Memiliki keadaan atau kesehatan psikologis yang baik tentunya berkat adanya atau tertanamnya mindset yang baik pula baik terhadap diri sendiri maupun orang-orang disekitar kita sebagaimana manusia yang merupakan makhluk sosial. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita terkadang terjebak dalam mindset negatif yang muncul karena sebuah ‘kegagalan’ atau kesalahan yang kita perbuat, sehingga kemudian kita terlarut dalam rasa inferioritas yang berlebihan. Merasa inferior atau merasa tidak berdaya, kurang baik, kurang berusaha lebih atau merasa gagal jika tidak dengan segera diatasi atau hanya dibiarkan mengkonsumsi akal sehat kita tanpa melakukan tindak antisipasi cepat dan bijaksana dapat berujung munculnya simptom-simptom depresi. Self-compassion itu sendiri merupakan terlibatnya tingkat sensitivitas kita terhadap sebuah ketidakberuntungan, penderitaan, atau kesengsaraan yang dipasangkan dengan keinginan dalam diri yang mendalam untuk meringankan atau mengakhiri negativitas-negativitas dalam hidup tersebut.
Maka dari itu, untuk dapat menanamkan self-compassion, mula-mula kita harus mengetahui atau menerima adanya bentuk rasa sakit, yang merupakan perumpamaan dari ketidakberuntungan apapun yang kita rasakan, alami, atau lalui dalam hidup hingga kemudian memiliki keinginan untuk memusnahkan atau setidak nya meringankannya demi kebaikan kesehatan psikologis kita sendiri.
Baca juga: Mengenal Social Comparison
Dr. Kristin Neff yang merupakan professor psikologi di University of Texas menjelaskan bahwa self-compassion dapat diumpamakan sebagai berikut: “self-compassion melibatkan bagaimana kamu akan tetap memperlakukan teman atau keluargamu dengan baik walau mungkin mereka pernah gagal atau melakukan kesalahan”. Atau dalam arti atau definisi yang lebih sempit lagi, self-compassion adalah penerimaan diri secara utuh dan keseluruhan bahwa kita adalah manusia, dan hal wajar apabila kita berbuat sebuah kesalahan, serta tidak seharusnya kita merenungkan dan menyesali kesalahan-kesalahan tersbut secara berlebihan.
Menanggapi hal tersebut, melatih penanaman self-compassion pada diri sendiri sangatlah penting. Namun perlu diketahui bahwa ada beberapa komponen dasar self-compassion yang harus diketahui dan dipenuhi untuk dapat menanamkannya secara utuh. Berikut ini adalah beberapa komponen dari self-compassion:
- Self-Kindness
Ketika melatih self-kindness, perlu kamu ketahui bahwa tidak ada satupun manusia terlahir dengan kesempurnaan, dan semua manusia juga menjalani kehidupan yang juga tidak sempurna. Menerapkan self-kindness pada dasarnya tidaklah sulit namun membutuhkan penghayatan mendalam, seperti tetap memandang diri sendiri dengan positif ketimbang mengkritik diri sendiri secara berlebihan atas kesalahan yang telah kamu perbuat atau tetap baik terhadap diri sendiri. Dalam kata lain, belajarlah untuk mengubah reaksi dan tanggapan diri kita akan kegagalan atau kesalahan, seperti mengganti pemikiran self-blame yang seperti “Seharusnya ini semua tidak terjadi jika aku…” menjadi “Ini adalah konsekuensi dari kesalahanku, tapi ini tidak akan terjadi lagi di kemudian hari”.
Dengan pola pikir yang tidak baik dan seolah menjelek-jelekkan diri sendiri atas kesalahan yang kita perbuat, hal tersebut justru akan menambahkan penderitaan dan membuat kita semakin merasa menyesal, inferior, atau bahkan berbeda dengan orang-orang lainnya yang mungkin mengalami ‘nasib’ yang lebih baik dari kita saat itu. Namun dengan terlatihnya self-kindness, maka pola pikir ‘mengasihani diri sendiri’ akan tergantikan secara perlahan dengan pandangan positif dan penerimaan secara utuh dan lapang dada bahwa semua orang pasti mengalami ‘jatuh’ dan pasti nanti akan bangkit kembali setelahnya. Dengan membudayakan pola pikir atau mindset seperti itu, akan semakin besar kemungkinan bagi kita untuk belajar dari kesalahan dan tumbuh, dengan menganalisa keputusan lama yang menjerumuskan kita kedalam ‘kesengsaraan’ untuk dijadikan pelajaran di kemudian hari.
Baca juga: Mengapa Penting Mencintai Diri Sendiri?
