Memiliki hubungan yang berkualitas dan sehat merupakan keinginan semua orang, dan menciptakan hubungan yang sehat tidak hanya dengan berlibur bersama saja, tetapi dalam kehidupan sehari-hari kedua pasangan mempraktekkan komunikasi yang baik.
Dalam sebuah hubungan tidak lepas dari yang namanya konflik, dan konflik dalam sebuah hubungan adalah hal yang wajar. Saat terjadi konflik, menurut Nurindah Fitria, M.Psi., Psikolog (dalam yayasanpulih.org, 2020), bisa saja mengalami peningkatan emosi negatif sesaat karena masifnya konflik yang terjadi, seperti marah dan kesal bisa memuncak apabila terus distimulasi. Namun, tidak semua konflik merepresentasikan kekerasan. Oleh karena itu, kita butuh mengenali mana yang termasuk konflik biasa dan konflik berkekerasan.
Sebuah hubungan akan berpotensi rusak bila dalam sebuah konflik komunikasi yang diterapkan pada salah satu atau keduanya menggunakan komunikasi yang buruk bahkan menjurus pada kekerasan verbal. Misal, ketika ada konflik melemparkan cacian, atau kata-kata yang dapat menyakitkan hati. Padahal kita tahu, kata-kata kasar, menghina, dan lainnya bisa berpotensi menyebabkan luka batin.
Baca juga: Masalah Rumah Dibawa ke Kantor dan Sebaliknya, Wajar Nggak Sih?
Kekerasan Verbal dalam Konflik
Kekerasan verbal merupakan kekerasan yang dapat menyakiti perasaan orang lain, seperti berkata kasar, memfitnah, kata-kata yang mengancam, menakutkan, atau menghina (Sutikno dalam Isnaini, 2018). Murray (dalam Wulandari, 2019) menjelaskan macam-macam kekerasan verbal yang tanpa sadar sering salah satu pasangan lakukan ketika sedang terlibat konflik bersama pasangan, yaitu:
- Name calling
Memberi panggilan buruk pada pasangan, seperti, bodoh, gendut, jelek, malas, lamban, dsb.
- Making a girl’s/ boy’s feel insecure
Alih-alih menyayangi pasangan dengan memberikan kritik, tapi kritik yang dilakukan dengan cara yang membuat pasangan merasa disalahkan dan tidak nyaman.
- Blaming
Menyalahkan pasangan atas suatu masalah yang terjadi, dan berujung menuduh pasangan.
- Manipulation/making himself look pathetic
Pasanganmu membohongi kamu dan memanipulasi keadaan. Misal, apabila kamu tidak mau memaafkan atas kesalahan yang dilakukan, dia mengatakan akan menderita, atau menyampaikan hal-hal buruk lainnya dapat terjadi pada dirinya.
- Making threats
Kekerasan ini dilakukan dengan cara mengancam pasangan, contoh, bila kamu melakukan sesuatu yang tidak disukai pasanganmu, maka dia akan melakukan sesuatu kepada kamu.
- Humiliating her/him in public
Pasanganmu mempermalukan kamu di depan banyak orang dengan mengatakan sesuatu yang buruk tentang kamu atau tentang bagian tubuh kamu.
Baca juga: Seberapa Penting Self-Esteem dalam Sebuah Hubungan?
Adanya kekerasan verbal dalam sebuah hubungan menandakan bahwa pelaku tidak memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik, dan tidak bisa menjadi pendengar yang baik juga. Padahal kemampuan komunikasi yang baik memiliki peran penting dalam sebuah hubungan. Lalu, bagaimana cara berkomunikasi yang baik? Sebagaimana disampaikan oleh Scott (2020), tentang 10 tips komunikasi yang efektif guna menyelesaikan konflik dalam hubungan menurut Scott (2020), yaitu:
1. Stay focused
Sering kali saat menyelesaikan konflik kita tergiur untuk mengungkit konflik masa lalu yang kita pikir masih berhubungan dengan konflik saat ini. Sayangnya, hal ini hanya membuat kita tidak fokus dengan konflik yang sedang dihadapi dan justru sedikit kemungkinan kita menemukan solusi untuk konflik saat ini.
