Pada artikel sebelumnya tentang Inovasi Pemberian Layanan Kekerasan Seksual yang Berkualitas, kita sudah berbicara masalah yang terjadi pada layanan kesehatan seksual dan reproduksi pada kelompok disabilitas. Kemudian, muncul pertanyaan, mengapa layanan kesehatan seksual dan reproduksi penting diberikan kepada penyandang disabilitas?
Perempuan dan anak penyandang disabilitas mengalami kerentanan terhadap kekerasan berkali lipat dibandingkan mereka yang non-disabilitas. Kerentanan ini disebabkan oleh kondisi perempuan dan anak penyandang disabilitas yang sebagian besar memiliki pendidikan rendah, terjebak dalam lingkaran kemiskinan, tidak adanya layanan kesehatan yang memadai, serta stigma negatif yang didapatkan oleh lingkungan sekitar mereka. Seperti yang sudah dibahas dalam artikel sebelumnya, masalah-masalah ini terjadi karena sulitnya penyandang disabilitas mengakses layanan baik pendidikan maupun kesehatan.
Menurut data KOMNAS Perempuan dalam CATAHU KOMNAS Perempuan tahun 2021, terdapat 77 kasus kekerasan perempuan selama tahun 2020, dengan 79 persen diantaranya adalah kasus kekerasan seksual. Ini tidak bisa diartikan bahwa kekerasan terhadap perempuan sudah menurun, sebab pandemi membuat banyak akses laporan kekerasan terbatas. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya layanan kesehatan seksual dan reproduksi, termasuk pendidikan seksual dan reproduksi sejak dini yang diajarkan kepada penyandang disabilitas. Akibatnya, selama ini kekerasan pada penyandang disabilitas seringkali tidak diketahui. Lebih parahnya, kekerasan pada penyandang disabilitas seringkali baru diketahui ketika penyandang disabilitas mengeluh sakit pada anggota tubuh tertentu atau mengalami perubahan fisik seperti kehamilan.
WHO memperkirakan hampir 1 miliar populasi dunia mengalami disabilitas dan terus meningkat akibat peningkatan kondisi kesehatan kronis dan penuaan populasi. Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya kekerasan, pelecehan, prasangka, serta berbagai macam diskriminasi. Liputan6.com menjelaskan dalam salah satu pemberitaannya bahwa penyandang disabilitas mengalami hambatan, stigmatisasi, dan diskriminasi, termasuk dalam hal akses layanan kesehatan seksual dan reproduksi.
Menanggapi hal ini, International Disability Alliance (IDA) menyusun 10 rekomendasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan hambatan yang mungkin dihadapi oleh penyandang disabilitas dalam situasi darurat. Rekomendasi itu menyebutkan bahwa organisasi penyandang disabilitas bisa dan harus memainkan peran kunci dalam meningkatkan kesadaran penyandang disabilitas dan keluarga mereka terkait situasi dan kondisi darurat. Selain itu, organisasi penyandang disabilitas juga memainkan peran penting dalam advokasi aksi tanggap COVID-19 yang inklusif bagi difabel.
Berikut ada beberapa rekomendasi organisasi penyandang disabilitas yang bisa kamu akses sebagai dukungan sebaya bagi teman-teman difabel:
- Feminis Themis
Feminis Themis merupakan komunitas feminis tuli yang memiliki fokus mengedukasi masyarakat tentang kekerasan seksual dan diskriminasi yang dialami oleh teman-teman tuli. Komunitas ini berusaha memberikan ruang yang aksesibel dan inklusif kepada teman-teman feminis tuli dalam melawan ketidakadilan dan mewujudkan kesetaraan gender. Selain itu, Feminis Themis juga ikut menjadi salah satu bagian dari gerakan feminisme yang memperjuangkan feminisme interseksional. Jika kamu adalah teman tuli yang mau mengetahui lebih banyak tentang kekerasan seksual dan diskriminasi, kamu bisa langsung cek Instagram @feministhemis , ya!
- Himpunan Wanita Difabel Indonesia (HWDI)
Himpunan Wanita Difabel Indonesia (HWDI) merupakan organisasi perempuan yang sebagian pengurus dan anggotanya merupakan perempuan dari berbagai ragam disabilitas, baik fisik, sensorik, mental dan intelektual. Organisasi ini lahir karena adanya tuntutan perlindungan dan pemberdayaan perempuan penyandang disabilitas yang mengalami diskriminasi berlapis. Di masa pandemi, HWDI juga mendorong advokasi terkait aksi tanggap krisis COVID-19. Kamu bisa mengakses informasi terkait HWDI melalui Instagram @hwdimedia atau website www.hwdi.org ya!
- Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB)
Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) merupakan sebuah organisasi yang didirikan di Yogyakarta untuk memperjuangkan hak-hak penyandang difabel seperti pendidikan, akses informasi, perlindungan hukum, dan kesehatan. Jika kamu ingin mengetahui lebih banyak tentang SIGAB, kamu bisa mengakses Instagram @sigab.indonesia atau melalui website www.sigab.or.id.
Selain organisasi dukungan sebaya, penyandang disabilitas juga dapat mengakses bantuan melalui beberapa organisasi penyedia layanan seperti Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) seluruh Indonesia yang menyediakan layanan baik hukum maupun non-hukum, atau mengakses carilayanan.com sebagai direktori yang menyediakan informasi layanan bantuan secara gratis di Indonesia serta SAPA 129 sebagai hotline pengaduan masyarakat.
Tulisan ini dibuat dengan dukungan dari UNFPA Indonesia dan Pemerintah Jepang melalui Program Leaving No One Behind.
#LeavingNoOneBehind #Everyonecounts #InclusiveC19Response
0 Comments
Leave A Comment