“Anak perempuan kok main layangan, main boneka aja!”. “Anak laki-laki kok main masak-masakan?”.
Di antara kita tentu pernah mendengar kalimat tersebut, bukan? Tanpa kita sadari, dengan membedakan jenis permainan anak laki-laki dan perempuan, kita telah menanamkan hal tersebut sebagai nilai-nilai bagi anak. Itulah mengapa sejak kita kecil hingga dewasa, pembedaan terhadap jenis mainan tetap saja terjadi.
Pernyataan tentang jenis permainan khusus laki-laki dan perempuan, merupakan implementasi dari norma gender tradisional yang memilah mana yang boleh dan tidak boleh dimainkan anak laki-laki dan perempuan. Hal demikian kemudian disebut sebagai sesuatu yang bias gender. Bias gender adalah anggapan yang membakukan peran gender, baik laki-laki maupun perempuan. Misalnya pada anak laki-laki, mereka akan diarahkan pada kegiatan ataupun permainan yang lebih mengedepankan pemikiran, diktatif, ataupun instruksi teknis (misal lego, mobil transformer, dan lainnya) dibanding perempuan yang mengedepankan kreatifitas, kasih sayang, serta imajinatif (boneka, masak-masakan, salon-salonan, dan lainnya). Melansir dari tirto.id, terdapat 60% orang dewasa yang bekerja di bidang desain (desainer, arsitek) pada saat anak-anak sering memainkan mainan balok. Lalu 66% yang bekerja di bidang hitung-hitungan (akuntan, banker) cenderung memainkan teka-teki saat masih anak-anak. Namun hal tersebut tidak terbatas pada jenis kelamin. Mereka memainkan apa yang memang ingin mereka mainkan, terutama anak-anak yang memang sedang mempelajari berbagai hal.
Apa yang menyebabkan adanya bias gender? Karena adanya konstruksi sosial terkait dengan peran yang dilakukan di masyarakat terkait dengan jenis kelamin, serta minimnya pemahaman masyarakat. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Dede William kepada kelompok perempuan di satu desa, para perempuan tersebut enggan dan cenderung risih untuk membahas mengenai hal yang berkaitan dengan gender. Maka dari itu apabila anak tidak diberikan pengetahuan ataupun pemahaman mengenai gender, maka mereka akan mengikuti apa yang selama ini mereka dapatkan dari orang tuanya (pemahaman, pandangan, serta perlakuan).
Beberapa cara mengatasi bias gender:
- Berikan pemahaman peran gender yang adil dan setara pada anak agar terbangun perspektif yang baik sejak kecil.
- Bebaskan anak mengeksplorasi permainan ataupun pekerjaan yang biasa dilakukan oleh lawan jenisnya.
- Ajarkan anak untuk menghargai apa yang dilakukan oleh orang lain (misal, seorang bapak-bapak yang berbelanja di pasar atau ibu-ibu yang sedang mengecat rumah).
Manfaat Anak Memiliki Pemahaman Adil Gender:
- Menghargai apa yang dilakukan oleh orang lain terkait pekerjaan atau kegiatan sehari-hari
- Mau melakukan hal yang biasanya dilakukan oleh lawan jenis
- Tidak diskriminatif dalam memperlakukan orang lain
Dengan memberikan pemahaman yang baik sejak dini mengenai perspektif gender yang tidak bias gender, maka anak berpotensi tumbuh menjadi individu yang menghargai orang lain dan menolak diskriminasi berbasis gender. []
By: Safira Prabandani
Ed: FN, WS, JLP
Referensi:
https://tirto.id/bias-gender-bisa-bermula-dari-mainan-ckVA
https://www.pesona.co.id/read/-beboldforchange-5-cara-melawan-bias-dan-ketidaksetaraan-gender
Fauziah, R., Mulyana, N., & Raharjo, S. T. (2015). Pengetahuan Masyarakat Desa tentang Kesetaraan Gender. Prosiding Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, 2(2).
0 Comments
Leave A Comment