Pada artikel-artikel yang lalu, kita sudah membahas tentang bagaimana penyintas kekerasan berbasis gender (KBG) mengalami kerentanan ketika mereka berusaha berbicara terkait pengalaman kekerasan yang mereka alami. Biasanya, mereka justru akan mendapatkan penilaian buruk terkait pengalaman kekerasan yang terjadi kepada mereka, misalnya munculnya pertanyaan-pertanyaan tentang pakaian apa yang mereka gunakan ketika peristiwa kekerasan terjadi atau apa yang penyintas lakukan di lokasi peristiwa. Penilaian buruk kepada penyintas justru memunculkan trauma baru karena sebelumnya penyintas sudah mengalami trauma dari peristiwa kekerasan, ditambah penilaian buruk yang juga membawa trauma tambahan bagi penyintas. Bahkan, penilaian buruk terhadap penyintas itu sendiri bisa menjadi bentuk kekerasan lain, loh!
Jika demikian, bagaimana sih cara untuk menunjukkan bahwa kita berpihak kepada penyintas kekerasan berbasis gender? Melalui artikel ini, kami akan membagikan cara-cara yang bisa kamu lakukan untuk menyatakan keberpihakan kepada penyintas kekerasan berbasis gender.
- Jika kamu bertemu dengan penyintas yang berbicara tentang pengalamannya, kamu bisa menciptakan ruang aman dengan mendengarkan ceritanya
Ketika ada penyintas KBG bercerita tentang pengalamannya, bisa jadi mereka membutuhkan bantuan yang serius karena sedang berada pada kondisi yang serius. Apalagi, membicarakan pengalaman kekerasan yang dialami bukan merupakan hal yang menyenangkan karena penyintas harus membuka lagi ingatan traumatis yang ia alami.
Maka, ketika kita mengetahui penyintas yang berbicara tentang peristiwa kekerasan yang dialaminya, kita harus memberikan ruang aman dengan mendengarkannya tanpa memberikan pertanyaan-pertanyaan yang memojokkan seperti, “pakaian apa yang kamu pakai ketika kejadian?” atau “apa yang kamu lakukan sehingga berada di tempat itu malam-malam?” Kamu bisa mendengarkan cerita mereka tanpa menginterupsi dan menghakimi atas peristiwa yang mereka alami. Perlu diingat juga bahwa mereka adalah penyintas yang tidak bersalah apapun kondisinya. Selain itu, kamu juga perlu menjaga emosimu untuk tetap stabil selama mendengarkan cerita penyintas untuk menghadirkan rasa aman dan nyaman pada penyintas.
- Kamu bisa menunjukkan empatimu kepada penyintas!
Jika kamu sudah mendengarkan dengan baik cerita penyintas, kamu bisa menunjukkan empatimu baik secara verbal maupun menunjukkan sikap bahwa kamu berempati kepadanya. Misalnya kamu bisa menyampaikan beberapa kalimat berikut kepada penyintas:
- Terima kasih, ya, kamu sudah mau menceritakan apa yang kamu alami kepadaku!
- Kamu tidak bisa disalahkan atas peristiwa itu
- Apa yang terjadi kepadamu memang tidak seharusnya diterima begitu saja
- Aku ikut sedih dan menyesal karena ini harus terjadi kepadamu
- Aku akan mendukung dan membantumu dalam proses pemulihan
- Aku sangat menghormati/menghargai apapun keputusanmu. Kalau kamu mau menyelesaikan urusan ini, aku akan mendukungmu.
Kalimat-kalimat di atas dapat membantu penyintas untuk memvalidasi apa yang sedang dirasakannya dan menyampaikan pesan bahwa kamu mempercayai apa yang mereka ceritakan. Selain itu, kalimat-kalimat di atas juga menunjukkan bahwa kamu turut prihatin atas peristiwa yang dialami korban dan mendukung korban untuk memulihkan dirinya.
- Berikan dukungan berkelanjutan kepada korban!
Setelah kamu mendengarkan cerita dari penyintas dan memberikan rasa nyaman bagi mereka, kamu bisa menanyakan kepada korban, dukungan atau bantuan apa yang bisa kamu berikan kepada mereka. Kamu bisa memulai dengan menanyakan kebutuhan mereka misal apakah mereka membutuhkan bantuan psikologis, medis, ruang aman, atau bahkan memerlukan bantuan hukum untuk masalah yang mereka hadapi.
Kamu juga boleh memberikan beberapa rekomendasi seperti konsultasi psikologis, kelompok pendukung, atau profesional yang bisa dihubungi. Ketika kamu memberikan rekomendasi kepada penyintas, kamu perlu memberikan ruang yang lebih leluasa kepada penyintas untuk memilih atau menentukan apa yang selanjutnya dilakukan. Yang menjadi catatan adalah, jangan memaksa mereka untuk menerima apa yang menjadi rekomendasimu, ya!
Pengalaman kekerasan yang dialami oleh penyintas menimbulkan trauma dan perasaan tidak berharga, tidak layak, atau tidak pantas hidup. Berpihak kepada penyintas dapat membantunya untuk membangun kembali rasa cinta pada dirinya sendiri agar ia menyadari bahwa hidupnya tetap berharga setelah melewati peristiwa buruk.
By: Nurul Fauzan
Tulisan ini dibuat dengan dukungan dari UNFPA Indonesia dan Pemerintah Jepang melalui Program Leaving No One Behind.
#LeavingNoOneBehind #Everyonecounts #InclusiveC19Response
0 Comments
Leave A Comment