Disclaimer: Tulisan ini dibuat sebagai bagian dari kampanye yang didukung oleh “Investing in Women (IW), sebuah inisiatif dari Pemerintah Australia. Semua yang tertulis di dalam artikel ini sepenuhnya merupakan buah pikir dari penulis Yayasan Pulih, dan tidak mencerminkan pandangan IW serta Pemerintah Australia.

Sahabat Pulih, sudah membaca artikel sebelumnya tentang perlunya menggunakan komunikasi asertif untuk menghadapi konflik keluarga? Nah, jika sudah, sekarang Pulih akan menjelaskan mengapa cara komunikasi tersebut amat diperlukan.

Sebelumnya, Pulih akan mengingatkan kembali bahwa dalam konflik, kita perlu menghindari komunikasi yang ambigu. Ambigu itu contohnya seperti melakukan aksi diam, melampiaskan amarah kepada hal yang tidak ada hubungannya dengan inti masalah, menghindari orang yang sedang berkonflik dengan kita, dan sebagainya.

Pasalnya, pola komunikasi seperti itu tidaklah efektif dalam penyelesaian masalah. Alih-alih membuat orang lain menyadari penyebab kegusaran kita, komunikasi ambigu malah memberikan celah bagi orang lain untuk terus berasumsi. Ujung-ujungnya, bisa jadi salah paham lho.

“Eh kenapa sih Ibu lempar-lempar gelas? Apa karena aku mencuci gelas kurang bersih ya?” (Padahal Ibu sedang emosi karena sedang mengalami masalah finansial).

“Oh, nggak kok. Suami nggak marah kalau aku pulang larut malam. Tuh lihat, dia diam aja.” (Padahal Si Suami  sedang menahan marah. Tetapi karena tidak mau membuat istrinya tersinggung, maka suaminya bersikap permisif dan enggan menegur).

Oleh karena itulah kita perlu mencoba menyelesaikan masalah dengan pertama-tama mengomunikasikan masalah tersebut kepada pihak yang bersangkutan. Beberapa cara yang Pulih sarankan adalah dengan komunikasi asertif. Yang di dalamnya meliputi beberapa teknik sebagai berikut:

  1. Berfokus pada inti masalah
  2. Menyampaikan fakta secara lugas, disertai dengan contoh yang jelas
  3. Hindari penggunaan gestur, gaya bicara, dan intonasi mengintimidasi
  4. Mendengarkan perspektif orang lain
  5. Menegaskan solusi sebagai komitmen bersama

Akan tetapi, Pulih menyadari bahwa tidak semua orang terbiasa berkomunikasi secara asertif. Dalam praktiknya, mungkin ada orang yang merasa canggung, segan, malu, atau merasa tidak memiliki keterampilan berkomunikasi. Apalagi jika ditambah dengan kendala eksternal lainnya, seperti pengalaman tak mengenakkan di masa lalu, karakter orang yang diajak berbicara atau iklim keluarga yang tak kunjung kondusif.

Tetapi komunikasi asertif layak ditempuh lho. Demi terciptanya kehidupan rumah tangga yang lebih sehat. Persisnya, apa saja sih manfaatnya? Kenapa sih kita perlu mencoba melatih komunikasi asertif?

Manfaatnya antara lain:

Lega
Jujur mengutarakan apa yang selama ini menjadi kendala kita kepada orang lain dapat membuat hati ini plong. Kita tak lagi dibayang-bayangi kekhawatiran akan menyakiti hati orang lain atau terus menyembunyikan kegusaran dalam hati. Karena telah dibicarakan, kita tak lagi menerka-nerka persepektif orang lain. Sebaliknya, orang lain pun tak lagi berasumsi karena semua hal telah terkonfirmasi! Kita pun tak perlu lagi memikirkan masalah yang sama selama berhari-hari seperti sebelumnya.

Efektif dan efisien
Komunikasi asertif membantu kita lebih tepat sasaran dalam menyampaikan sesuatu. Pesan yang lugas akan lebih mudah ditangkap oleh lawan bicara kita. Dengan begitu, risiko kekeliruan persepsi pun mengecil. Masalah jadi lebih mudah dicari jalan keluarnya.

Hemat energi
Karena komunikasinya efektif, kita pun bisa menghemat energi. Kita tak usah membuang tenaga untuk emosi yang tak perlu. Energi yang kita punya pun bisa dialihkan untuk melakukan aktivitas yang lebih bermanfaat. Misalnya fokus terhadap pekerjaan, rumah tangga, atau melakukan hobi.

Pengembangan diri
Salah satu yang bermanfaat dari melatih komunikasi asertif adalah kita bisa membantu diri kita berkembang. Mengelola emosi, meregulasi tantangan di kehidupan sehari-hari, memberanikan diri menghadapinya, dan mencari solusi. Keterampilan berkomunikasi kita juga bisa meningkat lho! Tak hanya terpakai di lingkungan rumah, tetapi juga di sekolah, kantor, kampus, dan di tempat lainnya. Kita pun jadi lebih percaya diri karenanya.

