(Urbanisasi dan Kesehatan Mental)

“social media is not a safe place” – Tarana Burke

Di era modern seperti saat ini, menggunakan smartphone dan media sosial sudah menjadi rutinitas semua kalangan setiap harinya. Saat ini, media sosial sangat mempengaruhi kehidupan seseorang dan sudah menjadi kebutuhan serta bagian dari gaya hidup manusia termasuk pada bagaimana manusia berinteraksi dengan orang lain (Allen, 2019). Media sosial dapat digunakan oleh semua kalangan, mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia pun bisa dengan mudah mengakses jejaring sosial tersebut. Survey Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) tahun 2022 untuk melihat profil pengguna internet di sepanjang tahun 2021-2022, memberikan gambaran bahwa remaja merupakan pengguna internet tertinggi di Indonesia atau setara dengan 75,50% dari populasi di Indonesia. Dalam menggunakan media sosial, remaja cenderung rentan terpengaruh dan terkadang belum mampu memilah aktivitas yang dilakukannya di dunia maya karena emosi remaja masih belum stabil dan kerap disebut dengan remaja labil (Aprilia et al., 2020).

Media sosial memang sangat memudahkan segalanya, dirancang sedemikian rupa untuk menarik penggunanya agar membuka akun media sosial secara terus menerus, hingga tak sadar jika media sosial juga memiliki efek buruk pada penggunanya. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh (Twenge, Spitzberg, & Campbell, 2019 ) menemukan bahwa remaja yang menggunakan media sosial memiliki kerentanan lebih tinggi untuk mengalami perasaan kesepian (loneliness). Hal ini disebabkan karena interaksi yang dilakukan oleh remaja melalui media sosial meminimalisir interaksi mereka secara nyata. Tidak hanya perasaan kesepian, penggunaan media sosial yang berlebihan juga dapat menyebabkan dampak negatif pada remaja seperti gangguan emosi, kesehatan mental dan lainnya (Saragih, 2020). Hoaks, ujaran kebencian, pornografi, sampai cyberbullying juga sangat mudah kita temukan di media sosial serta dapat berdampak terhadap kondisi psikologis remaja pengguna media sosial.

Baca juga: Self Regulation Check!

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa anak-anak serta remaja di  seluruh  dunia  mengalami kerentanan untuk mengalami gangguan kesehatan  mental akibat penggunaan media sosial. Mayoritas gangguan mental yang dialami remaja akibat penggunaan media sosial berlebih yaitu  gangguan  kecemasan serta depresi (Anjani et al., 2022). Depresi adalah gangguan suasana hati atau mood yang ditandai dengan rasa sedih atau tertekan yang berkepanjangan dan kehilangan minat (Weiten et al., 2018). Menurut survey dari Royal Society for Public Health Inggris (RSPH), salah satu aplikasi media sosial yang dapat membuat penggunanya merasa cemas, tertekan, depresi, dan stres adalah Instagram (Utami, 2018). Stres adalah serangkaian proses perilaku, mental, dan fisik yang terjadi saat organisme berusaha menghadapi peristiwa lingkungan atau rangsangan yang dianggap mengancam (Grison & Gazzaniga, 2019). Stres yang memberikan dampak pada kesehatan mental remaja secara keseluruhan karena stres dapat mengganggu kestabilan emosi seseorang, terutama pada masa remaja. Perasaan tidak percaya diri, iri, dan tidak puas dengan kehidupan sendiri pun muncul ketika individu melihat berbagai postingan yang diunggah oleh pengguna media sosial yang lainnya. Hal tersebut yang menyebabkan remaja pengguna media sosial sering merasa insecure atau hilangnya kepercayaan diri karena mereka terlalu sibuk membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain, bahkan penelitian menyatakan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan depresi, dan kecemasan (Anjani et al., 2022).

Menurut para remaja, gangguan mood dan kecemasan dapat disebabkan oleh media sosial ketika menyadari bahwa media sosial kerap dijadikan sebagai sarana di mana konten negatif tersebar, cyberbullying dan lain sebagainya terjadi, hingga  remaja rentan mengalami stres, gangguan kecemasan, kesepian dan depresi. Ini biasanya disebabkan oleh perbandingan sosial, di mana individu membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Tak jarang individu merasa lebih rendah daripada individu lain yang dianggap lebih baik dari dirinya, hal tersebut yang menciptakan situasi yang lebih buruk (Anjani et al., 2022). Selain stress dan depresi, gangguan kesehatan mental yang lainnya pun dapat terjadi seperti gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan kondisi di mana seseorang merasa cemas dan khawatir secara terus menerus dan tanpa henti, tentunya hal ini cukup serius bagi kesehatan mental remaja (Grison & Gazzaniga, 2019).  

