Artikel berikut memuat konten terkait dengan Kekerasan Berbasis Gender (KBG) dan Kekerasan Seksual (KS) yang dapat memicu emosi negatif pembaca. Jika Anda berada dalam kondisi emosional yang tidak baik untuk membaca artikel dengan tema tersebut, diharapkan Anda bisa mendapatkan dampingan dari orang lain ketika membacanya. Kebijakan pembaca sangat disarankan. Jika Anda pernah mengalami kejadian serupa dalam artikel ini dan merasa terpicu setelah membaca, dapat menghubungi Layanan Psikologi Yayasan Pulih.
Pada artikel sebelumnya, kita sudah membahas dampak pandemi dan fenomena kekerasan berbasis gender. Pada umumnya, kekerasan berbasis gender dapat terjadi karena adanya ketimpangan dan penyalahgunaan relasi kuasa yang diperkuat oleh adanya ketidakadilan gender, budaya patriarki, minimnya akses informasi dan perlindungan hukum, serta terjadinya kondisi krisis seperti bencana atau wabah, salah satunya pandemi COVID-19. Selama pandemi COVID-19 sendiri terdapat beberapa jenis kekerasan yang mengalami peningkatan, misalnya kekerasan verbal, kekerasan emosional, kekerasan seksual, dan kekerasan berbasis gender online (KBGO).
- Kekerasan Verbal
Jika kamu adalah orang yang berpikir bahwa kekerasan berbasis gender dapat dilakukan secara fisik saja, kamu perlu untuk membaca artikel ini hingga selesai. Mungkin kamu sering mendengar seseorang mengalami catcalling di jalan atau transportasi umum, dicaci, diancam, atau mengalami gaslighting? Jika iya, hal-hal tersebut merupakan situasi di mana seseorang mengalami kekerasan verbal, lho! Kekerasan verbal merupakan penyiksaan terhadap seseorang melalui kata-kata yang dilakukan dengan tujuan merusak mental korban dan membuat korban merasa tidak percaya diri, mulai mempertanyakan intelegensi, hingga merasa tidak memiliki harga diri.
Perilaku yang termasuk ke dalam kekerasan verbal antara lain menghina seseorang dengan nama panggilan tertentu (name-calling), membuat orang lain merasa bersalah dan tidak berharga (degradasi), manipulasi, menyalahkan, merendahkan, kritik berkelanjutan, menuduh, menolak berbicara, mengarang, perdebatan tak berujung, mengancam, dan melawan untuk menjadi argumentatif. Kekerasan verbal dapat menyebabkan menurunnya kepercayaan diri seseorang dan membuat cara pandang terhadap diri, lingkungan, dan dunia menjadi buruk. Kekerasan verbal yang terjadi pada orang dewasa juga dapat menyebabkan seseorang menjalin hubungan yang tidak sehat, mengalami depresi, hingga post traumatic stress disorder (PTSD) yang akan menghancurkan kualitas hidup seseorang secara keseluruhan.
- Kekerasan Emosional
Kekerasan emosional atau kekerasan psikis atau psychological abuse merupakan tindakan kekerasan non-fisik yang bertujuan untuk memanipulasi pikiran dan perilaku, menyakiti, melemahkan mental, menumbuhkan ketakutan dalam diri seseorang, serta dengan sengaja menimbulkan kebingungan seseorang terhadap dirinya sendiri. Beberapa kekerasan emosional yang sering terjadi antara lain gaslighting, bullying atau cyberbullying, blackmailing, dan juga guilt tripping. Seseorang yang mengalami kekerasan emosional dapat mengalami rasa malu, kebingungan, takut, dan putus asa. Tak jarang, orang yang mengalami kekerasan emosional harus menghadapi gangguan kecemasan, rasa sakit dan nyeri pada tubuh, sulit berkonsentrasi, perubahan suasana hati yang sangat cepat, mengalami kesulitan tidur dan mimpi buruk, hingga ketegangan otot.
