Siang hari itu saya berkesempatan untuk datang ke rumah pasangan Andrea dan Agi Gilang untuk kebutuhan peliputan konten kampanye digital #KitaMulaiSekarang. Andrea adalah seorang associate psikolog di beberapa tempat, salah satunya Yayasan Pulih, sedangkan Agi adalah seorang pebisnis penyewaan mobil. Walaupun sudah memiliki bisnis sendiri, Agi tetap mendukung Andrea untuk berdaya dan menjalani pekerjaan yang sesuai dengan keinginan istrinya. Dukungan Agi juga di tunjukkan dengan kesediaannya untuk berbagi peran domestik. Mulai dari membersihkan rumah, mengasuh anak, sampai dengan memasak.

Sesampainya di rumah Andrea dan Agi, keseruan sudah terpancar saat melihat anak dari pasangan ini terlihat sangat akrab dengan orang tuanya. Andrea dan Agi adalah pasangan yang memutuskan sama-sama berkerja dan juga membagi pekerjaan rumah bersama. Dengan membangun pola komunikasi yang baik, yaitu dengan saling mendengarkan dan menghargai satu sama lainnya. Keduanya membuat kesepakatan pembagian kerja rumah berdasarkan fleksibilitas waktu yang di miliki oleh masing-masing mereka, sehingga kesibukan berkerja di luar tidak menjadi hambatan untuk tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Agi sadar bahwa pekerjaan rumah itu adalah tugas bersama, karena tugas-tugas rumah adalah tanggung jawab semua anggota keluarga di rumah, tidak memandang dia laki-laki  ataupun perempuan.

Lihat videoslide: Berbagi Peran dengan Pasangan

Di sela wawancara Agi juga terlihat sigap untuk menggantikan dan membersihkan popok anaknya, serta memasak. Menurut Agi, laki-laki tidak perlu malu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga karena sebenarnya laki-laki juga bisa menikmati pekerjaan tersebut. Agi yang sudah terbiasa melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah sedari kecil, sangat menikmati perannya saat melakukan pekerjaan rumah, salah satunya karena dengan mengerjaan pekerjaan rumah, dia bisa mengusir stress yang di dapatkan dari kesehariaannya bekerja di luar.

Manfaat pembagian peran domestik ini juga dirasakan Andrea, karena Andrea merasa di berikan kepercayaan untuk berkerja serta merasa memiliki waktu dan kesempatan yang sama dengan suaminya, untuk fokus bekerja. Andrea juga merasa bahwa apa yang dilakukan Agi di rumah adalah bentuk dukungan yang menyemangatinya dalam berkarir dan dukungan atas cara mengaktualisasikan diri yang di pilihnya. Andrea juga merasa dengan komunikasi yang baik serta kesediaan untuk saling berbagi peran domestik, membuat dirinya dan Agi bisa saling mengerti, mendukung dan menghargai satu sama lain. Serta juga dengan membangun komunikasi sehat itu pula, mereka dapat  membagi tugas-tugas domestik bersama dengan lebih cair dan fleksibel. Sehingga mereka berdua sama-sama merasakan di berikan waktu dan kesempatan yang sama untuk berkerja di luar.

Baca juga: Karena Engkau Memang Istimewa

Memutuskan tetap bekerja atau tidak merupakan sebuah pilihan yang dimiliki oleh perempuan (dan laki-laki). Saya sendiri mendukung istri saya untuk bekerja, bukan hanya sekadar untuk memenuhi kebutuhan ekonomi agar aman secara finansial, namun lebih karena berdasarkan hasil diskusi kami, istri saya yang menginginkan itu sebagai cara untuk menyalurkan pemikiran dan bakatnya.

Saat ini, banyak perempuan yang bisa dan sanggup berkiprah di ranah publik, bahkan menempati posisi penting di tengah masyarakat. Perempuan kini juga banyak yang bekerja dan memperoleh keuntungan finansial yang kemudian dapat di gunakan tidak hanya untuk dirinya, namun juga untuk membantu atau mencukupi keperluan rumah tangganya.

Namun nyatanya sebagian masyarakat masih saja menganggap bahwa tugas ‘mulia’ seorang perempuan adalah mengurus rumah tangga. Jadi semacam ada ‘aturan tak tertulis’ kalau perempuan boleh kerja, tapi harus tetap mengurus rumah tangga secara penuh. Tentu saja pemikiran ‘usang’ seperti itu perlu di tinjau ulang kembali. Hal ini terkait dengan keterbatasan energi dan waktu yang dimiliki perempuan serta kerentanan untuk perempuan mendapatkan beban ganda yang di limpahkan kepada dirinya sendiri. Padahal seharusnya pekerjaan rumah adalah pekerjaannya seluruh anggota keluarga di rumah tersebut. Nilai-nilai partiarkal semacam itu sudah seharusnya kita hapuskan, karena sudah seharusnya perempuan juga memiliki jalur kesempatan yang sama seperti yang di dapatkan laki-laki untuk berkarier dan berkarya.

Lihat video: Bahagia dengan Komunikasi Setara

Perlu diingat kembali bahwa rumah tangga itu dibangun oleh dua orang, suami dan istri. Rumah juga milik berdua, anak juga diusahakannya berdua, memeliharanya juga berdua. Mencapai sakinah mawaddah wa rahmah-nya juga berdua. Untuk itu, dalam keluarga harus ada berbagi peran antara suami dan istri, termasuk tentu saja berbagi peran dalam pekerjaan rumah tangga dan pengasuhan anak. Dengan adanya pembagian peran di rumah, seluruh anggota keluarga akan memiliki waktu dan kesempatan yang sama untuk berkembang di luar, entah itu mengakses pendidikan yang lebih tinggi, menggapai puncak karier atau berbisnis.

Jadi, yuk bro #KitaMulaiSekarang mendukung perempuan untuk berkarier dan berkarya, dengan mulai terlibat dalam pekerjaan-pekerjaan rumah.

Penulis: Fauzan