Punya relasi yang sehat
Ini yang terpenting. Pada akhirnya, semua pihak akan merasakan manfaatnya. Hubungan kita dengan orang lain pun menjadi lebih baik dan harmonis. Kita senang, orang lain tenang. Dan hal ini tentunya baik bagi kesehatan mental kita sekeluarga.

Setiap peran berhak didengar
Hal yang tak kalah penting dari komunikasi antar-anggota keluarga adalah kesediaan setiap orang untuk membuka diri. Terbuka pada opini orang lain.

Kita juga perlu memahami bahwa setiap individu dalam keluarga memiliki hak yang sama dalam mengutarakan pendapatnya. Baik bapak, ibu, anak laki-laki, maupun anak perempuan. Dalam menjalankan perannya sehari-hari, sewajarnya individu-individu tersebut pasti pernah mengalami kesulitan, perasaan tidak nyaman, protes, sedih, marah, dan lain sebagainya.

Karena itu, Pulih mau mengajak Sahabat Pulih semua. Siapapun kamu. Apapun peranmu di rumah. Kita semua boleh mengomunikasikan apa yang kita rasakan kepada anggota keluarga lainya.

Ayah, ada kalanya Ayah merasa lelah karena tuntutan hidup atau norma sosial untuk membiayai kebutuhan finansial keluarga. Oleh karena itu, Ayah boleh mengutarakan rasa lelah kepada istri dan anak. Ayah juga boleh beristirahat. Boleh mengekspresikan rasa sedihnya.

Meski Ayah biasanya berupaya menghindari konflik, tetapi Ayah juga boleh secara asertif menegur anak-anak supaya tidak pulang terlalu larut malam. Sebaliknya, Pulih percaya bahwa Ayah juga bisa berani meminta maaf jika merasa bersalah. Ayah juga sangat bisa terlibat dalam peran perawatan keluarga dan tidak semata membiayai kebutuhan finansial keluarga saja.

Baca juga: Ini Pentingnya Mendukung Laki-laki Berbagi Peran dengan Perempuan

Untuk Ibu, norma sosial memang kerap membuat Ibu seolah tidak punya pilihan selain menjadi perawat keluarga nonstop. Karenanya, Ibu boleh mengomunikasikan kebutuhan kepada suami dan anak untuk memiliki waktu istirahat. Waktu me time. Sejenak rehat dari peran ganda baik di kantor maupun di rumah. Bisa juga komunikasi dengan ayah dan anak-anak untuk saling terlibat dalam pengaturan pekerjaan domestik.

Ibu juga bisa menjadi teman diskusi ayah. Menjadi partner setara yang ikut andil dalam menentukan keputusan keluarga. Di samping itu, Ibu juga tentu tak akan keberatan membuka diskusi dengan anak. Bertanya apa perasaan mereka jika ibu marah, jika ibu sedang sibuk, dan lain sebagainya.

Buat anak perempuan yang ruang geraknya seringkali terbentur dengan standar orang-orang di sekitarnya. Menjadi perempuan bukan berarti kamu kehilangan hak untuk mengutarakan pendapatmu di tengah-tengah keluarga lho! Jangan ragu-ragu menyampaikan kendala yang kamu hadapi kepada orang serumah.

Jika ada norma sosial yang kurang sesuai dengan kepribadianmu (misalnya kamu ingin sekolah sampai S2 tapi tante-tantemu menyarankan supaya lebih baik menikah saja), kamu juga berhak memilih sendiri jalan hidupmu. Jangan lupa sampaikan aspirasimu dengan asertif ya!

Anak laki-laki yang sejak kecilnya sering diminta tak boleh kelihatan lemah, kamu juga perlu tahu bahwa emosi yang kamu rasakan adalah wajar. Kamu juga kadang bisa merasa sedih dan putus asa. Tidak apa-apa! Sadari emosimu supaya kamu bisa mengelolanya dengan lebih baik. Jangan ragu meminta pertolongan kepada anggota keluargamu yang lain ya!

Meski sejak kecil diharapkan menjadi pemimpin, anak laki-laki bisa menjadi pemimpin yang tetap mendengar aspirasi orang lain dan penuh rasa empati. Tidak ada salahnya berempati pada cerita orang lain dan mempertimbangkan pendapat orang lain sebelum kamu mengambil keputusan. Bahwsasanya, mendengarkan saran tidak serta merta mengindikasikan bahwa kamu pemimpin yang lemah.

Baca juga: Manfaat Kesetaraan Peran Laki-laki dan Perempuan pada Ragam Aspek Kehidupan

Selamat melatih komunikasi asertif, keluarga Pulih!
Nah, itulah sejumlah manfaat komunikasi asertif yang dapat kita rasakan apabila berhasil mengaplikasikannya di tengah keluarga. Komunikasi asertif ini pada dasarnya dapat diterapkan pada kondisi apapun, tak harus ketika sedang berkonflik.

Justru, menerapkan komunikasi asertif setiap hari di rumah kita dapat membantu kita meregulasi potensi konflik dalam keluarga. Jadi makin harmonis deh!

Jadi, Sahabat Pulih tertarik mulai mencoba komunikasi asertif? Yuk!