Caregiver memiliki tanggung jawab untuk mengasuh seseorang yang memiliki keterbatasan/penyakit sehingga tidak mampu mengurus dirinya sendiri. Dalam konteks artikel artikel ini, caregiver yang informal atau tidak dibayar umumnya dilakukan oleh anggota keluarga, seperti pasangan, anak atau orangtua. Misalnya pasangan atau anak yang berusia dewasa mengurus orangtua yang memiliki penyakit degeneratif atau orangtua dengan anak yang memiliki gangguan mental tertentu. Selain itu, remaja juga dapat menjadi caregiver bagi orangtua yang mengalami penyakit kronis.
Peran menjadi caregiver dalam keluarga seringkali terjadi secara tiba-tiba. Perubahan dan adaptasi yang cepat menjadi proses yang perlu dilakukan oleh caregiver, seperti mengelola waktu untuk mengasuh, mengatur treatment dan pengobatan serta mencari informasi mengenai kondisi dari orang yang dirawat. Misalnya anak yang mengasuh orangtua harus membagi waktu antara mengerjakan tugas dan menemani orangtua berobat. Pada pasangan lansia yang harus mengasuh pasangannya sementara ia juga mengalami penurunan fungsi tubuh. Tuntutan yang diberikan oleh pasien yang dirawat, masalah finansial dan perubahan pola hidup (misal pola tidur) juga menjadi faktor stress seorang caregiver.
Caregiver sangat mungkin merasa kewalahan dengan peran sebagai pengasuh dan memenuhi tanggung jawab lain. Stress kronis yang dialami bisa mengakibatkan caregiver burnout, yaitu kondisi kelelahan terus menerus yang bisa membuat seorang caregiver menunjukkan sikap negatif terhadap tanggung jawabnya. Kekhawatiran yang juga muncul akibat merawat pasien dan banyaknya ketidakpastian membuat caregiver rentan mengalami gejala gangguan kecemasan dan depresi. Melihat kerentanan ini, meningkatkan resiliensi menjadi salah satu hal penting yang perlu dilakukan oleh caregiver.
Resiliensi merupakan kemampuan seseorang untuk bangkit kembali ketika menghadapi kesulitan. Seseorang yang resilien mampu mengidentifikasi dan menggunakan sumber daya yang ia miliki untuk beradaptasi dalam situasi stress. Perlu diperhatikan bahwa caregiver yang resilien bukan berarti menjadi pahlawan super yang tidak pernah mengalami kelelahan dalam menjalankan perannya. Namun, ia dapat menjaga keberfungsiannya meskipun terus berhadapan dengan situasi sulit dan tidak terduga.
Apa saja yang bisa dilakukan untuk meningkatkan resiliensi caregiver?
- Update informasi
Eksplor sumber-sumber yang dapat secara mudah diakses terkait dengan kondisi pasien yang diasuh, misalnya penyedia layanan kesehatan dan treatment yang diperlukan. Selain itu, mempersiapkan layanan darurat jika membutuhkan informasi. Saat ini banyak konsultasi berbasis digital yang bisa membantumu terhubung dengan layanan kesehatan secara cepat.
- Tetap terkoneksi.
Sumber dukungan merupakan salah satu faktor penting untuk menjaga kesejahteraan caregiver. Berada dalam komunitas yang menghadapi situasi sama denganmu dapat menjadi sarana untuk saling menguatkan dan mendapatkan insight satu sama lain. Menjaga komunikasi dengan sesama anggota keluarga juga dapat membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi terkait caregiving.
- Self-care
Seorang caregiver perlu melakukan kegiatan merawat diri secara rutin. Perlu ditanamkan bahwa kegiatan self-care bukan hal yang egois. Kita perlu merawat diri untuk bisa merawat orang lain. Kegiatan self-care untuk merawat fisik seperti jalan pagi, menjaga asupan makanan yang sehat. Melakukan hobi, meditasi, berinteraksi dengan teman dapat menjaga kesejahteraan psikologis. Selain itu self-care dalam domain spiritual seperti mengikuti komunitas religius dan menemukan hal yang disyukuri juga ditemukan meningkatkan resiliensi pada caregiver.
- Memaknai perjalanan
Menjadi caregiver memang bukan perjalanan yang mudah. Berusaha lah menyadari hal-hal yang didapatkan selama mengasuh, misalnya belajar untuk mengasuh orang lain, kemampuan untuk bersabar menghadapi pasien, kesempatan untuk bersama dengan keluarga yang dikasihi. Meskipun caregiver menghadapi berbagai situasi menekan, penelitian menemukan banyak dampak positif dan kepuasan yang dialami seseorang saat menjadi caregiver.
Seorang caregiver memiliki peran besar pada anggota keluarga yang diasuh. Pengasuhan yang dilakukan anggota keluarga dapat mempertahankan dan menjaga kondisi pasien secara fisik dan psikologis. Di sisi lain, bagi caregiver, peran ini menuntut mereka mencurahkan waktu, emosi, tenaga dan biaya yang dapat menjadi stressor. Maka dari itu, caregiver perlu untuk membangun resiliensi agar tetap dapat optimal dalam mengasuh.[]
By: Karina Devany, M.Psi, Psikolog
Sumber:
Shin, J. Y., & Choi, S. W. (2020). Online interventions geared toward increasing resilience and reducing distress in family caregivers. Current opinion in supportive and palliative care, 14(1), 60–66.
Windle, G., & Bennett, K. M. (2012). Caring relationships: how to promote resilience in challenging times. In The social ecology of resilience (pp. 219-231). Springer, New York, NY.
0 Comments
Leave A Comment