- Kekerasan Seksual
Jenis kekerasan ini mungkin menjadi salah satu yang paling familiar di telinga kita. Kekerasan seksual merupakan setiap perbuatan merendahkan, menghina, menyerang dan/atau tindakan lainnya, terhadap tubuh yang terkait dengan nafsu perkelaminan, hasrat seksual seseorang, dan/atau fungsi reproduksi, secara paksa, bertentangan dengan kehendak seseorang. Perilaku kekerasan seksual dapat menyebabkan penderitaan baik secara fisik, psikis, maupun seksual bagi korbannya.
Berdasarkan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual, terdapat 15 bentuk kekerasan seksual, yakni pemerkosaan, intimidasi seksual, pelecehan seksual, eksploitasi seksual, perdagangan perempuan untuk tujuan seksual, prostitusi paksa, perbudakan seksual, pemaksaan perkawinan, pemaksaan kehamilan, pemaksaan aborsi, pemaksaan kontrasepsi, penyiksaan seksual, penghukuman tidak manusiawi bernuansa seksual, praktik tradisi yang membahayakan perempuan, dan kontrol seksual. Kekerasan seksual dapat terjadi dalam bentuk penyiksaan fisik dan non-fisik, verbal, maupun online.
- Kekerasan Online
Kekerasan berbasis gender online (KBGO) adalah segala tindak kekerasan dengan niat melecehkan korban berdasarkan gender atau seksual yang terjadi secara online atau difasilitasi teknologi. Kekerasan ini mengalami peningkatan selama pandemi karena adanya perubahan pola hidup, misalnya kerja dan sekolah, yang sebelumnya dilakukan secara tatap muka, selama pandemi harus dilakukan secara daring atau online. Aktivitas-aktivitas yang dapat dikategorikan sebagai KBGO antara lain pelanggaran privasi, pengawasan dan pemantauan, perusakan reputasi atau kredibilitas, pelecehan, ancaman dan kekerasan langsung, serta serangan terhadap individu atau kelompok tertentu. Sedangkan bentuk-bentuk KBGO sendiri antara lain penyebaran konten intim non-konsensual, rekayasa foto bernuansa seksual (morphing), pemerasan dengan penggunaan konten seksual (sextortion), mengambil data pribadi tanpa izin (doxxing), pencemaran nama baik melalui ulasan buruk, fitnah, serta kabar bohong (defamation), penyerangan dengan ancaman, pelecehan, video, dan konten porno melalui pesan pribadi (flaming), ujaran kebencian (hate speech), pemalsuan akun dengan mengatasnamakan seseorang (impersonating), melecehkan nama yang dipilih minoritas gender dan mempublikasikan nama lahirnya (deadnaming), menyebarkan identitas gender atau orientasi seksual tanpa persetujuan (outing), mempermalukan seseorang dengan konten yang menghina atau kabar bohong (online shaming), serta kekerasan yang terjadi setelah adanya proses pendekatan secara online (honey trapping).
Kondisi kekerasan yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa kekerasan yang terjadi dalam situasi bencana COVID-19 sangat beragam. Selain itu, pada situasi kebencanaan seperti COVID-19, kekerasan bisa terjadi kepada siapa saja dan dilakukan oleh siapa saja, termasuk orang-orang terdekat kita. Karenanya, kita perlu memperhatikan hal-hal apa saja yang perlu kita lakukan untuk mengenali dan mengetahui kekerasan berbasis gender sehingga kita bisa mencegahnya.
Kekerasan berbasis gender (KBG) terjadi dalam bentuk yang beragam. Selain itu, semua orang dapat menjadi korban dan semua orang juga dapat menjadi pelaku. Untuknya, mengenali jenis-jenis kekerasan untuk mengetahui langkah apa yang bisa dilakukan untuk mencegah terjadinya KBG perlu dilakukan. Kemudian, jika kamu merupakan korban KBG atau kamu mengetahui korban KBG di sekitarmu dan membutuhkan bantuan, jangan ragu untuk memberikan pertolongan atau menghubungkan mereka pada lembaga penyedia layanan psikologis, kelompok pendukung maupun profesional, ya!
Tulisan ini dibuat dengan dukungan dari UNFPA Indonesia dan Pemerintah Jepang melalui Program Leaving No One Behind. #LeavingNoOneBehind #Everyonecounts #InclusiveC19Response
0 Comments
Leave A Comment