Halo, Sahabat Pulih!

Pada artikel sebelumnya, kita sudah membahas mengenai bystander effect, fenomena dimana fenomena semakin banyak orang yang berada di sekitar situasi tersebut, semakin kecil kemungkinan seseorang untuk mengambil tindakan untuk membantu seseorang dalam kondisi darurat seperti pelecehan seksual.

Baca juga:Mengenal Fenomena Bystander Effect pada Peristiwa Kekerasan Seksual

Pada dasarnya, terdapat dua jenis bystander, yakni active bystander, dan passive bystander. Active bystander merupakan saksi yang melakukan sesuatu untuk mencoba dan memperbaiki situasi darurat. Sedangkan, passive bystander adalah saksi yang telah melihat situasi darurat yang buruk terjadi, namun memilih untuk untuk mengabaikan situasi atau tidak melakukan apa-apa.

Setelah mengetahui apa fenomena yang kerap terjadi dalam peristiwa darurat di ruang publik, tentunya juga penting bagi kita untuk menghindari fenomena bystander effect dan menjadi active bystander.

Adapun hal tersebut dapat dilakukan dengan mengenali bystander intervention.

 Apa itu bystander intervention?

Bystander intervention merupakan tindakan mengenali situasi atau interaksi yang berpotensi membahayakan dan memilih untuk merespons dengan cara yang dapat memengaruhi situasi secara positif.

Bystander intervention dapat menunjukkan keberpihakan pada korban dan turut membantu untuk meningkatkan rasa aman di ruang publik. Dengan adanya intervensi yang dilakukan oleh (minimal) satu orang, hal tersebut dapat mendorong orang lain untuk turut membantu. Sebab, manusia sebagai makhluk sosial memiliki konformitas tinggi untuk mengikuti perilaku-perilaku yang sesuai dengan norma masyarakat.

Apa saja 5 teknik bystander intervention?

Hollaback! merumuskan 5 teknik intervensi yang dapat dilakukan pada situasi darurat di ruang publik. Teknik ini dikenal sebagai 5D. 

Distract

Distraksi merupakan cara yang cukup efektif dalam mengintervensi peristiwa pelecehan seksual. Tujuan utama dari teknik ini adalah untuk menginterupsi dan menggagalkan pelecehan yang terjadi. Hal ini dapat memberikan pelaku sinyal bahwa korban tidak sendiri dan terdapat orang lain yang memperhatikan interaksi korban dan pelaku. Distraksi dapat dilakukan dengan:

  • Berpura-pura tersesat dengan menanyakan jam maupun arah lokasi kepada korban
  • Berpura-pura mengenal korban dan mengajaknya mengobrol dalam waktu yang panjang, alihkan perhatian pelaku.
  • Menyelak dengan berdiri atau melakukan sesuatu di tengah pelaku dan korban
  • Sengaja menjatuhkan sesuatu seperti minuman, uang receh, atau benda lainnya yang dapat mengundang perhatian korban dan pelaku.

Namun, jangan lupa untuk membaca situasi dan pilih metode yang tepat, ya! Pastikan korban dapat menerima sinyal distraksi yang anda berikan.

Delegate

Teknik ini dilakukan dengan mencari bantuan dari pihak lain. Bantuan dapat dicari dari pihak yang berwenang seperti satpam, pengawas, atasan, guru, maupun orang-orang lain yang berada di dalam lokasi peristiwa terjadi. Teknik ini dapat dilakukan dengan melapor, atau bicara dengan orang lain yang turut memperhatikan peristiwa tersebut untuk merencanakan intervensi yang efektif.

Document

Bystander dapat mengamplifikasi situasi ini dengan merekam, mendokumentasikan, serta membagikan peristiwa pelecehan seksual yang terjadi. Hal ini dapat meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai peristiwa pelecehan seksual yang telah terjadi. Namun, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mendokumentasikan peristiwa pelecehan seksual secara bertanggung jawab, yakni:

  • Nilailah situasi dengan bijak. Apabila tidak ada orang lain yang membantu korban, lakukan teknik D lainnya terlebih dahulu. Janganlah merekam tanpa mengintervensi
  • Utamakan keselamatan dan lihat apakah situasi memungkinkan untuk merekam
  • SELALU tanyakan pada korban mengenai apa yang ingin dilakukan terhadap rekaman tersebut
  • JANGAN menunggah atau mengirim rekaman tanpa izin korban.

Delay

Terkadang, terdapat situasi yang tidak memungkinkan untuk bystander untuk bertindak ketika pelecehan terjadi, karena mayoritas peristiwa pelecehan terjadi secara sangat cepat. Namun, bystander dapat melakukan teknik delay ketika korban sudah merasa sedikit lebih tenang. Teknik ini dapat dilakukan dengan:

  • Tanyakan apakah korban baik-baik saja dan tunjukkan empati
  • Tanyakan apakah terdapat hal-hal yang bisa dibantu
  • Tawarkan untuk menemani korban di perjalanan ke tempat tujuan atau menunggu di tempatnya berada
  • Berikan informasi mengenai layanan bantuan korban pelecehan seksual
  • Apabila anda melakukan teknik document, tanyakan apa yang ingin dilakukan terkait rekaman tersebut.

Direct

Bystander dapat melakukan intervensi melalui konfrontasi secara langsung. Namun, teknik ini sangat berisiko terhadap keselamatan orang-orang di sekitar maupun korban. Pelaku bisa saja meningkatkan intensitas pelecehan yang terjadi pada korban dan memperluas sasarannya kepada bystander. Dengan begitu, bystander perlu mengutamakan keselamatannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menggunakan teknik ini. Adapun direct dapat dilakukan melalui konfrontasi verbal seperti:

  • “Hey, itu tidak pantas/tidak sopan/tidak baik!”
  • “Ada apa ya? Mau ngapain?”

Janganlah menginisiasi dialog atau perdebatan dengan pelaku. Jalankan interaksi yang pendek dan ringkas serta tetaplah berada pada sisi korban untuk membela.

Bystander intervention dapat menjadi hal yang berisiko.

Latih dirimu untuk lebih peka terhadap orang-orang yang memerlukan bantuan, tetapi janganlah mengorbankan diri untuk menolong orang lain.[]

 

By: Mutiara Maharani Putri Camelien

 

Referensi

https://www.ihollaback.org/bystander-resources/

http://riseabovethepack.com.au/bystander-intervention/

Chekroun, P., & Brauer, M. (2002). The bystander effect and social control behavior: The effect of the presence of others on people’s reactions to norm violations. European Journal of Social Psychology, 32(6), 853-867.

Bennett, S., Banyard, V. L., & Garnhart, L. (2014). To act or not to act, that is the question? Barriers and facilitators of bystander intervention. Journal of interpersonal violence, 29(3), 476-496.