Beberapa daerah di Indonesia saat ini sudah mulai memberlakukan PSBB atau Pembatasan Sosial Berskala Besar karena semakin banyak warga Indonesia yang terinfeksi virus Covid 19. Beberapa hal yang dibatasi dalam PSBB meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, pembatasan kegiatan di tempat umum atau fasilitas umum, kegiatan sosial dan budaya, hingga pembatasan transportasi.

Pembatasan Sosial Berskala Besar tentu akan memberikan dampak tersendiri bagi individu karena dengan adanya pembatasan tersebut, masyarakat harus terus berada di rumah dalam jangka waktu yang belum ditentukan. Anak-anak harus belajar dari rumah dan suami atau istri harus bekerja dari rumah. Terdapat beberapa keuntungan yang didapatkan dari work from home (WFH), diantaranya:

  • Kebersamaan secara waktu dan kedekatan fisik
  • Intensitas waktu untuk berinteraksi lebih banyak
  • Komunikasi mudah terjangkau
  • Semakin mudah kesempatan untuk berelasi
  • Semakin memiliki banyak waktu luang untuk saling memperhatikan, dan
  • Semakin memiliki banyak waktu untuk lebih mengenal keluarga kita satu sama lain, seperti suami ke istri, dan sebaliknya; orang tua ke anak, dan sebaliknya; serta mertua ke kita, dan sebaliknya

Tapi selain keuntungan, bekerja dari rumah dalam jangka waktu yang lama, apalagi untuk mereka yang tidak terbiasa, dapat memberikan kendala dan tekanan tersendiri, seperti:

  • Terbatasnya ruang gerak dalam waktu yang relative panjang, muncul perasaan jenuh dan bosan.
  • Masalah finansial.
  • Stres yang bersumber dari:
  • Pandemi Covid 19 (ketakutan akan ancaman penularan, serta ketidakpastian kapan akan berakhir)
  • Stres karena pekerjaan (tuntutan pekerjaan; jam kerja yang cenderung lebih panjang; beban kerja yang lebih berat; dan tidak bekerja di keadaan yang ideal, seperti fasilitas yang terbatas, adanya aktifitas lain di rumah, dll)
  • Beban kerja domestik (bercampurnya aktifitas bekerja dan aktifitas di rumah; tugas yang tidak ada habisnya)
  • Rawannya konflik dalam relasi dengan anggota keluarga, seperti pasangan, anak, orang tua, dan mertua

Stres yang terjadi karena tidak memanfaatkan “dukungan” yang ada untuk membantu penyesuaian di tengah “tekanan atau hambatan” yang terjadi. Meskipun banyak dari kita yang mengalami stres karena harus tinggal di rumah atau bekerja di rumah dalam jangka waktu yang panjang, ketahuilah kalau kita masih bisa merasa bahagia. Kebahagiaa tersebut dapat diraih dengan mengoptimalkan “dukungan” yang ada selama WFH dengan menyesuaikan hambatan atau tekanan. Berikut ada beberapa tips yang dapat dilakukan jika terdapat konflik di dalam keluarga selama masa pandemi ini:

  1. Hubungan antara suami dan istri dan cara beradaptasi. Bagaimana mencegah konflik terjadi di dalam hubungan:
  • Belajar saling mengenal (kembali) cara komunikasi; mengenal kembali “tentang” pekerjaan pasangan; mengenal kembali “tugas” domestik masing-masing.
  • Kenali dan diskusikan stres (stres yang terjadi pada diri sendiri dan pasangan) ataupun stres bersama (stres karena Covid 19).
  • Penyesuaian pengaturan jadwal untuk menjaga keteraturan (contohnya: jadwal memasak dan mengatur rumah; SFH mendampingi anak; WFH).
  • Pembagian peran domestik dengan pasangan/anggota keluarga lainnya dan berkomitmen dengan pembagian peran tersebut.
  • Pembatasan ruang kerja bagi masing-masing pasangan (jika hanya salah satu yang bekerja seharusnya akan lebih mudah mengelolanya).
  • Membangun relasi yang sehat dengan mengekspresikan perasaan positif, seperti:
  • Menghargai pendapat, pikiran, dan cara pandang yang berbeda dari orang lain
  • Bicaralah dengan sikap yang membuat orang lain merasa nyaman
  • Dengarkan dan cobalah untuk mengerti
  • Komunikasikan pikiran dan pendapat secara terbuka
  • Dukung cita-cita atau hal positif yang ingin dicapai pasangan
  • Mengelola stres atau emosi saat berkomunikasi
  • Manfaatkan waktu untuk kegiatan bersama, seperti aktifitas domestik (olahraga; bermain; nonton; mendengarkan musik; membaca; couple time); dan kegiatan spiritual (ibadah bersama).

Jika terjadi konflik, berikut ini beberapa cara yang dapat kamu lakukan:

  • Komitmen untuk penyelesaian masalah.
  • Prinsip saling menghargai menjadi hal paling mendasar.
  • Mengembalikan relasi sehat dalam penyelesaian masalah (management konflik)
  • Gunakan “win-win solution” atau “agree to disagree” saat berkonflik.
  • Kesediaan meninjau kembali kesepakatan bersama.
  • Tidak bersumsi (asertif dan bersedia terbuka).
  • Mengelola amarah saat berkomunikasi.
  • Pahami stres pasangan.
  • Kesediaan meminta maaf.
  • Kesepakatan kembali terkait pembagian peran dan pembagian jadwal pekerjaan domestik.

