American Murderer: The Family Next Door merupakan Dokumenter Netflix yang menceritakan tentang kasus pembunuhan keluarga oleh sang suami yang ingin menyongsong hidup baru bersama selingkuhannya. Terdengar familiar, bukan? 

Kasus tersebut terjadi pada tahun 2018, dimana berita televisi Amerika digegerkan oleh kasus seorang ayah yang tega membunuh seorang istri yang sedang hamil dan kedua anaknya yang masih kecil demi melangsukan lembaran hidup baru bersama selingkuhannya. Namun upaya pembunuhannya tersebut langsung terungkap karena sahabat istrinya, yang merupakan tetangganya sendiri merasakan hal yang janggal di pagi hari dan langsung menelpon polisi tanpa sempat memberikan waktu untuk pelaku memalsukan rangkaian kejadian.

Kejadian tersebut menuai kontroversi karena betapa tidak manusiawinya tindakan pelaku tersebut yang padahal dengan privilege yang ia miliki adalah impian semua orang di dunia. Dengan seorang istri yang sedang mengandung, dua anak yang cantik dan sebuah rumah yang besar ternyata tidaklah cukup untuk pelaku melakukan perbuatan keji demi hidup bersama dengan selingkuhannya.

Padahal bisa Cerai,  Mengapa Malah Mengakhiri Hidup Orang Lain?

Setelah menyakiti hati istri dan anak-anaknya dengan perselingkuhannya, seolah tidak cukup bagi pelaku sehingga ia mengambil tindakan sadis dengan cara menghabisi keluarganya sendiri. Padahal, bila pelaku merasa sudah tidak cocok dengan istrinya ia bisa membicarakannya dan mengajukan gugatan cerai ke pengadilan.

Tidak semua orang siap dengan konsekuensi, seperti pribadi narcissist yang “self-centred” atau egois. Dengan menggugat cerai akan memperburuk nama baiknya, apalagi masyarakat akan segera tahu kalau ia memiliki hubungan dengan pasangan barunya. Sayang sekali, tindakan yang diambil pelaku, Chris Watts, justru memilih menyingkirkan istri dan darah dagingnya sendiri, walau pada akhirnya ia tidak memiliki waktu untuk menghapus bukti atau membangun cerita palsu agar tidak dicurigai polisi.

Perempuan sebagai manusia kelas dua setelah laki-laki: Dampak dari ketidakadilan gender 

Sebagaimana dalam kasus American Murderer: Family Next Door, pelaku memandang  perempuan sebagai hama yang perlu disingkirkan, dimana tindakan tersebut dilakukan agar ia dapat memulai hidup barunya bersama sang kekasih. 

Selain di Amerika, kasus suami bertekad membunuh istrinya karena ia telah berselingkuh, juga pernah terjadi baru-baru ini (2022) di Indonesia. Tidak tanggung-tanggung, suami korban bahkan menyewa pembunuh bayaran untuk menghabisi istrinya dengan cara ditembak menggunakan senjata api. Syukurlah, walau korban terluka tetapi nyawanya dapat diselamatkan. Sementara itu, para pembunuh bayaran berhasil ditangkap petugas, dan suami korban yang menjadi otak pelaku percobaan pembunuhan dikabarkan tewas bunuh diri.

Cara pandang pelaku yang menganggap perempuan sebagai pihak yang tidak penting, mencerminkan perilaku dominasi patriarki yang memandang perempuan sebagai manusia kelas dua setelah laki-laki sehingga perempuan dianggap tidak penting. Mungkin itulah mengapa kita menemukan fenomena kelahiran anak perempuan pada sebagian keluarga menjadi kabar tidak menggembirakan, dan sebaliknya, bila yang lahir anak laki-laki hal itu sangat menggembirakan. Tanpa disadari, ada begitu banyak bentuk-bentuk dan dampak dari praktik norma gender yang patriarki, misalnya stigma pada perempuan, dimana perempuan dianggap tidak layak menduduki posisi strategis dalam sebuah institusi, baik swasta maupun di pemerintahan. Keterwakilan perempuan yang bisa terlibat dalam rapat-rapat yang krusial, seperti perencanaan pembangunan desa dan sejenisnya juga masih kurang dilibatkan. Selain itu, dampak dari dominasi patriarki pada perempuan juga terjadinya kekerasan, atau yang biasa disebut sebagai kekerasan berbasis gender, dimana perempuan mengalami yang namanya kekerasan dalam pacaran, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, dan jenis-jenis kekerasan lainnya.

Dampaknya kepada Korban

Tentu ada sejumlah dampak bagi korban kekerasan dalam rumah tangga, seperti mengalami luka-luka, trauma, depresi, hingga kematian. Lalu, bagaimana dengan anak-anak yang menjadi bagian dari situasi kekerasan di dalam rumahnya? Apakah ia juga merasakan rasa tanggung jawab atau frustrasi dengan keadaan tersebut?