Tips: cobalah untuk tidak mengungkit luka atau konflik masa lalu. Fokus terhadap konflik yang sedang dihadapi saat ini, saling memahami, dan bersama-sama menemukan solusi yang tepat.
2. Listen carefully
Menjadi seorang pendengar yang baik tidak hanya membutuhkan kemampuan mendengar saja, namun sebagai pendengar yang baik kita harus mendengar sambil memahami lawan bicara.
Tips: cobalah untuk mendengarkan secara baik-baik, tidak menginterupsi lawan bicara, tidak selalu membela. Dengar dan berikan feedback terhadap apa yang pasangan kamu bicarakan, sehingga mereka tahu bahwa kamu benar-benar mendengarkan dan memahami.
3. Try to see their point of view
Ketika menyelesaikan konflik dengan pasangan, sering sekali pendapat dan pandangan kita ingin dilihat dan dipahami tanpa memahami pendapat dan pandangan pasangan kita. Sayangnya, apabila hal ini terus-menerus terjadi, kita dinilai tidak mampu memahami dan menghargai pendapat dan pandangan pasangan kita. Kebiasaan ini akan menimbulkan perasaan tidak dipahami dan dihargai oleh pasangan kita.
Tips: cobalah untuk melihat dan memahami pendapat serta pandangan dari pasangan kita, kemudian kita menyampaikan pendapat serta pandangan dari sisi kita. Jangan hanya ingin dimengerti namun belajarlah untuk mengerti.
4. Respond to criticism with empathy
Tips: penting untuk kita mendengarkan keluh kesah (rasa sedih atau sakit) pasangan kita dan tanggapi dengan rasa empati.
5. Own what’s yours
Tips: apabila konflik yang terjadi karena kesalahan kita, maka penting untuk kita bertanggung jawab dan mengakui kesalahan, begitupun sebaliknya, pasangan kita melakukan hal yang sama.
6. Use “I” messages
Tips: cobalah untuk menyelesaikan konflik dengan I message, seperti “aku merasa stress saat hubungan kita seperti ini”, kalimat tersebut lebih elegant karena tidak menyudutkan atau menuduh pasangan, serta tidak membuat pasangan merasa di serang.
7. Look for compromise
Lebih baik kita dan pasangan kita mencari solusi atas konflik yang sedang dihadapi, dibandingkan harus berlomba-lomba untuk memenangkan argumen.
Tips: ketika dihadapkan dengan konflik, sebaiknya kedua belah pihak kompromi dalam mencari solusi terbaik yang bisa membuat keduanya bahagia.
9. Take a time-out and keep at it
Saat pasangan dihadapkan dengan suatu konflik yang dibumbui dengan perdebatan panjang, sering sekali salah satu ada keduanya mengalami emosi yang memanas dan membuat perdebatan menjadi tidak ada ujungnya dan berujung pertengkaran.
Tips: ketika keadaan sudah memanas, lebih baik lakukan kesepakatan untuk time-out sementara waktu, sampai situasinya normal kembali.
Keep at it
Setelah pasangan merasa siap untuk kembali membahas konfliknya, karena merasa situasi sudah memungkinkan, keduanya sudah memiliki sikap yang konstruktif, sudah bisa saling menghormati dan sudah mampu untuk melihat sudut pandang pasangannya, maka selesaikanlah konflik yang sempat tertunda tersebut.
10. Ask for help
Tips: apabila keduanya merasa sudah deadlock sementara hubungannya tidak kian membaik, mencari bantuan dari profesional, seperti konseling pasangan atau terapi keluarga, mungkin menjadi salah satu pilihan yang tepat.
Sebagai catatan, 10 tips di atas akan kian efektif bila dipraktikkan bersama-sama oleh kedua belah pihak guna meningkatkan hubungan agar lebih berkualitas. Apabila sedang berada di tengah konflik, sebaiknya tetap menggunakan komunikasi yang tidak menyakiti dan merendahkan pasangan. []
Baca juga: Mendukung Pemulihan Orang Terdekat yang Mengalami Kekerasan Berbasis Gender
By: Larasati Widya Putri
Referensi:
http://yayasanpulih.org/2020/04/kdrt-dalam-pandemi-bukan-candaan-dan-jangan-terabaikan/
https://www.verywellmind.com/managing-conflict-in-relationships-communication-tips-3144967
0 Comments
Leave A Comment