- Mindfulness
Komponen selanjutnya adalah mindfulness. Apabila kita mindful atau sadar, berarti kita juga harus sadar dan siap atau bersedia menghadapi rasa sakit atau ketidakberuntungan tersebut. Hal ini memang bertentangan dengan insting alami manusia yang memiliki tendensi atau kecenderungan untuk menghindari apapun wujud negativitas yang berhadapan dengan kita, terlebih negativitas yang terjadi karena kita sendiri. Namun hal tersebut bukanlah cara yang baik ketika kita dihadapkan dengan rintangan dalam hidup. Kita harus sadar, mengakui, dan menerima secara utuh dan lapang dada atas semua penderitaan, kegagalan, atau ketidakberuntungan tersebut, dan memahami betul bagaimana negativitas-negativitas tersebut mempengaruhi pikiran dan tindakan kita dan bagaimana hal tersebut bisa terjadi.
Pengevaluasian diri adalah hal yang sangat wajar dilakukan dan biasanya terjadi secara tidak sadar, kemudian mulai tumbuh pengkritikan terhadap diri sendiri atas kesalahan yang kita perbuat. Mengkritik diri sendiri secara berlebihan dapat merugikan diri kita sendiri jika terlalu ditanggapi dengan lensa mindset negatif alias penyesalan. Namun dengan membudayakan mindfulness, kita dapat menerima dan menghadapi konsekuensi dari kesalahan tanpa harus melalui judgment terhadap diri sendiri hingga bahkan me-label diri sendiri hal-hal yang tidak seharusnya seperti pecundang, orang yang selalu gagal, dan lain sebagainya.
Semua ini dilakukan agar kita senantiasa memegang kendali penuh akan diri kita sendiri dengan memulai menjadi seseorang yang mindful akan segala hal yang menimpa kita. Sehingga kemudian kita dapat ‘berjalan’ di jalur baru di kemudian hari dengan pelajaran-pelajaran baru yang kita dapat dari kesalahan sebelumnya dan tidak terperangkap dalam perasaan inferior dan penyesalan tak berkesudahan. Oleh karena itu, jika mindfulness berhasil diterapkan dengan baik, kita juga mengenali atau mengetahui letak atau aspek-aspek apa sajakah dalam diri kita yang perlu difokuskan untuk perbaikan atau perkembangan tanpa adanya tekanan bahwa kita harus menjadi sempurna,karena membuat kesalahan adalah hal manusiawi.
- Imperfection Acceptance
Salah satu aspek yang menjadi pondasi utama self-compassion adalah penerimaan secara utuh atas ketidaksempurnaan, seperti yang berulang kali ditekankan dalam pembahasan kali ini. Penerapannya sangat krusial dan penting bagi kesehatan psikologis kita agar tidak dihantui oleh kecemasan berlebih yang mengarah pada rasa inferior terhadap diri sendiri yang mengakibatkan depresi apabila tidak segera dilakukan penanganan dari dalam diri sendiri.
Menerima bahwa ketidaksempurnaan adalah hal manusiawi yang wajar adanya juga dapat membantu kita merasa lebih dekat atau terhubung dengan orang lain karena kita sadar bahwa ketidakberuntungan atau kegagalan tentunya tidak hanya dialami oleh kita seorang di muka bumi ini, banyak sekali orang lainnya diluar sana yang bahkan mungkin mengalami ‘jatuh’ yang lebih dibawah dari posisi kita saat ini dan merasakan kesulitan-kesulitan yang lebih rumit dari apa yang tengah dihadapkan dengan ita saat ini pula.
Apabila kita dapat melatih self-compassion dalam diri kita, tentunya juga dapat mengasah koneksi sosial kita akan sesama, membantu meningkatkan kecerdasan emosional, tumbuhnya pandangan baru yang jauh lebih rasional atau objektif akan belajar dari kesalahan atau kelalaian, dan kepuasan terhadap hidup kita sendiri yang jauh lebih baik. Jika self-compassion sudah tertanamkan jauh lebih dalam dan menjadi bagian dari cara kita menjalani kehidupan secara utuh, kita juga bisa menjadi pribadi yang lebih peduli sesama, supportive, dan memiliki rasa empati yang tinggi. Tidak hanya itu, penelitian juga menyatakan bahwa individu yang menerapkan self-compassion memiliki kadar atau kemungkinan munculnya anxiety atas rasa takut untuk gagal dan depresi yang rendah.[]
Baca juga: Self Love atau Narsistik?
By: Zevica Rafisna
Referensi
https://www.verywellmind.com/how-to-develop-self-compassion-4158290
0 Comments
Leave A Comment