Baca juga: Emotional Healing

Menurut survey dari Royal Society for Public Health Inggris (RSPH), salah satu aplikasi media sosial yang dapat membuat penggunanya merasa cemas, tertekan, depresi, dan stres adalah Instagram (Utami, 2018). Stres adalah serangkaian proses perilaku, mental, dan fisik yang terjadi saat organisme berusaha menghadapi peristiwa lingkungan atau rangsangan yang dianggap mengancam (Grison & Gazzaniga, 2019). Stres yang memberikan dampak pada kesehatan mental remaja secara keseluruhan karena stres dapat mengganggu kestabilan emosi seseorang, terutama pada masa remaja. Perasaan tidak percaya diri, iri, dan tidak puas dengan kehidupan sendiri pun muncul ketika individu melihat berbagai postingan yang diunggah oleh pengguna media sosial yang lainnya. Hal tersebut yang menyebabkan remaja pengguna media sosial sering merasa insecure atau hilangnya kepercayaan diri karena mereka terlalu sibuk membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain, bahkan penelitian menyatakan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan depresi, dan kecemasan (Anjani et al., 2022). Menurut (Twenge, Spitzberg, & Campbell, 2019 ), gangguan mood dan kecemasan dapat disebabkan oleh media sosial ketika menyadari bahwa media sosial kerap dijadikan sebagai sarana di mana konten negatif tersebar, cyberbullying dan lain sebagainya terjadi, hingga  remaja rentan mengalami stres, gangguan kecemasan, kesepian dan depresi. Ini biasanya disebabkan oleh perbandingan sosial, di mana individu membandingkan diri sendiri dengan orang lain. Tak jarang individu merasa lebih rendah daripada individu lain yang dianggap lebih baik dari dirinya, hal tersebut yang menciptakan situasi yang lebih buruk (Anjani et al., 2022). Selain stress dan depresi, gangguan kesehatan mental yang lainnya pun dapat terjadi seperti gangguan kecemasan. Gangguan kecemasan merupakan kondisi di mana seseorang merasa cemas dan khawatir secara terus menerus dan tanpa henti, tentunya hal ini cukup serius bagi kesehatan mental remaja. (Grison & Gazzaniga, 2019).  

Baca juga: Negative Thinking?: Kamu Tidak Seperti yang Kamu Pikiran!

Media sosial memiliki pengaruh yang besar bagi kehidupan seseorang terutama terhadap kesehatan mental. Jika remaja tidak bijak dalam penggunaannya, maka tidak menutup kemungkinan mereka akan mengalami dampak buruk dari media sosial itu sendiri. Remaja yang terlalu banyak menghabiskan waktunya di dunia maya dapat menimbulkan gangguan kesehatan mental seperti stres, gangguan kecemasan, depresi, hingga timbulnya rasa ingin bunuh diri juga dapat terjadi jika tidak dapat memilah aktivitas yang baik dan buruk di media sosial. Apabila remaja mengalami stres atau depresi dengan jangka waktu yang panjang, maka hal tersebut juga akan berpengaruh kepada kesehatan fisiknya. Oleh karena itu, dalam penggunaan media sosial jangan berlebihan dan gunakanlah media sosial dengan bijak agar kesehatan mental serta fisik tetap terjaga.

Oleh: Ardanti Restinanda Primaningtyas & Jane L. Pietra, M.Psi., Psikolog

Email: ardanti.restinandaprimaningtyas@student.upj.ac.id; jane.pietra@upj.ac.id

 

Referensi:

Allen, S. (2019, September 20). American Psychological Association. Retrieved from APA.org: https://www.apa.org/members/content/social-media-research

Anjani, R. R. K. A., Yasin, R. al, Salsabil, S., Rahmayanti, T., & Amalia, R. (2022). Pengaruh sosial media terhadap kesehatan mental dan fisik remaja. 3. https://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/jkt/article/view/4402/3019

Aprilia, R., Sriati, A., & Hendrawati, S. (2020). Tingkat kecanduan media sosial pada remaja. 3(2). https://jurnal.unpad.ac.id/jnc/article/download/26928/13424

Grison, S., & Gazzaniga, M. (2019). Psychology in your life (S. Snavely, Ed.; 3rd ed.). W.W Norton & company.

Kusuma, A. I. (2020, August 5). naura jadi korban bully grup wa, nola be3 siap tempuh jalur hukum. https://www.kompas.tv/article/99469/naura-jadi-korban-bully-grup-wa-nola-be3-siap-tempuh-jalur-hukum

Saragih, E. S. (2020). Kontrol diri dan kecenderungan internet addiction disorder. 4. file:///C:/Users/Servicio%20Portable/Downloads/1859-6151-1-PB.pdf

Twenge, J. M., Spitzberg, B. H., & Campbell, W. K. (2019 ). Less in-person social interaction with peers among U.S. adolescents in the 21st century and links to loneliness. Journal of Social and Personal Relationships, 1892-1913.

Utami, C. D. (2018). Hubungan antara penggunaan sosial media dengan kestabilan emosi pada remaja. http://repository.untag-sby.ac.id/1147/9/JURNAL.pdf

Weiten, W., Dunn, D. S., & Hammer, E. Y. (2018). Psychology applied to modern life (12th ed.). Cengange Learning.