Berikut jenis trauma dan dampak perselingkuhan dan abuse terhadap Anak:

  1. PTSD

Salah satu dampak KDRT yang paling berpengaruh adalah PTSD pada anak-anak. Meskipun terhindar dari kekerasan fisik, trauma kekerasan dalam rumah tangga cukup menyebabkan perubahan yang berbahaya pada perkembangan otak anak.

  1. Perilaku Agresif

Ketika anak menyaksikan kekerasan dalam rumah tangga, mereka cenderung bertindak sebagai reaksi terhadap situasi tersebut, seperti berkelahi, bolos sekolah, terlibat dalam aktivitas seksual yang berisiko, atau mencoba-coba narkoba dan alkohol.

  1. Malu 

Anak-anak dapat merasa seolah-olah orang tua yang berkhianat adalah tanda hitam terhadap dirinya dan seluruh keluarga dekat.

  1. Hilangnya Kepercayaan

Ketika anak-anak (dari segala usia) mengetahui perselingkuhan orang tua, mereka biasanya merasa sangat sulit untuk percaya bahwa seseorang yang mereka cintai tidak akan berbohong kepada mereka, menolak, atau meninggalkan mereka.

  1. Kebencian terhadap orang tua yang dikhianati 

Beberapa anak membenci orang tua yang dikhianati karena mengharuskan mereka untuk menjadi pengasuh emosional mereka, karena pengasuhan yang kurang baik karena keasyikan dengan drama perselingkuhan, atau karena tidak dapat mencegah perselingkuhan sejak awal.

  1. Kebingungan 

Anak-anak sering mengambil kesimpulan bahwa pernikahan itu palsu dan cinta adalah ilusi.

Perselingkuhan dalam keluarga dapat mempengaruhi kondisi psikologi kepada anak yang menimbulkan trauma dan trust issues yang diakibatkan dari perilaku egois salah satu orangtuanya. Bila berkaca pada dua kasus di atas (suami bunuh istri), dan bila benar-benar merasa tidak lagi dapat bersama dengan pasangan, sebaiknya gunakan kanal yang tepat, yakni sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, bukan dengan melenyapkan pasangan.

Sudah semestinya orangtua juga memperhatikan masa depan perkembangan anak-anaknya, dimana bila ia merasa punya persoalan sebaiknya diselesaikan dengan cara-cara yang tidak menggunakan kekerasan. Namun bila merasa kesulitan untuk membangun komunikasi yang efektif, tidak ada salahnya meminta bantuan pihak ketiga yang dapat dipercaya, atau bila perlu mengakses bantuan profesional. 

By: Serene Rahayu

References:

2019. Dickson, EJ. “ What Drives a Man to Kill His Own Family? Inside the Psychology of Family Annihilators”. https://www.rollingstone.com/culture/culture-news/chris-watts-family-murder-colorado-why-803957/ (Diakses 27 Juli 2022)

Makarim, Fadhili. 2021. “Pentingnya Peran Ibu dalam Membentuk Karakter Anak”.

https://www.halodoc.com/artikel/pentingnya-peran-ibu-dalam-membentuk-karakter-anak (Diakses 11 Agustus 2022)

Salumna, Maya. 2021. “Perempuan, Patriarki, dan Kekerasan Seksual”. https://persmaporos.com/perempuan-patriarki-dan-kekerasan-seksual/ (Diakses 11 Agustus 2022)

Fleidstein, Andrew. 2018. “How Do Cheating Spouses Impact Their Children’s Emotional health?”. https://www.separation.ca/blog/2018/april/how-do-cheating-spouses-impact-their-children-s-/#:~:text=Shame%2C%20loss%20of%20trust%2C%20confusion,self%2Dinflict%20harm%20or%20regress. (Diakses 11 Agustus 2022)

Plumptre, Elizabeth. 2021. “How Witnessing Domestic Violence Affects Children”. https://www.verywellmind.com/the-impact-of-domestic-violence-on-children-5207940 (Diakses 11 Agustus 2022)

Dear, Sahabat Pulih

.

Taukah kamu bahwa American Murderer: The Family Next Door merupakan Dokumenter Netflix yang menceritakan tentang kasus pembunuhan keluarga oleh sang suami yang ingin menyongsong hidup baru bersama selingkuhannya. Terdengar familiar, bukan? 

.

Ibarat memiliki permata 9 karat tapi lebih memilih batu kerikil, sang pelaku memilih mengakhiri kehidupan keluarganya daripada menceraikannya, dan membiarkan istri dan anak-anaknya memiliki kehidupan baru tanpanya

.

Kekerasan dalam rumah tangga terlebih penghabisan nyawa dan perselingkuhan nyatanya dapat memberikan dampak buruk terhadap korban yang terkait, untuk mempelajari lebih lanjut mengenai topik ini. Yuk, pelajari! Di 

.

.

.

.

#yayasanpulih #pemulihantrauma #penguatanpsikososial #konseling #psikologklinis #psikolog #kesehatanmental #mentalhealth #pedulikesehatanmental #kesetaraangender #genderequality #gerakbersama #stopkekerasanperempuan #genderbalance #genderbasedviolence #divorce #family #abusiverelationship