 

  1. Hubungan antara orang tua-anak dan cara beradaptasi. Bagaimana mencegah konflik terjadi di dalam hubungan:
  • Belajar saling mengenal (kembali dan lebih dalam) “tentang”kegiatan anak; kesukaan anak; karakteristik anak; “tentang” pekerjaan orang tua (ayah/ibu); serta “tentang” tugas-tugas yang ada di rumah.
  • Kenali dan diskusikan stres (stres pada diri sendiri dan stres anak), stres yang terjadi setiap usia perkembangan berbeda-beda.
  • Pengaturan jadwal untuk menjaga keteraturan (jadwal SFH dan WFH).
  • Mengajak anak dalam pembagian peran domestik secara seimbang sesuai dengan usia anak.
  • Membangun relasi sehat dengan anak, seperti:
  • Ekspresikan perasaan positif.
  • Hubungan yang berangkat dan didasari kehangatan yang lekat.
  • Membangun rasa percaya
  • Hadir sepenuhnya untuk anak (being present – here and now)
  • Komunikasi dengan hati (gunakan komunikasi non verbal (eskpresif); menyampaikan pesan secara asertif, jelas, padat, dan lengkap; mengklarifikasi dan menyimpulkan; meminta umpan balik; mengelola stres atau emosi pada saat berkomunikasi; perlu diingat untuk memahami usia perkembangan anak umtuk penyesuaian cara berkomunikasi dengan orang tua).
  • Lakukan aktifitas bersama anak (contohnya: tugas domestik; orahraga; menonton; bermain; mendengarkan musik; dan beribadah)

Jika terjadi konflik, berikut ini beberapa cara yang dapat kamu lakukan:

  • Komitmen untuk penyelesaian masalah.
  • Prinsip saling menghargai 2 arah (bukan berarti hanya anak yang harus menghargai orang tua).
  • Mengembalikan relasi sehat dalam penyelesaian masalah
  • Gunakan “win-win solution” atau “agree to disagree” saat berkonflik
  • Memahami stres anak
  • Kesediaan meminta maaf
  • Kesepakatan kembali pembagian peran domestik (jika ini menjadi sumber masalah)
  • Kesepakatan kembali pengaturan jadwal.

 

  1. Hubungan antara orang tua atau mertua dengan kita dan cara beradaptasi. Bagaimana mencegah konflik terjadi di dalam hubungan:
  • Belajar saling mengenal (kembali) cara komunikasi “tentang” pekerjaan dan “tentang” tugas domestik
  • Kenali dan diskusikan stres (yang terjadi pada diri sendiri atau orang tua/mertua) dan stres bersama (stres karena Covid 19). Perlu diingat kalau usia perkembangan dewasa akhir (lansia) biasanya mereka kesepian; cemas; ingin bermakna; membimbing atau mewariskan hal atau sesuatu
  • Penyesuaian pengaturan ulang jadwal untuk menjaga keteraturan (waktu untuk melakuakn tugas domestik dan mendampingi anak)
  • Penyesuaian adanya pembagian peran domestik secara seimbang (kesepakatan aturan pengasuhan anak/cucu)
  • Membangun relasi sehat
  • Hargai pendapat, pemikiran, dan cara pandang yang berbeda dari orang lain
  • Berbicaralah dengan sikap yang membuat orang lain merasa nyaman
  • Dengarkan dan cobalah untuk mengerti
  • Komunikasikan pikiran dan pendapat secara terbuka disesuaikan dengan gaya komunikasi orang tua
  • Dukung cita-cita atau hal positif yang ingin dikerjakan orang tua
  • Mengelola stres atau emosi saat berkomunikasi
  • Manfaatkan waktu untuk melakukan kegiatan bersama (contohnya aktifitas domestik; mengobrol; menonton; mendengarkan musik; membaca; melakukan ibadah bersama)

Jika terjadi konflik, berikut ini beberapa cara yang dapat kamu lakukan:

  • Komitmen untuk penyelesaian masalah
  • Prinsip saling menghargai merupakan hal paling mendasar (saat konflik kamu harus bersedia membuka diri untuk menyesuaikan diri dengan gaya orang tua)
  • Mengembalikan relasi sehat dalam penyelesaian masalah
  • Gunakan “win-win solution” atau “agree to disagree” saat berkonflik
  • Tidak berasumsi, asertif, dan bersedia terbuka
  • Mengelola stres saat berkomunikasi
  • Memahami stres orang tua/ mertua
  • Kesediaan meminta maaf
  • Kesepakatan kembali pembagian peran domestik
  • Kesepakatan kembali pengaturan jadwal.

by: Fairuz  Nadia

Tulisan diambil dari presentasi narasumber Ika Putri Dewi, M.Psi, Psikolog, dalam acara Webinar dengan tema: Kesehatan Mental Laki-laki dan Perempuan dalam situasi Work From Home: Konflik Biasa atau KDRT?, pada tanggal 14 April 2020, diselenggarakan oleh Yayasan Pulih.