Sejumlah warga dari beberapa Daerah menolak dilakukannya rapid test di Daerah mereka. Penolakan tersebut tentu saja ada latar belakangnya, selain minimnya informasi yang diakses, juga karena terpapar informasi hoax yang beredar melalui media sosial. Hal tersebut senada dengan apa yang disampaikan Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Mas Guntur Laupe, dimana daerahnya menjadi salah satu Daerah yang menolak dilakukan rapid test, beliau menyatakan “Sebenarnya itu dihantui oleh pernyataan-pernyataan dari orang yang tidak bertanggung jawab dan berita-berita hoax. Sehingga itulah yang membuat takut masyarakat”.
Kementerian Informasi sudah mendeteksi lebih dari 1.125 berita hoax beredar di internet. Misal, Turn Back Hoax dan Kawal Covid-19, menemukan hoax tentang bawang merah dapat menyembuhkan Covid-19, kokain dapat membunuh korona, minuman beralkohol dan rokok sebagai pencegah resiko Covid-19 dan, virus Covid-19 dapat menular lewat udara.
Hoax dan Kesehatan Mental
Masifnya peredaran hoax terkait Covid-19 melalui media sosial, berakibat terbangunnya kecemasan dan ketakutan yang berlebihan, sehingga sempat terjadi panic buying, yang berakibat melambungnya harga kebutuhan pokok karena terjadi kelangkaan, hingga tidak lagi tersedia masker medis dan handsanitizer di pasaran.
Baca juga: Perbedaan Dampak Pandemi antara Perempuan dan Laki-laki
Sebagaimana disampaikan Irjen Mas Guntur Laupe, hoax terkait Covid-19 membuat masyarakat menjadi ketakutan. Hal demikian selain memicu persepsi yang salah juga memicu kebingungan dan ketakutan, dan tentu saja dapat mempengaruhi kesehatan mental.
Dapat dibayangkan, dengan adanya pandemi Covid-19, sebagaimana dimuat oleh Tirto.id, dari 1.522 orang yang mengikuti survey, 64,3% mengalami cemas & depresi karena COVID-19, apalagi bila ditambah dengan hoax terkait Covid-19 dengan melebih-lebihkan informasi, dan bahkan membuat laporan palsu mengenai Covid-19, banyaknya masyarakat yang mengungkapkan perasaan negatif, seperti ketakutan, khawatir, gugup, kecemasan, dan sebagainya di media sosial (Kramer dalam Gao et al, 2020), tentu berpotensi mempengaruhi kesehatan mental.
Bijak Menggunakan Media Sosialisasi
Survei yang dilakukan Asosiasi Penyedia Layanan Internet Indonesia (APJII) pada 2018, menginformasikan masyarakat Indonesia yang terhubung dengan internet bertambah, dari 143,26 jiwa menjadi 171,17 juta orang di tahun 2019. Sayangnya penggunaan internet khususnya penggunaan media sosial, digunakan untuk menulis rumor, kabar hoax, manipulasi, penipuan cyber crime, dan perang informasi, atau melanggar privasi orang lain.
Baca juga: Kecemasan Ibu WFH terhadap Pandemi COVID-19: Begini Cara Mengatasinya
Lalu bagaimana agar bijak menggunakan media sosial dan terhindar dari paparan hoax di media sosial?:
- Jangan langsung mudah percaya dengan kabar yang datang dari media sosial tanpa memeriksa terlebih dahulu kebenarannya.
- Jangan reshare info yang kita terima tanpa diketahui sumbernya/kebenarannya.
- Jangan mudah terprovokasi dengan ajakan yang merugikan diri sendiri dan orang lain yang disebarluaskan melalui media sosial.
- Bila sudah merasa bingung dan cemas dengan lalu lintas informasi di media sosial, sebaiknya membatasi diri dari media sosial.
- Untuk mendapatkan informasi terkait Covid-19 carilah informasi yang akurat dengan memfollow akun resmi pemerintah, atau badan resmi lainnya yang kredibel seperti web World Health Organization (WHO).
Baca juga: Bantu Anak Selama Belajar dari Rumah
by: Erisca Melia Safitri
Daftar Referensi
Andayani, D. (2020). Pemerintah: 1.125 Hoax soal Corona Terdeteksi, Jangan Tambah Beban Psikologis. Diakses melalui : https://news.detik.com/berita/d-4979655/pemerintah-1125-hoax-soal-corona-terdeteksi-jangan-tambah-beban-psikologis
Aprianti, N., Nasution, I. N., Aiyuda, N. (2020). Fungsi Eksekutif pada prasangka pengguna facebook terhadap presiden RI. Jurnal Psikologi vol. 3 (2) 63 – 70
Dewi, K. S. (2012). Buku ajaran kesehatan mental. Lembaga pengembangan dan penjaminan mutu pendidikan Universitas Diponegoro : Semarang. Diakses melalui : http://eprints.undip.ac.id/38840/1/KESEHATAN_MENTAL.pdf
Gao, J., Zheng, P., Jia, Y., Chen, H., Mao, Y., Chen, S., Wang, Y., Fu, H., & Dai, J. (2020). Mental health problems and social media exposure during COVID-19 outbreak. Diakses melalui : https://doi.org/10.1371/journal.pone.0231924
Herlambang, A. A. (2020). Dalangnya adalah Corona atau Media?. Diakses melalui : https://m.ayosemarang.com/read/2020/05/08/56679/dalangnya-adalah-corona-atau-media
Nurhayati, N., & Suryadi, R. (2017). Democratic Challenges of Indonesia in the Social Media Era. Diponegoro Law Review, October 2017, Volume 02, Number 02 349 – 368
Reuter, C., Stieglitz, S., & Imran, M. (2019). Social media in conflicts and crises. Behaviour & Information Technology, DOI: 10.1080/0144929X.2019.1629025
https://tirto.id/survei-643-dari-1522-orang-cemas-depresi-karena-covid-19-fgPG
1 Comment
Maka dari itu untuk membedakan mana informasi yang fakta dan hoax kita perlu mengetahui apa ciri-ciri informasi hoaks. Menurut dosen Ilmu Informasi dan Perpustakaan FISIP UNAIR setidaknya ada 5 ciri hoaks yaitu sumber yang tidak jelas, menyudutkan pihak tertentu, memaksa pembaca untuk menyebarkan informasi tersebut, apabila ada gambar ataupun video tidak tampak jelas, dan tidak ada informasi pasti kapan kejadian itu terjadi. Sumber : http://news.unair.ac.id/2020/07/23/begini-cara-bedakan-informasi-palsu-dan-fakta/
Leave A Comment