Menjalin hubungan dengan menyatukan dua orang tidaklah mudah. Love hate relationship merupakan kondisi hubungan antara satu individu dengan individu lain dikarena kurang konsisten dalam menjalin hubungan tersebut, seperti menunjukkan rasa cinta. Terkadang disuatu waktu merasakan cinta pasangan ataupun orang terdekat, terkadang terasa sangat membenci mereka.
Jin, Xiang, dan Lei (2017) mendeskripsikan cinta dan benci adalah afeksi dasar manusia. Perasaan kuat tentang cinta memiliki asosiasi dengan benci. Jika seseorang mencintai secara mendalam kadang muncul pula kebencian dan umumnya perasaan cinta didominasi karena konteks penghianatan. Hal ini didukung oleh Alford (2005) yang mengungkapkan bahwa benci adalah imitasi dari cinta dan termasuk tipe hubungan. Kadang pasangan muda yang menjalin hubungan romantis, menunjukkan rasa benci sebagai refleksi dari cinta.
Penjabaran peneliti lain, menurut Yoshimura (2004), rasa benci romantis didasari pada akar kecemburuan romantis. Cemburu merefleksikan perasaan marah dan takut di dalam diri seseorang karena cinta, bersamaan dengan itu cemburu yang didasari logika karena adanya sikap negative pasangan. Lalu, sikap negatif ini menurut Elphinston dkk (2013) menyebabkan ketikakpuasan hubungan di dalam hubungan tersebut.
Berikut adalah penjabaran beberapa penyebab love hate relationship yang membuat kita merasa terjebak hubungan tersebut. Salah satu faktor penyebab karena ego. Menurut Sigmund Freud, ego menjadi bagian kepribadian dan bahkan menunjukkan identitas diri. Ego ini biasanya memfokuskan diri sendiri. Ego pun memiliki dampak baik maupun buruk dikarenakan ego berkaitan dengan kenyataan, sehingga kita sebagai manusia pelu menyeimbangkan realita dan nilai moral. Kita perlu ingat, yang berlebihan tidaklah baik.
Hal ini didukung penelitian dari Di Giuseppe dan Perry (2021), yang menjelaskan bahwa fungsi psikologis di balik penggunaan mekanisme pertahanan, sebagai motif bawah sadar untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman emosional yang tak tertahankan. Ini bisa berupa kebutuhan untuk menarik kemarahan, ancaman kegagalan harga diri, rasa malu serta rasa bersalah yang dialami dalam menghadapi pikiran yang tidak dapat diterima dan banyak lainnya.
Selain ego, adanya kepribadian setiap orang yang berbeda, sehingga terkadang ingin menunjukkan sikap tidak mau kalah ataupun menunjukkan sisi keras kepala mereka. Kepribadian ini pun tidak lepas dari masa lalu dimana terkadang ada individu yang merasa tidak layak atau tidak berharga untuk dicintai. Hal ini pun dapat dipengaruhi dari pola pengasuhan masa kecil atau bahkan adanya trauma dimasa lalu. Masa lalu pun, membentuk perspektif lebih baik menutup diri agar tidak tersakit lagi dikarenakan adanya bentuk pertahanan diri manusia.
Membahas tentang pertahanan diri, menurut Prunas dkk (2019) pertahanan yang belum matang berkorelasi dengan rasa insecure attachment pada orang dewasa, dan bahwa konfigurasi pertahanan spesifik dikaitkan dengan komponen keterikatan yang menghindar dari situasi tersebut dan muncullah perasaan cemas. Dengan kata lain akan mempengaruhi kestabilan hubungan tersebut. Lebih lanjut, menurutnya, hubungan yang tidak stabil umumnya sekitar 2 bulan bertahan, setelah itu akan merasa terganggu.
Jelas jika kita berada di dalam hubungan tidak stabil pasti memberikan mempengaruhi kesehatan mental kita. Racionero-Plaza, dkk (2021) menjelaskan ilmu pengetahuan telah menetapkan dengan baik dampak hubungan sosial yang erat bagi kesehatan dan kesejahteraan individu (1). Kualitas hubungan dapat mempengaruhi fungsi kekebalan tubuh, regulasi stres, suasana hati, motivasi, keterampilan koping, kebiasaan makan dan olahraga (2), atau fungsi endokrin dan aktivitas sistem saraf (3). Literatur ilmiah menunjukkan bagaimana, tergantung pada kualitasnya, hubungan yang beracun atau membangun dapat mempengaruhi kesehatan secara negatif atau positif.
Berikut beberapa tips untuk menjalin hubungan yang sehat dengan pasangan. Pertama, jelas kita perlu instropeksi diri dan melihat bukan mencari salah siapa atau bahkan memperburuk keadaan. Kita perlu memperbaiki diri sendiri. Kemudian, cobalah komunikasikan dengan pasangan agar lebih memahami sudut pandang satu sama lain. Dengan komunikasi pula, maka cobalah mencari jalan tengah yang terbaik untuk satu sama lain. Hal ini perlu didukung oleh sikap terbuka dan kejujuran satu sama lain, agar dapat mengevaluasi hubungan bersama.
Selanjutnya, pentingnya hubungan timbal balik agar merasa didukung satu sama lain. Dengan begitu, membuat satu sama lain lebih tenang dan dapat fokus menyelesaikan masalah. Jika dirasa tidak menemukan titik tengahnya, dapat mempertimbangkan untuk melakukan konseling pasangan demi menyelamatan hubungan tersebut.[]
By: Octavia Putri, M. Psi., Psikolog
Sumber:
Alford, C. F. (2005). Hate is the imitation of love. The Psychology of Hate, ed. R. Sternberg (Washington, DC: APA), 235-254
Di Giuseppe, M., & Perry, J. C. (2021). The Hierarchy of Defense Mechanisms: Assessing Defensive Functioning With the Defense Mechanisms Rating Scales Q-Sort. Frontiers in Psychology, 12(October). https://doi.org/10.3389/fpsyg.2021.718440
Elphinston, R> A., Feeney, J. A., Noller, P., Connor, J. P., & Fitzgerald, J. (2013). ROmatic jealousy and relationship satisfaction: The costs of rumination. West. J. Commun. 77, 293-304.
Jin, W., Xiang, Y., & Lei, M. (2017). The deeper the love, the deeper the hate. Front. Psychol., Diakses dari https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2019.01940/full
Prunas, A., Di Pierro, R., Huemer, J., & Tagini, A. (2019). Defense mechanisms, remembered parental caregiving, and adult attachment style. Psychoanalytic Psychology, 36(1), 64–72. https://doi.org/10.1037/pap0000158
Racionero-Plaza, S., Piñero León, J. A., Morales Iglesias, M., & Ugalde, L. (2021). Toxic Nightlife Relationships, Substance Abuse, and Mental Health: Is There a Link? A Qualitative Case Study of Two Patients. Frontiers in Psychiatry, 11(January), 1–8. https://doi.org/10.3389/fpsyt.2020.608219
0 Comments
Leave A Comment