhir dari memaafkan seseorang atau terhadap diri sendiri dapat memberikan kita suasana hati dan pikiran yang lebih tenang[].

 

By: Fathia Rachma Aurelia Zahra Natadisastra

 

Referensi

https://www.kompasiana.com/pambayun/5c6b97ea43322f07e8535099/luka-batin-dan-cara-mengobati?page=all

Siregar, C. (2012). Menyembuhkan luka batin dengan memaafkan. Humaniora, 3(2), 581-592. 

McCullough, M. E., & Witvliet, C. V. (2002). The psychology of forgiveness. Handbook of positive psychology, 2, 446-455.

Wardhati, L. T., & Faturochman, F. (2006). Psikologi pemaafan. https://www.researchgate.net/publication/336579274_Psikologi_Pemaafan

https://pijarpsikologi.org/mengobati-luka-batin-dengan-memaafkan-diri-sendiri/

http://yayasanpulih.org/2018/01/memahami-luka-batin/