Kita sudah membahas tentang bagaimana memberikan respons dan dukungan kepada korban kekerasan berbasis gender pada artikel sebelumnya. Kita juga sudah membahas terkait keberpihakan kepada penyintas kekerasan berbasis gender dan melibatkan semua pihak, termasuk laki-laki dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan berbasis gender. Jika ditarik menjadi satu benang merah, bisa dikatakan bahwa memberikan respons yang inklusif terhadap peristiwa kekerasan berbasis gender yang dialami penyintas menjadi sebuah langkah penting untuk menjamin terpenuhinya hak-hak penyintas kekerasan berbasis gender.
Nah, respons yang tepat dan inklusif tidak hanya diperlukan dalam ranah atau konteks perseorangan, namun juga perlu dilakukan secara terlembaga. Tersedianya lembaga layanan menjadi salah satu kunci penting dalam proses pemulihan penyintas kekerasan berbasis gender. Hal ini bahkan dijelaskan dalam Pasal 39 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga yang menyebutkan bahwa untuk kepentingan pemulihan, korban dapat memperoleh pelayanan dari tenaga kesehatan, pekerja sosial, relawan pendamping, dan/atau pembimbing rohani. Inklusivitas yang dimaksud dalam pemberian layanan di sini juga mencakup kemudahan korban dalam melakukan akses layanan, termasuk dalam situasi bencana.
Dalam situasi pandemi COVID-19, misalnya, layanan hendaknya dapat diberikan melalui medium yang aman dan nyaman bagi penyintas maupun penyedia layanan, yakni melalui medium daring. Salah satu lembaga yang menyediakan layanan pendampingan korban kekerasan berbasis gender secara daring selama masa pandemi adalah Yayasan Pulih. Yayasan Pulih lahir sebagai pusat penguatan psikososial terhadap penyintas trauma kekerasan dan bencana. Selama situasi pandemi, Yayasan Pulih menyediakan pendampingan dan konsultasi psikologis secara daring bagi penyintas kekerasan berbasis gender. Hal ini tentu menguntungkan, karena penyintas yang tidak berada di wilayah Jakarta dan sekitarnya dapat turut mengakses layanan yang diberikan dan mendapatkan pendampingan oleh Yayasan Pulih.
Selain Yayasan Pulih, beberapa waktu belakangan juga muncul carilayanan.com, sebuah platform direktori lembaga layanan yang menyediakan informasi mengenai bantuan, dukungan, dan layanan lain bagi penyintas kekerasan berbasis gender di Indonesia. Platform ini menjadi sarana penghubung bagi penyintas KBG dan lembaga penyedia layanan di berbagai daerah, sehingga penyintas KBG mungkin untuk mendapatkan pertolongan segera. Adanya platform ini tentu memudahkan penyintas, keluarga, teman, bahkan pendamping dalam mengakses informasi terkait kebutuhan dan bantuan penyintas KBG karena penyintas dapat mendapatkan informasi bantuan sesuai lokasi terdekat mereka berada.
Kemudahan akses menjadi salah satu upaya penanganan KBG yang harus terus didorong pelaksanaannya. Hal ini bertujuan untuk memutus respons negatif yang dapat berdampak buruk bagi penyintas KBG. Pemulihan trauma seringkali membutuhkan proses panjang. Maka, ketika kita bertemu dengan penyintas KBG, hal yang harus kita lakukan adalah memberikan mereka ruang aman dan dukungan sesuai dengan kebutuhan mereka, termasuk tersedianya layanan yang inklusif bagi penyintas KBG.
By: Nurul Fauzan
Tulisan ini dibuat dengan dukungan dari UNFPA Indonesia dan Pemerintah Jepang melalui Program Leaving No One Behind.
#LeavingNoOneBehind #Everyonecounts #InclusiveC19Response
0 Comments
Leave A Comment