Sering kali kita mengabaikan tanda-tanda peringatan dari sebuah relasi yang toksik. Generasi muda banyak menyebutnya sebagai red flag dalam sebuah relasi. Tidak hanya relasi interpersonal biasa, dalam relasi intim yang lebih serius seperti berpacaran maupun relasi pernikahan red flag menjadi sebuah tanda bahwa kita perlu “menyudahi” relasi yang sudah terlalu toksik.
Dalam relasi, khususnya relasi intim, hampir selalu diawali dengan hasrat dan janji akan masa depan yang cerah. Tidak jarang pula, kita menggunakan frasa “happily ever after” layaknya dalam sebuah dongeng yang menunjukkan harapan bahwa semua kisa cinta akan selalu berakhir dengan bahagia. Pada dasarnya tidak ada yang salah dengan frasa tersebut, namun perlu kita ingat bahwa dalam sebuah relasi kita pasti akan menemukan tantangan-tantangan maupun akhir yang tidak selalu bahagia.
Konflik dalam sebuah relasi bisa menjadi salah satu tantangan dan pada dasarnya adalah hal yang wajar terjadi. Pasangan akan berusaha untuk menyelesaikan konflik yang terjadi secara sehat agar relasinya tetap terjaga. Sayangnya, tidak semua pasangan dapat menyelesaikan konflik secara sehat dan terbuka.
Dalam sebuah relasi toksik, pelaku sering kali melakukan manipulasi terutama ketika menyelesaikan konflik. Perasaan kecewa, pengkhianatan, dan kebingungan yang mendalam muncul dengan frekuensi yang sangat sering. Hal inilah yang sering kali tidak dikenali hingga sebuah relasi semakin memburuk dan sulit untuk ditinggalkan.
Baca juga: Aktiv Listening Bukan Sekedar Mendengarkan
Jadi, mari kita kenali tandanya sebelum terlambat.
- Konflik yang semakin sering terjadi
Anda dan pasangan menjadi sering mengalami konflik yang terasa dan melibatkan kata-kata makian yang saling merendahkan (seperti menyerang karakter ataupun komentar yang sengaja menyakiti). Konflik ini tidak pernah diselesaikan, siklus terjadi sangat cepat, dan kata-kata makian yang merendahkan akan semakin sering digunakan. Ini adalah tanda pertama yang bisa menjadi sorotan bahwa hubungan kita dalam kondisi yang toksik.
- Tidak mendukung nilai (value) yang kita anut
Setiap dari kita memiliki nilai yang dianut sebagai pedoman hidup. Pada umumnya, kita dan pasangan akan memiliki kesamaan dalam nilai-nilai hidup yang kita anut meskipun ada beberapa hal yang mungkin saja berbeda. Dalam sebuah relasi yang toksik, pasangan akan menunjukkan kurangnya dukungan untuk nilai atau tujuan hidup dan meminimalkan hal-hal yang penting bagi Anda. Seringkali juga menjadi bahan ejekan jika sedang terjadi konflik dan digunakan untuk manipulasi.
- Saling mengejek dan merendahkan
Tanda ini menjadi cukup sulit untuk dikenali karena banyak pasangan yang melakukan ini dengan dalih candaan untuk mempererat relasinya atau dengan alasan bahwa mereka sudah sering melakukan candaan yang saling merendahkan. Ingatlah bahwa dalam sebuah relasi candaan yang merendahkan dan saling mengejek tidak dapat dibenarkan terutama jika salah satu pihak merasa keberatan. Dalam sebuah relasi yang toksik candaan yang mengejek dan merendahkan kerap kali dilontarkan dan bukan sebagai tanda kasih sayang namun karena salah satu pihak ingin mengejek dan menunjukkan superioritas atas pihak lainnya.
- Sering berpikir untuk mengakhiri hubungan
Hubungan yang toksik dapat membuat kita menjadi lelah secara psikologis. Dalam waktu yang lama, kita bisa merasa sangat tertekan dan menjadi lebih sering memikirikan untuk mengakhiri hubungan yang saat ini terjalin. Bahkan tidak sedikit juga yang berandai-andai untuk bersama dengan orang lain karena terlalu takut untuk mengakhiri hubungan yang saat ini terjalin.
- Takut untuk menghabiskan waktu dengan pasangan
Manipulasi, ejekan, maupun hal-hal yang dianggap merendahkan akhirnya dapat membuat kita merasakan kekhawatiran yang besar jika harus bersama dengan pasangan dalam waktu yang lama. Rasa cemas dan takut ini juga dapat muncul karena pasangan kerap kali melakukan kekerasan secara fisik, verbal, maupun psikologis untuk mengontrol diri kita dan membuat kita merasa bersalah atas apa yang sudah kita lakukan.
Baca juga: Menikah Bukan Beli Cincin dalam Karung
- Manipulasi dalam hubungan
Dalam relasi yang toksik, pasangan akan bersikap sangat manipulatif. Tindakan manipulatif tidak hanya dilakukan terhadap pasangannya saja tetapi juga dalam konteks sosial lainnya. Dalam interaksi sosial, pasangan akan menunjukkan bahwa dirinya adalah pribadi yang baik, perhatian, dan merupakan pasangan ideal. Kebalikannya, di ranah privat atau di saat orang-orang tidak dapat menilai pasangan akan bertindak dan berperilaku yang kita nilai dalam kategori mengganggu.
- Menggunakan rasa bersalah untuk mencapai keinginan pribadi
Pasangan akan sering menggunakan rasa bersalah kita untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Hal ini juga merupakan bagian dari sikap manipulatifnya yang dimunculkan untuk memperoleh kontrol atas diri pasangannya. Rasa bersalah ini memunculkan perasaan tidak berdaya dan selalu menempatkan kita dalam posisi yang tidak memiliki kontrol atas hubungan yang sedang dijalin.
- Semua waktu luangmu hanya untuknya
Pasangan akan selalu memaksa Anda untuk memberikan atau meluangkan waktu untuknya. Apapun alasan yang diberikan, pasangan akan memaksa Anda untuk menghabiskan waktu bersama dengannya meskipun Anda memiliki kesibukan lainnya. Pasangan juga tidak peduli dengan hobi dan kesenangan Anda yang lain. Jika Anda tidak bisa meluangkan waktu dengannya? Ia akan menggunakan rasa bersalah dan manipulasi untuk memastikan bahwa Anda menghabiskan waktu luang bersama dengannya.
Baca juga: Love Hate Relationship: Kucinta Namun Kubenci
Jika Anda dapat mencentang beberapa tanda-tanda, Anda mungkin sudah berada dalam relasi yang toksik dengan pasangan Anda. Sudah saatnya Anda membuat keputusan untuk menyudahi relasi yang toksik sebelum semuanya terlambat.
By: Jane L. Pietra, Psikolog
Referensi:
Baxter, M. G., & Croxson, P. L. (2012). Facing the role of the amygdala in emotional information processing. Proceedings of the National Academy of Sciences, 109(52) 21180-21181
Barelds, D. P. H., Barelds-Dijkstra, P. (2007) relations between different types of jealousy and self and partner perceptions of relationship quality. Clinical Psychology and Psychotherapy, 14(3), 176-188
Forgas, J.P. (2011). Fast track report: She just doesn’t look like a philosopher…? Affective influences on the halo effect in impression formation.European Journal of Social Psychology, 41, 812-817
0 Comments
Leave A Comment